Maulid Nabi penting untuk membuktikan cinta kita kepada Rasulullah dengan menggelorakan semangat untuk kembali pada syariat.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor Narasiliterasi.id).
NarasiLiterasi-Peristiwa maulid Nabi sangat penting bagi kaum muslim sebagai pengingat lahirnya seorang manusia mulia, yaitu Muhammad saw. Beliau lahir pada tahun ketika tentara bergajah menyerang untuk menghancurkan Ka'bah. Pasukan yang dipimpin oleh Abrahah itu mengalami kegagalan dan diluluhlantakkan oleh burung Ababil dengan batu panas. Kelahiran Nabi juga ditandai dengan padamnya api yang disembah kaum Majusi. Peristiwa ini menjadi tanda sinar fajar kehidupan dan kejayaan Islam akan datang.
Maulid Nabi Muhammad saw. memiliki nilai tersendiri di hati kaum muslim. Ada banyak cara untuk merayakan hari kelahiran Nabi tercinta. Terkhusus di Indonesia, perayaan ini dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari pesantren, sekolah, dan masyarakat. Bahkan Indonesia telah menetapkan maulid Nabi, yaitu 12 Rabiulawal, sebagai hari libur nasional.
Ada banyak perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait kebolehan perayaan maulid Nabi Muhammad saw., mengingat bahwa perayaan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Oleh sebab itu, sejarah tentang awal mula perayaan ini menjadi hal yang sangat menarik untuk diungkapkan. Bagaimana seharusnya sikap kaum muslim terhadap perayaan maulid Nabi saw.?
Perayaan Maulid Nabi pada Masa Abbasiyah
Perayaan maulid Nabi mulai dilakukan pada masa Kekhalifahan Abbasiyah. Dalam buku Sejarah Maulid Nabi karya Ahmad Tsauri yang isinya merujuk dari kitab Wafa'ul Wafa bi Akhbar Darül Mustafa karya Nuruddin Ali bahwa pada masa Kekhalifahan Abbasiyah terdapat tokoh perempuan yang sangat berpengaruh selama masa pemerintahan tiga khalifah. Beliau adalah Khaizuran, istri dari Khalifah Muhammad al-Mahdi bin al-Mansur sekaligus ibu dari Khalifah Musa al-Hadi dan Khalifah Harun ar-Rasyid.
Khaizuran datang ke Madinah dan memerintahkan seluruh penduduk Madinah untuk melakukan perayaan maulid Nabi di Masjid Nabawi. Ia kemudian bertolak ke Makkah untuk melakukan hal yang sama. Khusus penduduk Makkah, perayaan maulid Nabi dilakukan di rumah masing-masing. Perayaan maulid Nabi dilakukan agar ajaran, teladan, dan kepemimpinan Nabi Muhammad saw. bisa terus menginspirasi warga Arab dan kaum muslim. (nu.or.id)
Perayaan Maulid Nabi Masa Fathimiyah
Perayaan maulid Nabi juga dilakukan oleh Daulah Fathimiyah di Mesir. Al-Maqrizi dalam kitab Mawa'iz al-I'tibar fi Khitat Misr wa al-Amsar mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi dilakukan oleh Daulah Fathimiyah yang diperintah oleh Syiah Ismailiyah. Perayaan dilakukan pada13 Rabiulawal oleh Sultan Al-Muzhafar dengan membagikan 6 ribu dirham, 40 piring kue, gula-gula, karamel, madu, minyak wijen, dan 400 liter manisan kepada seluruh masyarakat.
Selain perayaan maulid Nabi, penguasa Daulah Fathimiyah juga menggelar beberapa perayaan, seperti maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Fathimah, maulid Hasan bin Ali, maulid Husain bin Ali, dan maulid sultan yang berkuasa saat itu. Bahkan banyak perayaan-perayaan lain yang dilakukan oleh Daulah Fathimiyah, seperti perayaan hari pertama bulan Rajab, Syakban, dan Ramadan. (Liputan6.com, 8-9-2024)
Perayaan Maulid Nabi Masa Ayyubiyah hingga Utsmani
Setelah Daulah Fathimiyah di Mesir runtuh, pemerintahan dipegang oleh Daulah Ayyubiyah yang dipimpin oleh Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin, perayaan maulid Nabi tetap dilakukan dan menghapus perayaan-perayaan maulid yang lain. Pada masa itu kaum muslim juga sedang menghadapi perang melawan tentara Salib sehingga perayaan ini dinilai sangat penting untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslim.
Perayaan maulid Nabi selanjutnya dilakukan oleh penguasa Mamluk di Mesir. Perayaan dilakukan dengan penuh kebesaran di pelataran benteng Kairo. Di situ juga didirikan tenda yang sangat besar dan dihiasi dengan sangat indah. Sultan membagikan pundi-pundi dan kue-kue pada masyarakat.
Masa kepemimpinan berlanjut hingga masuk pada era kekuasaan Kekhalifahan Utsmaniyah. Perayaan maulid Nabi pada masa Utsmaniyah dilakukan dengan berpuasa dan menghiasi masjid-masjid dengan berbagai lampu. Para sufi punya peran penting dalam menjadikan perayaan tersebut penuh warna. Tepat pada 1912, Khilafah Utsmaniyah menetapkan 12 Rabiulawal sebagai hari libur nasional. Hal ini diikuti oleh berbagai negara di dunia hingga sekarang.
Bukan Sekadar Seremonial
Perayaan maulid Nabi yang dilakukan oleh kaum muslim adalah wujud kerinduan kepada Baginda Rasulullah saw. dan ajarannya. Namun, saat ini kita hidup dalam sistem sekuler sehingga perayaan tersebut hanya sebatas seremonial. Bahkan hanya menghabiskan dana dan waktu saja tanpa berefek pada perbuatan kaum muslim.
Sesungguhnya maulid Nabi bukanlah merayakan hari ulang tahun, tetapi mengenang momentum kelahiran Beliau agar lebih memfokuskan mata hati kita terhadap sosok yang telah berjasa dalam kehidupan dan peradaban. Nabi Muhammad saw. adalah satu-satunya model dan teladan terbaik dalam kehidupan. Allah Swt. berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
"Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi kalian yang mengharapkan (rahmat) Allah Swt. dan (kedatangan) Hari Akhir dan dia banyak menyebut nama Allah." (QS. Al-Ahzab: 21)
Rasulullah saw. adalah manusia dengan akhlak terbaik dan satu-satunya dalam sejarah yang berhasil dalam bidang agama dan dunia. Rasulullah telah menyampaikan ajaran agama dengan sempurna dan menerapkannya dalam sebuah negara. Beliau telah menyatukan berbagai suku dan bangsa dalam kehidupan di bawah naungan Islam. Bahkan Sir George Bernard Shaw, seorang tokoh Barat telah memuji Rasulullah saw. dengan mengatakan, “Saya yakin, Jika Muhammad saw. memegang kekuasaan tunggal di dunia modern saat ini, Dia akan berhasil mengatasi permasalahan yang sedemikian rupa sehingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia."
Sebagai kaum muslim, sudah sepatutnya ketika kita merayakan maulid Nabi, kita menyadari bahwa hidup kita harus sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu kehidupan yang diatur oleh syariat Islam, bukan sekadar perayaan tanpa arti.
Makna Mencintai Nabi
Maulid Nabi adalah momentum untuk mengungkapkan cinta kaum muslim kepada Nabi Muhammad saw. dengan berbagai acara perayaan. Namun, cinta itu sekarang hanya sebatas lisan tanpa disertai sikap dan perbuatan yang sesuai ajaran Rasulullah saw. Kalaupun ada, kita hanya mencontoh Rasulullah saw. sebatas hal-hal yang biasa dilakukan oleh manusia, seperti makan menggunakan tiga jari, tidur miring ke kanan, dan minum dengan posisi duduk. Semua itu adalah sunah, tetapi ada yang lebih penting dan wajib untuk dicontoh dari Rasulullah saw., yaitu perjuangannya dalam menyampaikan dakwah Islam hingga manusia hidup dalam tatanan syariat Islam.
Syariat Islam telah diterapkan selama 13 abad lebih dalam konstitusi kenegaraan dan dihapuskan pada 1924 sehingga kaum muslim hidup dalam sistem sekuler. Sekularisme telah menyingkirkan syariat Islam dari kehidupan. Oleh karena itu, ketika kita mengaku mencintai Nabi Muhammad saw., wujud cinta kita adalah dengan memperjuangkan kembali syariat dalam kehidupan. Namun, perlu disadari bahwa syariat Islam tidak bisa diterapkan dalam negara dengan bingkai sekuler, tetapi syariat Islam harus diterapkan dalam bingkai Daulah Islam (Khilafah).
Dalam mewujudkan Khilafah, kita harus mengerahkan segala daya dan upaya secara totalitas. Inilah yang disebut dengan dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam. Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabat. Maka kita harus memberikan yang terbaik untuk perjuangan ini atas nama cinta kepada Rasulullah Muhammad saw. Abu Abdillah al-Quraisy dalam Risalah Qusyariyyah mengatakan, "Hakikat cinta adalah engkau memberikan semua yang ada pada dirimu kepada orang yang engkau cintai sehingga tidak tersisa sedikit pun untukmu."
Jelaslah bahwa momentum maulid Nabi sangat penting untuk mewujudkan semangat dan membuktikan cinta kita kepada Rasulullah dengan menggelorakan semangat untuk kembali pada syariat dalam bingkai Khilafah. Wallahua'lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com