“Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang akan melihat pekerjaanmu itu.” (TQS. At-Taubah: 105).
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Meraki Literasi)
NarasiPost.Com-Ada ungkapan sindiran orang Arab yang sangat terkenal, “Kalau sekadar ingin populer, kencingilah sumur zamzam.” Artinya, terkadang popularitas seseorang tidak berbanding lurus dengan prestasinya. Apalagi pada era sekarang, banyak cara untuk mencari sensasi dengan jalan tak terpuji. Bahkan, banyak orang terkenal yang “terpenjara” oleh pujian manusia.
Jamak kita dengar, beberapa selebritas atau figur publik yang depresi, bahkan nekat mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup menghadapi hinaan netizen. Tak jarang juga, orang-orang terkenal yang merasa tersiksa atas hinaan atau bullying di dunia maya. Hal ini membuat kita sadar bahwa popularitas ibarat pisau bermata dua. Satu sisi memudahkannya untuk memperoleh harta berlimpah dan berbagai atribut duniawi lainnya, di sisi lain bisa menjadi petaka jika tidak disikapi dengan bijak.
Banyak orang sengaja mencari popularitas untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Tak heran, sebab semua manusia mempunyai naluri untuk dilihat/diperhatikan. Ada yang memilih mencarinya dengan jalan prestasi agar ilmunya bisa bermanfaat bagi orang banyak. Tak sedikit pula yang mencarinya melalui jalur sensasi dengan melakukan hal-hal konyol, bodoh, dan ekstrem. Melihat realitas saat ini, justru orang-orang yang melakukan hal-hal konyollah yang dipedulikan, diberitakan, dan disebarkan karena dianggap lucu dan menghibur. Sebaliknya, mereka yang melalui jalur prestasi sering diabaikan.
Akibatnya, tidak ada lagi etika, norma, apalagi rasa malu untuk mendapat like, followers, subscribers, shares, dan rating. Mereka sanggup berbuat apa pun dan berpikir instan untuk mencapai kepopuleran. Sebab, dengan terkenal akan berdatangan hal lain yang dimimpikan berupa kesenangan duniawi. Kalau sudah begitu, maka lahirlah generasi yang lebih mementingkan eksistensi daripada isi. Mati-matian latihan gaya trending untuk mendapat rida manusia dibandingkan menyiapkan bekal mati.
Demi menunjukkan eksistensi diri, banyak orang tertipu dengan manisnya gemerlap popularitas. Hal-hal yang seharusnya bersifat privat, justru diumbar dan akhirnya menjadi bumerang yang dapat menghantam ketenangan hidup. Sudah banyak kita lihat, para figur publik yang merasa hidupnya terkekang demi menjaga image. Lantas, mereka menenangkan diri dengan mengonsumsi obat penenang, terjerat narkoba, lalu terjerumus dalam pergaulan bebas. Meskipun tidak semua seperti itu.
Popularitas berubah menjadi penjara yang berhasil merenggut kemerdekaan diri. Terkenal ternyata membuat mereka tidak mempunyai ruang privat. Di mana dan ke mana, semuanya menjadi pusat perhatian dan perbincangan. Tak heran jika pemburu popularitas diibaratkan semut yang ingin menggapai genangan madu. Semut yang berusaha untuk menggapainya, maka ia akan tenggelam dalam genangan madu yang lengket. Tak bisa meloloskan diri selamanya.
Kalau sudah begini, maka generasi narsistik akan berseliweran di medsos. Banyak orang kecanduan bergoyang di Tik-Tok, Musical.ly, atau aplikasi lain yang semisalnya. Tak sadar bahwa kebiasaan ini akan menggerus kemuliaan dan kehormatan dirinya sendiri. Tak pernah berpikir masa depan, bagaimana jika anak dan cucunya melihat jejak digitalnya nanti. Sekali lagi, bukan aplikasinya yang salah, tetapi perilakunya yang bermasalah. Terkadang, karena tak punya rasa malu lagi, aurat pun diumbar. Padahal, ia bisa memanfaatkan media sosial untuk kebaikan, seperti membuat konten dakwah dan sharing ilmu. Siapa tahu bisa menjadi wasilah dan hidayah bagi followers-nya.
Melihat jagat maya banyak berseliweran perilaku menyimpang dan berita-berita hoaks, maka kita tidak boleh mudah baperan dan menelan mentah-mentah semua informasi. Sangat penting untuk memilah mana yang harus ditonton atau dilewatkan, sebab informasi yang masuk bisa memengaruhi persepsi dan sikap seseorang. Dengan demikian, muncullah sosok-sosok idola baru yang tak layak untuk menjadi panutan.
Al Ghazali rahimahullah pernah berkata, “Hal tercela adalah apabila seseorang mencari ketenaran/popularitas." Tentu saja, seorang muslim yang beriman menganggap popularitas bukan segalanya. Pun prestasi hakiki tidak dilihat dari harta yang berlimpah, kedudukan yang tinggi, jabatan yang mentereng, kekuasaan, dan yang lainnya. Menjadi orang terkenal, kaya, ataupun miskin adalah kondisi hidup yang merupakan ujian dari Allah Swt.
Bagaimanapun kondisi hidup, kita diperintahkan untuk senantiasa ihsanul amal (melakukan amalan terbaik), bersyukur atau bersabar, dan memanfaatkan segala potensi yang Allah telah berikan. Jika sudah beramal baik dan berprestasi, tetapi tak dikenal orang, tak ada sanjungan, pujian, apalagi karangan bunga, semua tak jadi masalah. Bisa jadi kita sudah beramal baik, tetapi hinaan yang diterima, juga tidak jadi masalah, selama yang kita lakukan tidak melanggar syariat Islam.
Terkadang, muslim yang senantiasa ikhlas dalam beramal tidak menyadari bahwa dirinya berprestasi. Seperti salah seorang sahabat Nabi, Bilal bin Rabah. Hanya seorang mantan budak, berkulit hitam, bukan orang terkenal, dan jarang dipuji orang, tetapi ia tetap istikamah dan enjoy dengan amalnya. Terompahnya pun terdengar hingga di surga.
Rasulullah bersabda,
“…Aku memasuki surga pada malam hari dan aku mendengar suara sandalmu di hadapanku."
"Ya Rasulullah, aku biasa tidak meninggalkan salat dua rakat sedikit pun, setiap kali aku berhadas. Lantas aku berwudu dan aku membebani diriku untuk salat dua rakat setelah itu.” (HR. Tirmidzi)
Juga kisah seorang muslimat yang rajin membersihkan masjid. Saking tidak populernya, berita kematiannya tidak sampai kepada Nabi Muhammad. Ia tak dianggap karena tak memiliki prestasi di mata masyarakat. Akan tetapi, Nabi sangat menghargai wanita itu. Beliau meminta agar ditunjukkan kuburnya, lalu Beliau salat dan mendoakannya. Rajin dan istikamah membersihkan masjid bukanlah sebuah prestasi di mata kebanyakan manusia, tetapi luar biasa bagi Allah dan Rasul-Nya.
“Bekerjalah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang akan melihat pekerjaanmu itu.” (TQS. At-Taubah: 105).
Begitulah cara Nabi menghargai prestasi. Bukan pada popularitas, harta atau kedudukan, tetapi dari iman, pengorbanan, serta kemampuannya dalam melejitkan diri. Soal dikenal atau tidak, itu kehendak dan rahasia Allah. Maka teruslah bekerja dan berprestasi hingga maut menghampiri. Muslim sejati bukanlah kolektor atribut duniawi, sebab hanya keridaan Allah yang dicari. Dengan begitu, popularitas atau jumlah followers yang dimiliki, ia gunakan semata-mata untuk kebaikan. Wallahu a’lam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Benar, seringkali popularitas justru membuat tertekan, tidak tenang, bahkan tak bisa hidup normal. Apalagi jika menjadi populer karena keburukan. Lebih baik hidup biasa, asalkan berpegang teguh pada syari'at Islam insya Allah akan dikenal umat bahkan lebih populer di penduduk langit.
Iya Mba, popularitas seringkali membuat pelakunya terjerumus dalam pencitraan..
Benar, miris melihat umat sekarang, tua muda berlomba ingin terkenal bahkan menggunakan cara yang menanggalkan akal dan urat malu.. ketiadaan sistem yang menjaga dan menguatkan akidah umatnya telah melahirkan manusia jauh dari malu dan iman..
Benar Mba.. Miris sekali lihat kelakuan muslimah2 yang bergoyang di mediasosial...
Innalillah, memang begitulah fakta saat ini. Mereka menelanjangi diri dengan popularitas dan jati diri yang semu. Naudzubillah
Hidup ala Nabi harus segera terealisasi agar kaum muslim sadar diri dan paham hakikat hidup ini
Iya Mba, terlebih lagi jejak digital seseorang sangat sulit dihapus.
Miris ya, memang realitasnya demikian. Popularitas begitu dipuja hingga rela mengorbankan muruah. Dari selebritas hingga orang biasa seolah sulit melepas jeratan popularitas di dunia yang sangat sekuler ini.
Iya Mba, terkadang diri ini merasa bersyukur tidak diberi amanah popularitas. Takut2, tidak bisa menggunakannya dengan bijak. Semoga Allah selalu melindungi kita dari fitnah dunia dan akhirat
Sekarang memang banyak orang yang hanya mengejar popularitas, tanpa memikirkan halal haram
Innalillahi.. benar Mba. Semoga mereka diberi hidayah
Ketika sekularisme menjadi pegangan. Puja puji sanjung jadi incaran. Berbagai cara ditempuh tuk sebuah validasi, pengakuan, tak peduli apakah baik atau buruk, halal atau haram, Allah suka atw tidak.
Namun, inilah realitas tak terbantahkan. Menyedihkan memang di sistem bobrok. Semoga Allah menjauhkan kita semua dr perbuatan yg tdk diridai-Nya. Amin