Meramu Cemburu

Syekh Zainuddin Al-Malaibary mengatakan bahwa iman memiliki 77 cabang. Salah satu cabang dari iman adalah cemburu. Akan tetapi, cemburu di sini bukanlah yang dimaksudkan pada dua sejoli muda-mudi yang tengah dimabuk asmara yang haram. Hakikat cemburu atau girah ini lebih mulia, yaitu perasaan tidak nyaman dan tidak rela di dalam hati ketika menyaksikan ada pelanggaran hukum syariat.

Oleh. Aya Ummu Najwa 
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Manusia dianugerahi Allah berupa naluri, salah satunya adalah naluri mempertahankan diri dan cemburu adalah salah satu penampakannya. Cemburu itu adalah rasa hati, ia adalah fitrah manusia. Sedangkan hati adalah nilai manusia di hadapan Allah juga di hadapan manusia lainnya. Sebagai seorang muslim, kita wajib senantiasa meneliti kondisi hati kita, apakah dalam keadaan sehat, sakit, ataukah jangan-jangan sudah mati?

Penilaian Allah untuk manusia saat kelak di akhirat bukan sebatas ibadah fisik semata, salat kita, sedekah, Al-Qur'an yang kita baca, menutup aurat, dan lain-lain. Akan tetapi bagaimana kita menjaga hati-hati kita. Inilah hal pertama yang akan dinilai oleh Allah dari setiap hamba-Nya. Ketika kita mempunyai hati yang sehat, maka di akhirat nanti kita akan berhasil dan selamat. Namun jika hati kita mati, maka kecelakaan adalah sebuah keniscayaan. Lalu, bagaimana jika hati kita sakit? 

Salah satu penyebab kondisi hati kita sakit adalah adanya rasa kecemburuan yang berlebihan. Hasad atau iri dengki adalah yang melatarbelakangi kecemburuan tersebut, sehingga berkembang dan meluas, menjangkiti hati hingga kadang sulit disembuhkan. Namun jika ditanya, siapakah yang tak pernah cemburu? Bisa dikatakan tak ada. Semua orang pasti pernah merasakannya. 

Cemburu tak melulu masalah hati antara istri kepada suami, atau sebaliknya. Karena cemburu adalah rasa hati manusia, maka ia bisa menimpa siapa saja. Baik anak kepada orang tua dan sebaliknya, teman, tetangga, guru, kenalan, bahkan kepada orang yang tidak kita kenal sama sekali. Cemburu muncul karena adanya rasa cinta dan sayang, juga karena ketidaksukaan di dalam hati kepada orang yang dicemburui. Rasa ini akan terus berkembang menjadi kebencian dan mematikan kebenaran serta menghilangkan kebaikan. 

Rasa cemburu karena adanya rasa cinta adalah cemburunya seorang suami kepada istri atau sebaliknya. Cemburu ini akan sangat menggangu dan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Ketika terjadi di dalam rumah tangga, maka akan banyak menimbulkan ketidakharmonisan keluarga tersebut. Terlebih lagi jika kecemburuan itu tidak dibarengi dengan keimanan yang kokoh, akal sehat, serta hati yang jernih. Jika dibiarkan tanpa evaluasi dan solusi, maka akan membawa kehancuran sebuah rumah tangga. 

Dalam Islam sendiri wajib hukumnya bagi seorang suami memiliki rasa cemburu kepada istrinya juga sebaliknya. Nabi bersabda dalam sebuah hadis riwayat Nasa’i, Hakim, Baihaqi dan Ahmad, 

“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga selamanya dan Allah tidak sudi memandang kepada mereka pada hari kiamat, yaitu durhakanya anak kepada orang tuanya, perempuan yang berpenampilan layaknya laki-laki, dan juga dayuts.”

Dayuts adalah seorang suami atau kepala keluarga yang tidak merasa cemburu terhadap istrinya. Padahal seorang suami dituntut dan diwajibkan untuk cemburu kepada istrinya agar terjaga rasa malu dan kemuliaannya. Cemburu semacam ini merupakan fitrah dan termasuk akhlak mulia, sehingga wajib dalam Islam, agar harga diri serta keluarga dapat terjaga dan terlindungi dari tindakan melanggar syariat.

Kewajiban cemburu bagi seorang suami telah disebutkan di dalam hadis Rasulullah riwayat Al-Bukhari (5/2002), bahwa Sa'ad bin Ubadah berkata, “Jika aku melihat seorang laki-laki bersama dengan istriku, pasti akan aku tebas ia dengan pedangku,” ia terus mengucapkan hal itu hingga terdengar oleh Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda, “Mengapa kalian merasa heran dengan cemburunya Sa'ad? Demi Allah, aku bahkan lebih cemburu daripada Sa'ad, dan Allah lebih cemburu daripada diriku.”_

Mirisnya, di zaman yang mendewakan materialisme seperti sekarang ini telah mengikis rasa cemburu yang mulia ini. Banyak suami tidak lagi keberatan dengan penampilan istrinya atau anggota keluarganya yang terbuka dan mencolok, istrinya bebas bergaul dan digoda lelaki lain, berduaan dan selingkuh dengan pria lain, dan bahkan seorang suami tega menjual istrinya kepada laki-laki lain dan berbuat nista di hadapannya. Dayuts telah menjadikan seorang suami kehilangan separuh keimanannya. Inilah alasan mengapa ia tak akan masuk surga selamanya.

Dalam kitab Qomi` Ath Thugyan, Syekh Zainuddin Al-Malaibary mengatakan bahwa iman memiliki 77 cabang. Cabang-cabang iman ini perlu dipelajari dan dikaji oleh tiap-tiap orang yang beriman, agar menjadi mukmin yang sejati. Salah satu cabang dari iman adalah cemburu. Akan tetapi, cemburu di sini bukanlah yang dimaksudkan pada dua sejoli muda-mudi yang tengah dimabuk asmara yang haram. Hakikat cemburu atau girah ini lebih mulia, yaitu perasaan tidak nyaman dan tidak rela di dalam hati ketika menyaksikan ada pelanggaran hukum syariat.

Sungguh di alam demokrasi kapitalistik seperti sekarang ini, kerusakan semakin cepat didukung dengan media yang semakin canggih. Pemikiran liberal telah begitu mudah tersebar ke penjuru dunia melalui televisi atau internet, juga media sosial. Para influencer pendakwah kemaksiatan begitu gencarnya meracuni pemikiran dan pemahaman kaum muslim. Menggembar-gemborkan kebebasan berekspresi tanpa mau diatur batas-batas dan norma agama. Menjunjung tinggi kebebasan individu yang kebablasan menerjang aturan Sang Pencipta. Perempuan-perempuan bebas memperlihatkan lekuk tubuh tanpa malu, sedang suami dan ayahnya rida tanpa risih dan cemburu. Institusi rumah tangga ternodai, bebas tanpa amar makruf nahi mungkar, suami istri bermaksiat, akidah generasi tak dipedulikan, bagaimana mengharap baiti jannati? Bagaimana bercita-cita sehidup sesurga?

Jika cemburu dalam keluarga untuk menjaga dari pelanggaran syariat adalah wajib, maka berbeda jika cemburu yang dilarang dalam Islam. Ialah cemburunya seseorang terhadap sesamanya karena rasa ketidaksukaan. Cemburu ini bisa jadi muncul ketika seseorang melihat kelebihan yang dimiliki saudaranya. Melihat kesuksesan temannya, atau bahkan keluasan ilmu dari gurunya. Bisa jadi pula, ketika seseorang melihat saudaranya memperoleh karunia yang tak ia miliki. Saat ia melihat rumah tangga tetangganya terlihat lebih harmonis darinya, anak-anak yang saleh, suami yang romantis, juga keadaan ekonomi yang lebih mapan darinya, dan sebagainya. Cemburu inilah yang disebut hasad.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah mengkaji terkait hasad ini, beliau menyimpulkan bahwa, hasad adalah ketika seseorang merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada saudaranya. Mengharapkan hilangnya nikmat yang Allah berikan kepada orang lain bukanlah definisi yang tepat untuk penyakit hasad. Bahkan sudah terhitung hasad dengan hanya sekadar merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain, baik dibarengi dengan harapan hilangnya nikmat tersebut dari orang lain atau tidak. 

Hasad di dalam hati akan melahap kebaikan seseorang layaknya api melahap kayu bakar yang kering. Umumnya orang yang hasad akan melanggar hak-hak orang yang tidak disukainya itu, ia akan menyebutkan keburukan-keburukannya, ia akan menghasut orang lain agar turut membencinya, ia akan berusaha merendahkan martabatnya, dan sebagainya. Orang yang hasad akan merasa sangat sengsara. Kesengsaraan itu akan terus bertambah setiap kali ia melihat nikmat Allah atas orang lain bertambah. Dadanya akan terasa sesak dan perih hingga seakan sulit bernapas. Ia akan terus berduka dan bersedih hati. Wajah masam hingga menghitam. Ia akan banyak mengidap penyakit dikarenakan tak ada kebahagiaan dalam hatinya. Ia merasa cemburu, hingga merasa marah, membenci, hingga terucap kata-kata melaknati. Sungguh menyedihkan.

Hasad di dalam hati sangat bertolak belakang dengan keimanan yang sempurna. Rasulullah bersabda dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, 

“Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan kebaikan dan hal-hal yang ia inginkan untuk saudaranya sebagaimana ia inginkan untuk dirinya sendiri."

Sungguh, Allah tidak selalu memberi apa yang kita mau, tetapi Allah akan memberikan apa yang kita butuh. Cukuplah untuk kita modal hati yang bersih juga sehat. Karena Allah tidak akan melihat bagaimana fisik kita, maka perbaikilah hati kita. Cemburu kepada sesama hanya akan membawa kesengsaraan dan penderitaan. Maka ramulah cemburumu sesuai dengan yang Dia mau. Aturlah porsi cemburumu sesuai kadarnya. Cemburulah dengan yang Allah memerintahkannya untuk cemburu, dan hilangkanlah cemburu kita dari apa yang Allah melarangnya. Wallahu a'lam bishawab.

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Aya Ummu Najwa Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Lorong Panjang Palestina Meraih Asa
Next
Pegang Teguh Agamamu
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Itulah pentingnya dakwah, untuk saling mengingatkan dalam hal ini pada para pemimpin keluarga agar tidak dayuts...

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
1 year ago

Rasa cemburu adalah hal yang wajar menghinggapi setiap insan. Namun mesti disikapi dengan cara yang benar. Semua kembalikanlah kepada aturan Allah. Agar rasa itu tidak menimbulkan semakin parahnya rasa. Karena solusi tuntasnya hanya ada pada sistem Islam.

sar tinah
sar tinah
1 year ago

Masyaallah, betul sangat mbak Aya. Kecemburuan berlebihan malah jadi petaka ya. Apalagi sudah muncul sifat hasad, astagfirullah ... semoga kita bisa mengelola rasa itu dengan iman.

firda umayah
firda umayah
1 year ago

MasyaAllah, tulisan yang bagus dan pas dengan judulnya. Barakallahu fiik untuk penulis.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram