Repatriasi Artefak, Menghapus Jejak Penjajahan?

Repatriasi Artefak

Repatriasi artefak Indonesia yang dilakukan Belanda sejatinya merupakan salah satu upaya Belanda untuk memperbaiki citra dan relasi publik dalam hal kolonialisme.

Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Belanda akan tetap melanjutkan proses repatriasi benda seni rampasannya ke Indonesia di bawah pemerintahan baru. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Eppo Bruins pada acara penandatanganan pengembalian 288 benda cagar budaya asal Indonesia yang digelar di lantai dua Gedung Wereldmuseum Amsterdam pada 20 September 2024. Bruins menyatakan bahwa Belanda berjanji melanjutkan proses repatriasi benda seni jarahan Belanda ke Indonesia.

Awalnya, beberapa orang dari Belanda dan Indonesia yang terlibat dalam masalah ini sempat khawatir jika pergantian pemerintahan akan memengaruhi jalannya repatriasi. Namun, kekhawatiran tersebut tidak terbukti sebab Belanda pada pemerintah baru ini tetap melangsungkan kebijakan repatriasi tersebut. Lantas, bagaimana sejarah repatriasi benda jarahan Belanda ke Indonesia?

Sejarah Repatriasi Artefak Indonesia

Sejatinya, repatriasi artefak dari Belanda ke Indonesia sudah terjadi sejak 1970. Kala itu, Ratu Juliana secara simbolis mengembalikan naskah Negarakertagama ke Indonesia yang diwakili oleh mantan Presiden Soeharto. Selanjutnya, pada 1977 dan 2015 Belanda mengembalikan sejumlah barang seni jarahan ke Indonesia.

Setelah itu, gerakan repatriasi benda bersejarah kembali mencuat keras ke permukaan yang dimulai di Prancis. Pada 2018, Prancis mengembalikan beberapa benda seni jarahannya pada era penjajahan ke negara-negara di Afrika. Presiden Prancis Emmanuel Macron setahun sebelumnya mengatakan bahwa Prancis akan mengembalikan barang jarahan yang diperolehnya secara ilegal ke negara-negara Afrika dalam kurun waktu lima tahun.

Pada 2018, Prancis mengembalikan barang bersejarah ke Senegal. Setelah aktivitas itu, menurut Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, diskusi tentang repatriasi benda bersejarah terus bergulir di negara-negara Eropa, termasuk Belanda. Dengan dorongan dari masyarakat Belanda, terkhusus para pemuda untuk memperbaiki masa lalu Belanda dan Indonesia yang menginginkan agar benda-benda jarahan dikembalikan, pada 2019 dan 2020 Belanda mengembalikan sejumlah benda bersejarah Indonesia (bbcnews.com, 13-03-2020).

Selanjutnya, pada 2022 Belanda membentuk Komisi Repatriasi Belanda yang bekerja sama dengan Komite Repatriasi Koleksi Indonesia di Belanda dalam usaha mengembalikan benda jarahan Indonesia yang dirampas Belanda pada masa kolonial. Pada 2023, Belanda resmi mengembalikan 472 artefak Indonesia, kemudian pada 2024, Eppo Bruins dan Hilmar Farid kembali menandatangani surat pengembalian artefak yang meliputi arca Ganesha, arca Brahma, dua arca Candi Singasari, dan 284 benda koleksi Perang Puputan Badung (tempo.co, 22-09-2024).

Repatriasi yang dilakukan Belanda sejatinya bukan sekadar untuk pengembalian harta jarahan, tetapi ini merupakan salah satu upaya Belanda untuk memperbaiki citra dan relasi publik dalam hal penjajahan dan restorasi warisan budaya asli. Lantas, cukupkah repatriasi artefak untuk menghapus jejak penjajahan Belanda terhadap Indonesia?

Tidak Cukup Repatriasi Artefak

Repatriasi artefak yang dilakukan Belanda sejatinya tidak cukup untuk memperbaiki  citra buruk yang dilakukan Belanda kepada Indonesia pada masa kolonial dahulu sebab apa yang dilakukan Belanda kepada Indonesia lebih kejam dan kekayaan alam Indonesia yang dijarah luar biasa besar. Belanda sudah bertahun-tahun menjajah Indonesia. Menurut beberapa sumber, Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun dan sumber lain mengungkapkan sekitar 142 tahun.

Selama bertahun-tahun, Belanda mengeruk sumber daya alam milik Indonesia, terkhusus rempah-rempah seperti lada, cengkeh, dan lainnya. Belanda juga mengeruk kekayaan alam lainnya seperti emas, minyak bumi, batu bara, dan lainnya untuk dijadikan sebagai pemasukan negerinya. Untuk mencapai tujuannya tersebut masyarakat Indonesia harus menderita karena Belanda menerapkan sistem tanam paksa atau dikenal dengan cultuurstelsel.

Rakyat Indonesia terkungkung dalam kejamnya masa penjajahan Belanda. Mereka harus kerja rodi, yaitu bekerja sangat berat dengan upah yang tidak layak, bahkan sering kali tidak mendapatkan upah sama sekali. Mereka juga diharuskan untuk melakukan sistem tanam paksa untuk kesejahteraan kolonialis. Belanda menerapkan berbagai kebijakan yang hanya menguntungkan kolonialis.

Tidak hanya itu, rakyat Indonesia juga sering kali mendapatkan penyiksaan, pembunuhan, pembantaian, bahkan pemerkosaan. Hukuman berat yang tidak manusiawi diberikan kepada rakyat Indonesia yang menolak bekerja atau mencoba melarikan diri. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat industri yang dijalankan Belanda pun tidak terhindarkan. Sungguh rakyat Indonesia sangat terpuruk dan menderita di bawah kepemimpinan kolonialis kala itu. Bahkan sampai saat ini penderitaan rakyat Indonesia masih terus berlanjut, padahal pada 1945 Indonesia telah memperoleh kemerdekaan.

Sayangnya, kemerdekaan tersebut semu sebab sampai detik ini Indonesia masih terkungkung oleh penjajahan nonfisik. Sebagai bukti nyata, SDA yang melimpah di negeri ini tidak bisa dinikmati dan tidak mampu untuk menyejahterakan masyarakat. SDA yang melimpah ini justru dinikmati oleh para oligarki lokal maupun asing. Penjajahan yang sangat kejam ini merupakan akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme.

Kapitalisme Menyuburkan Penjajahan

Kejamnya penjajahan yang dilakukan oleh Belanda merupakan akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini merupakan sistem yang telah menghapuskan sistem Islam (Khilafah) dan membawa manusia pada kesengsaraan. Kapitalisme merupakan sistem yang berasas pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).

Penjajahan merupakan metode sistem kapitalisme untuk mempertahankan eksistensi dan pengaruhnya di dunia. Dengan melakukan penjajahan, baik fisik maupun nonfisik, negara-negara adidaya akan terus menekan dan menjajah negara-negara berkembang dan lemah, seperti Indonesia. Apalagi dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme, negara-negara asing bisa dengan bebas mengeksploitasi sumber daya alam milik negara ketiga di dunia. 

Sistem ekonomi kapitalisme menekankan bahwa swasta, para oligarki, dan negara-negara besar memiliki kebebasan untuk mengendalikan perekonomian dan mengambil keuntungan dari aktivitas tersebut. Selain itu, mereka juga mempunyai kebebasan untuk memiliki sumber daya alam, baik itu tambang emas, nikel, batu bara, dan lainnya di negara-negara lain. Alhasil, sumber daya yang melimpah terus dikuasai oleh para penjajah, sedangkan rakyat tetap dalam penderitaan dan jauh dari kata sejahtera.

Kapitalisme telah menyuburkan penjajahan di negeri ini. Misalnya, Belanda yang bisa dikatakan telah hengkang dari Indonesia secara fisik pada 1945 lalu nyatanya masih memiliki pengaruh di negeri ini. Hanya saja, penjajahan Belanda bukan lagi secara fisik, tetapi secara nonfisik.  Dengan dalih investasi, Belanda beserta negara-negara lainnya, seperti Amerika Serikat, menjajah Indonesia dari beberapa sisi, seperti dari sisi pertanian, kesehatan, energi, dan lainnya.

Di sisi lain, penjajahan sistem kapitalisme juga menjauhkan kaum muslim dari agama mereka. Akibat penjajahan pemikiran ini kaum muslim makin jauh dari Islam kaffah. Walhasil penjajahan tidak akan pernah hengkang dari negeri ini jika Indonesia masih menerapkan sistem kapitalisme.

Solusi Islam

Islam menganggap bahwa penjajahan yang dilakukan oleh Barat merupakan bentuk kezaliman kepada manusia dan ini sangat bertentangan dengan prinsip Islam, yaitu melindungi nyawa dan menyejahterakan manusia. Dengan demikian, Islam sangat anti terhadap penjajahan dan perbudakan serta memerintahkan kaum muslim untuk melawan dan mengusirnya. Allah berfirman,  "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Baqarah: 190).

Islam merupakan ideologi satu-satunya yang  mampu menghapus penjajahan di muka bumi ini sebab Khilafah memiliki tentara perang yang sangat kuat dan para panglima perangnya memiliki strategi perang yang luar biasa. Dorongan untuk berjihad di jalan Allah adalah untuk mendapatkan surga sehingga mereka tidak takut syahid di medan perang.

Baca: amanah-kapten-diplomasi-indonesia-telah-usai/

Hal tersebut terlihat ketika Rasulullah mendirikan Daulah Islamiah di Madinah dan mampu membawa masyarakat pada kesejahteraan. Kemudian di bawah kepemimpinannya, Makkah mampu terbebas dari cengkeraman orang-orang Yahudi dan menjadikan Ka'bah sebagai kiblat bagi orang-orang muslim. Selanjutnya, di bawah kepemimpinan Rasulullah dan khulafaurasyidin, Islam mampu menaklukkan dan membebaskan Jazirah Arab dan memerdekakan para budak.

Begitu pula pembebasan Baitulmaqdis pada bulan Rajab oleh Shalahuddin al-Ayyubi dari tangan tentara Salib. Baitulmaqdis awalnya telah dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khaththab dari Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) dengan perjanjian Umariyah. Hanya saja, selang beberapa abad, Yerusalem sempat direbut kembali oleh tentara Salib karena seruan provokatif dari Paus Urbanus II demi kepentingan penjajahan Prancis. Namun, Yerusalem dibebaskan kembali oleh Shalahuddin al-Ayyubi dan penduduknya hidup damai. Sampai akhirnya Daulah Khilafah Islamiah sebagai pelindung dan penjaga kaum muslim dihancurkan Inggris dan para penjajah mulai mendominasi dan membawa manusia pada kesengsaraan.

Khatimah

Dengan demikian, selama sistem Islam tidak diterapkan secara kaffah sebagai aturan kehidupan maka penjajahan akan tetap subur dan menggurita di seluruh negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. Sudah saatnya Islam memimpin dunia dan menghapuskan penjajahan. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Siti Komariah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kegagalan Membayangi Proyek Lumbung Pangan
Next
Penyanderaan Pilot dan Separatisme Papua
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Repatriasi Artefak, Menghapus Jejak Penjajahan […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram