Gizi buruk yang diderita rakyat Sudan terutama anak-anak menjadi penyebab rentannya mereka terpapar kolera.
Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor Narasiliterasi.id dan Penulis Get Up, Guys!)
Narasiliterasi.id-Wabah kolera tengah menghantui Sudan. Salah satu negara di Benua Afrika ini menghadapi wabah mematikan, yaitu penyakit kolera. Wabah ini menjangkiti negeri yang diberi julukan bilad al sudan yang dalam Bahasa Arab berarti tanah orang kulit hitam. Ratusan jiwa telah kehilangan nyawa akibat penyakit ini.
Kementerian Kesehatan Sudan melaporkan kasus kolera telah menembus angka 15.000 dan korban meninggal dunia mencapai lebih dari 500 jiwa. Wabah ini telah berlangsung sejak bulan Agustus 2024 dan terus menyebar di 10 provinsi. (investor.id, 28-9-2024)
Wabah Kolera, Lonceng Kematian bagi Masyarakat Sudan
Kementerian Kesehatan Federal Sudan mengumumkan secara resmi mewabahnya kolera pada 12 Agustus 2024. Saat itu sebanyak 8.4547 kasus kolera dengan 299 orang meninggal dunia, dilaporkan di delapan negara bagian Sudan. Selain kolera, masyarakat Sudan juga dihadapkan pada wabah penyakit mematikan lainnya yaitu malaria, demam berdarah, rubela, dan campak.
Risiko terbesar terdampaknya wabah berbahaya ini adalah anak-anak. Sekitar 3,4 juta jiwa anak-anak di bawah umur lima tahun berisiko tinggi terkena penyakit ini. UNICEF untuk Sudan yang diwakili oleh Sheldon Yett dan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan WHO bergerak cepat dengan mengirimkan 404.000 dosis vaksin kolera oral. Tujuan kampanye vaksin ini adalah untuk mengendalikan dan membendung penyebaran kolera agar tidak makin meluas. (unicef.org, 17-9-2024)
Ancaman Wabah Kolera di Tengah Konflik Bersenjata
Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan mengganggu pencernaan. Penyakit ini menyebabkan diare berat dan dehidrasi dan biasanya menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
Kolera bukan penyakit yang baru di Sudan. Wabah ini telah berlangsung sejak tahun 2017 yang menewaskan sekitar 700 orang dan 22 ribu orang terinfeksi. Selain karena hujan lebat yang disertai banjir, kolera dapat dengan cepat menyebar karena buruknya santitasi.
Rakyat Sudan terutama anak-anak, saat ini harus berjuang agar selamat dari penyakit mematikan ini di tengah konflik internal yang tak kunjung mereda. Konflik bersenjata antara angkatan bersenjata Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) menyebabkan rusaknya fasilitas kesehatan, air bersih, sanitasi dan buruknya gizi anak-anak. Kondisi ini membuat anak-anak sebagai pihak yang paling rentan terdampak penyakit.
Konflik Berkepanjangan Internal Sudan
Sudan adalah salah satu negeri di benua hitam yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah. Gas alam, emas, perak, krom, granit dan berbagai bahan tambang terkandung di bawah tanahnya. Kondisi ini membuat negara-negara penjajah meneteskan air liurnya untuk mencicipi dan mengeruk kekayaan alamnya.
Afrika awalnya berada di bawah asuhan Khilafah Utsmani. Setelah kekhilafahan Islam terakhir ini runtuh, Afrika dikuasai oleh beberapa negara Eropa yaitu Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, Belgia, Jerman, Italia, dan Portugal. Afrika pun terbagi-bagi menjadi beberapa negara. Setelah berakhir Perang Dunia II, tersisa Inggris yang masih menguasai wilayah Afrika, termasuk Sudan.
Amerika Serikat yang mulai unjuk gigi menjadi negara adidaya, mulai bermanuver dengan menempatkan agen-agennya di Sudan. Melalui hasutan dan dilengkapi persenjataan, AS mengobarkan perlawanan masyarakat Sudan untuk memberontak kepada pemerintahnya yang berada dalam genggaman Inggris.
Alhasil, Sudan kerap terjadi konflik berdarah dan kekerasan. Apalagi, saat ini AS telah menuding tiga entitas elite Sudan di balik Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang senantiasa berseteru. Ketiganya adalah Zadna International Co for Development Ltd yang ada di belakang SAF, Al-Fakher Advanced Work Co Ltd yang membantu menghasilkan jutaan dolar untuk perang RSF, dan Al -Khalej Bank Company Ltd yang membiayai perang RSF.
Derita Rakyat Sudan dalam Kungkungan Kapitalisme
Imperialisme atau penjajahan adalah cara kotor dan keji yang dilakukan oleh negara besar. Ia adalah sifat yang diturunkan oleh sistem kapitalisme untuk menguasai bahan mentah berupa sumber daya alam suatu negara secara cuma-cuma. Kondisi ini dialami oleh Sudan pasca pendudukan negara-negara Eropa akibat pembagian wilayah setelah runtuhnya Daulah Islam.
Masyarakat Sudan dan negara-negara di Benua Afrika lainnya secara umum tidak mengenyam pendidikan dengan layak. Oleh karena itu, permainan kotor yang dilakukan oleh AS dengan menempatkan agen-agennya dengan dalih kemerdekaan wilayah Afrika dari cengkeraman Inggris setelah PD II, mendapat respons positif. Namun, alih-alih mengalami perbaikan nasib, Sudan tetap terpuruk di bawah hegemoni AS.
Konflik antara SAF dan RFS makin membuat masyarakat Sudan kian terpuruk. Pemerintah Sudan seakan-akan lalai dalam mengurus dan menyejahterakan rakyatnya dengan mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Apalagi para elite Sudan justru berebut untuk menikmatinya sendiri. Ditambah lagi, Sudan pun terjerat utang untuk meningkatkan perekonomian akibat konflik yang berkepanjangan.
Gizi buruk yang diderita rakyat Sudan terutama anak-anak menjadi penyebab rentannya mereka terpapar kolera. Kemiskinan yang membelit, membuat mereka terpaksa mengonsumsi makanan seadanya dan beradaptasi dengan lingkungan kotor. Jadilah wabah kolera seakan sulit dihilangkan dari Sudan.
Paradigma Islam dalam Menangani Wabah
Salah satu kewajiban seorang pemimpin negara adalah menjaga jiwa atau hifz an-nafs rakyat yang dipimpinnya. Maka, seyogianya ia akan senantiasa sigap melakukan penyelamatan agar tak ada warga yang kehilangan nyawa akibat wabah penyakit. Kalaupun ada korban meninggal atas kehendak Allah, maka dijaga agar tidak banyak jumlahnya. Rasulullah saw. bersabda, “Hancurnya dunia lebih mudah bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. an-Nasa’i dan at-Tirmidzi)
Baca: Wabah Kolera Mengguncang Sudan, Adakah Solusinya?
Yaron Ayalon dalam Natural Disasters in The Ottoman Empire: Plague, Famine, and Other Misfortunes menuliskan langkah-langkah yang diambil oleh khalifah di masa pemerintahan Khilafah Turki Utsmani ketika terjadi wabah.
Langkah tersebut adalah:
Pertama, mencegah penyebaran wabah agar tidak meluas. Khalifah memerintahkan agar melakukan karantina terhadap penduduk, pendatang, kapal-kapal di pelabuhan, dan melakukan tracing terhadap orang yang pernah melakukan perjalanan melewati kota yang terjangkit wabah. Karantina ini dilakukan untuk memisahkan penduduk yang sehat dan sakit agar tidak saling menularkan.
Kedua, mengurangi penderitaan masyarakat. Khalifah memberikan pengobatan dan perawatan terbaik kepada yang sakit, menyediakan makanan yang bergizi baik bagi pasien agar cepat pulih maupun yang sehat agar memiliki kekebalan tubuh. Khalifah juga memberikan bantuan kepada keluarga terdampak dan menjaga agar perekonomian tetap berjalan.
Ketiga, mencegah wabah penyakit datang kembali. Upaya preventif yang dilakukan khalifah adalah menjaga sanitasi kota dengan membersihkan jalan, selokan, saluran air, dan mencegah binatang pembawa penyakit berkembang biak di tempat yang kotor. Semua yang dilakukan oleh khalifah adalah sebagai bentuk pertanggungjawabannya sebagai pemimpin yang diberikan amanah oleh Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dia pimpin.” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam bish-shawaab []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com