Muslimah Mencari Peran Peradaban

Muslimah Mencari Peran Peradaban

Luruskan niat bahwa kita para muslimah berkiprah semata-mata karena Allah Swt. bukan karena pujian manusia atau pun yang lainnya

Oleh. Ratty S Leman
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Berbagai gelar kesarjanaan sudah diraih, ternyata para muslimah sadar bahwa gelar kesarjanaan bukan akhir sebuah cita-cita. Gelar kesarjanaan di berbagai tingkat itu hanyalah sekadar sarana untuk menentukan cita-cita yang lebih mulia dan agung, yakni menggapai keridaan Allah subhanahu wa ta'ala semata. Keridaan Allah Swt. memang tak mudah dicari, seperti halnya tak mudah para muslimah ini mendapatkan gelar kesarjanaan. Ada yang lulus S1, S2, S3, bahkan mendapat gelar profesor.

Mereka para muslimah ini justru menyadari bahwa gelar yang terbaik dan paling penting adalah gelar "takwa" kepada Allah Swt.  Gelar ini paling bergengsi karena tidak mudah meraihnya, bahkan penuh dengan kendala, hambatan, dan rintangan untuk memperolehnya. Dalam rangka menggapai rida Allah inilah para muslimah sibuk mencari aktivitas dan lahan untuk berkiprah.

Ilmu-ilmu yang mereka pelajari di perguruan tinggi sebenarnya sangat dibutuhkan umat. Jika mereka melakukan kiprahnya semata-mata ingin mengamalkan ilmunya dan pengabdian kepada umat, sebenarnya mudah saja dan tidak menjadi masalah. Landasan tujuan (qimah) amal mereka bersifat ruhiyah, insaniyah, dan khuluqiyah.

Namun persoalan muncul ketika mereka tidak ingin dalam beramal saleh sekadar 'gotong-royong' atau kerja bakti ramai-ramai saja. Para muslimah ini dihadapkan pada situasi dan kepentingan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Para muslimah ini mengharapkan kiprah mereka di ruang publik dan di masyarakat  dihargai  dengan imbalan yang sesuai dengan jenjang pendidikan dan status kesarjanaan mereka.

Apa Tujuan Amalmu, Muslimah?

Kebanyakan muslimah hari ini memiliki tujuan (qimah) amal berbentuk madiyah atau materi. Tidak ada yang salah dalam hal ini dan boleh saja kita menentukan tujuan amal kita. Karena tujuan amal itu bisa berbentuk ruhiyah, insaniyah, khuluqiyah, atau madiyah.

Namun, kehidupan kapitalistik, sekuler, dan materialistis sepertinya memang sudah pekat dan melekat di masyarakat, sehingga tanpa sadar kadang-kadang kita ikut terseret arus pola pikir yang demikian. Kesuksesan seseorang selalu diukur dengan pencapaian pengumpulan uang. Penghargaan kepada seseorang pun sering kali dilihat dari harta kekayaannya. Hampir di semua sektor kehidupan seolah-olah tidak ditemukan sisi keluhuran, selain uang atau materi. Wajar saja, karena hampir seluruh negara di dunia saat ini menganut sistem kehidupan yang kapitalistik dan materialistis.

Sebagai seorang muslimah, apalagi jika sudah mengkaji Islam secara kaffah (menyeluruh), apakah kita akan ikut-ikutan bersikap demikian? Mau melakukan sesuatu asal balasannya adalah materi saja? Kepribadian seorang muslimah itu khas.

Oleh karena itu mari kita tunjukkan "Isyahadu bi anna muslim", yang artinya sesungguhnya aku ini seorang muslim. Seorang muslimah dengan kepribadian yang khas. Cara berpikirnya khas, cara berperasaannya juga khas, serta diatur oleh aturan Islam yang khas. Maka lahirlah sosok-sosok muslimah dengan kepribadian yang khas, yaitu muslimah yang berkepribadian Islam.

Zaman sudah berubah dan kondisi semakin sulit. Gelar kesarjanaan di berbagai tingkat sudah tidak terlalu 'elite' lagi. Jika di zaman orang tua kita setingkat SMA saja masih dihargai dengan kedudukan tinggi, saat ini gelar sarjana sudah banyak orang menyandangnya, jumlahnya sangat banyak sehingga banyak yang menjadi pengangguran terdidik.

Muslimah Perbaiki Niatmu

Mulai saat ini, mari kita perbaiki niat dan menata keikhlasan dalam beramal. Luruskan niat bahwa kita para muslimah berkiprah semata-mata karena Allah Swt. memerintahkan kita beramal saleh (baik) untuk mendapatkan rida-Nya. Tetapi jangan berprasangka buruk bahwa kalau ikhlas artinya kita menafikan uang. Tidak sama sekali, itu pandangan yang keliru. Kalau perlu justru carilah uang sebanyak-banyaknya sebagai sarana menuju keridaan Allah subhanahu wa ta'ala.

Bukankah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam,  para sahabat, dan shahabiyah banyak yang kaya? Mereka banyak berkorban harta demi kejayaan Islam. Bagi seorang muslimin dan muslimah, bekerja dan berkarya merupakan suatu kebutuhan dalam beramal saleh menuju rida Allah. Seorang yang mengaku dirinya seorang muslimin dan muslimah, mereka tidak akan berhenti beramal baik dengan segenap kemampuan dirinya baik melalui tenaga atau pikirannya, baik diberi imbalan berupa uang atau tidak tergantung qimah (tujuan) yang ingin dicapainya.

Harapan mendapatkan materi berupa uang memang perlu, akan tetapi apakah hanya karena semata-mata uang kita mau bekerja atau berkarya? Sedangkan, jika tidak ada 'reward' (imbalan)  berupa uang kita lebih baik menganggur saja. Seperti dalam hal kiprah kita menulis untuk sarana berdakwah ini. Apakah harus ada imbalan yang menggiurkan dulu baru kita tergerak untuk menulis? Jika 'reward' atau upahnya besar mau menulis, namun jika upahnya kecil maka tidak mau menulis alias lebih baik menganggur.

Renungilah firman Allah di dalam Al Qur'an surah ke 26  yakni QS. As-Syu’ara ayat 109, 127, dan 145 yang titik beratnya kepada kalimat, "Aku tidak meminta bayaran kepadamu atas jerih payahku ini. Upahku hanyalah demi Rabb semesta alam."

QS. AS- Syu'ara ayat 109 :

وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍۚ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۚ

"Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam."

Ayat 127  :

وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍۚ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ

"Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu; imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam."

Ayat 145 :

وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍۚ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

"Dan aku tidak meminta sesuatu imbalan kepadamu atas ajakan itu, imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam."

Ayat ini diulang tiga kali dalam sebuah surah. Artinya, sangat penting pesan yang ingin Allah sampaikan kepada manusia, yakni sikap ibadah batin yang ikhlas. Ikhlas adalah ibadah hati tak bisa dilihat orang lain. Hanya Allah dan diri orang yang menjalaninya yang paling mengetahui dia ikhlas atau tidak.

Wallahu’ alam bishawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Ratty S Leman Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Generasi Rusak, Buah Sekularisme Pendidikan
Next
Telur, Cara Memilih dan Menyimpannya
4 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 month ago

Betul banget ini, harus meyakinkan genz anakku, biar lebih bersih niat dalam dirinya bukan sekadar mencari karir tapi meraih rida Allah. Meyakinkan ini adalah sebuah tantangan.

trackback

[…] Baca juga: Muslimah Mencari Peran Peradaban […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram