Maka gelar terbaik adalah ketika ia sadar bahwa dirinya adalah hamba dan menjalankan ketakwaan di mana pun dan kapan pun
Oleh. Umi Hanifah
(Kontributor NarasiLiterasi.Com)
NarasiLiterasi.Com-Suka cita menjadi sarjana adalah sebuah capaian panjang dengan keringat dan air mata, yang telah terbayar oleh wisuda dengan selembar ijazah di tangan. Tahapan kehidupan setapak demi setapak sudah terlampaui, tentu akan ada perjuangan selanjutnya yang harus dihadapi.
Namun, gelar sarjana, magister, doktor, dan yang lain bukan hal final. Kehidupan sejatinya adalah ketika bisa bermanfaat bagi orang lain dengan apa saja yang bisa dijalankan. Gelar hanyalah sematan yang tidak akan dirasakan sebelum ada tindakan nyata yang dikerjakan untuk sekitarnya.
Jabir radhiyallau ‘anhuma bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” Hadis di atas dihasankan oleh Al-Albani di dalam Shahihul Jami’ (No. 3289).
Seorang anak harus berbakti kepada orang tua, orang tua harus menyayangi dan memberi teladan kepada yang muda, guru harus bisa menjadikan muridnya berakhlak karimah, remaja harus gigih mengejar cita-cita, pedagang harus jujur, dokter melayani sepenuh hati, seorang suami adalah pelindung keluarganya, ibu adalah sekolah pertama serta utama bagi anak-anaknya, dan masih banyak kebaikan yang diperlukan dalam kehidupan.
https://narasiliterasi.id/opini/08/2024/tarif-pertamax-naik-kesejahteraan-rakyat-makin-turun/
Semua itu adalah gelar bergengsi karena dilakukan sepanjang hidup dan tidak kenal jenjang waktu serta usia. Kehidupan akan berjalan seimbang dan harmoni karena masing-masing paham akan perannya serta menjalankannya dengan baik.
Hidup dalam Sekularisme
Fakta hidup dalam sistem sekularisme liberalisme hari ini, banyak yang menyandang gelar tinggi tapi kehidupannya terasa sempit. Kasus bullying, KDRT, bunuh diri, penipuan, koruptsi, pembunuh, perzinaan, perjudian, mabuk, dan sifat menyimpang lainnya bukan dilakukan orang kebanyakan, tapi mereka yang bertitel mentereng pun banyak terlibat di dalamnya.
Sistem yang mengabaikan aturan Allah dalam pengaturan kehidupan ini memang tidak layak dipertahankan. Banyak manusia menjalani kehidupan tapi tidak tahu arah tujuannya. Mereka hanya memikirkan bagaimana mendapatkan kesenangan secara materi sebanyak-banyaknya. Mereka mengira bahwa banyaknya uang, kemewahan, dan gelar bisa menghantarkan pada kebahagiaan yang selama ini diimpikan.
Mereka banyak yang kecewa karena ternyata bukan materi yang bisa membawa pada kebahagiaan dan ketenangan. Bahkan, ketika tidak bisa mendapatkannya mereka sering marah, stres, depresi, hingga mengakhiri hidupnya. Mirisnya, angka bunuh diri dari tahun ke tahun terus meningkat dengan pelakunya adalah mereka yang punya gelar akademis bukan masyarakat bawah yang tidak mengenal pendidikan tinggi.
Pemimpin dalam sistem ini tidak amanah, terbukti pajak dan utang menjadi pendapatan terbesar di saat rakyat hidup susah. Padahal negeri ini di anugerahi sumber daya alam yang melimpah. Namun, salah kelola ekonomi ala sekularisme liberalisme, akhirnya semua diserahkan ke oligarki. Kekayaan berputar pada segelintir orang karena ditopang dengan kekuasaan. Pemimpin gelar yang strategis justru menjadikan jutaan manusia hidup sengsara dalam sistem ini.
Bisa dipastikan selama sistem yang rusak ini tidak disingkirkan, gelar tinggi yang diraih pun tidak mungkin membawa pada tatanan hidup yang baik. Bangunan fisik bisa jadi megah dan gelar pun berderet. Namun, manusia dalam sistem ini tidak akan sampai pada derajat yang mulia karena tidak mengenal jati dirinya, apa tujuan lahir di dunia?
Gelar Terbaik
Maka gelar terbaik adalah ketika ia sadar bahwa dirinya adalah hamba dan menjalankan ketakwaan di mana pun dan kapan pun, karena hal itu wasiat Sang Pemilik Alam yaitu Allah Swt. yang dicontohkan oleh utusan-Nya yaitu Rasulullah saw. Beliau saw. mengajarkan bagaimana menjalani hidup ini mulai dari hal pribadi hingga bisa menjadi seorang pemimpin yang mengatur banyak manusia. Lahirlah manusia yang ulet, sabar, ikhlas, produktif, punya visi misi, serta tangguh dalam setiap kondisi.
Terbukti hanya 13 tahun, Islam mampu menyebarkan rahmat ke seluruh jazirah Arab hingga Persia dan Romawi sebagai negara besar waktu itu mendengar kemuliaannya. Para sahabat membuktikan pada dunia bahwa, gelar takwa yang mereka sandang itulah asas bagi tegaknya peradaban Islam yang bermanfaat untuk semua makhluk baik muslim maupun nonmuslim. Bahkan Islam tegak kokoh selama 14 abad yang menaungi berbagai agama, bangsa, ras, dan warna kulit dengan keadilan yang merata.
Maka, gelar terbaik itu saat Islam menjadi fondasinya. Sebaliknya, gelar yang didapat dari sistem sekularisme liberalisme justru membuat manusia hilang arah dan hidup semakin susah.
Allahu a’lam. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com