Beer dan Wine Bersertifikat Halal, kok Bisa?

Beer dan Wine Bersertifikat Halal kok Bisa?

Alhasil label halal bukan dijadikan standar kepentingan rakyat, melainkan demi mendongkrak penjualan di kalangan masyarakat yang notabene muslim.

Oleh. Agus Susanti
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Lagi, rakyat Indonesia dihebohkan dengan penemuan beberapa produk yang masuk dalam daftar sertifikat halal BPJPH Kementerian Agama (Kemenag), di antaranya dengan merek Beer, Tuyul, Tuak, dan Wine.

Klarifikasi LPPOM terhadap Beer dan Wine

Menanggapi hal tersebut Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetik (LPPOM) menyampaikan klarifikasi melalui detikHikmah.com pada Rabu (2–10–2024), LPPOM menyebut 25 produk dengan kata kunci wine adalah produk nonpangan dan semuanya berupa produk kosmetik yang hanya menggunakan unsur warna, jadi bukan dengan zat seperti rasa maupun aroma.

Kemudian untuk produk dengan nama bir hanya diperuntukkan bagi produk minuman tradisional yakni bir pletok dan bukan merupakan minuman yang mengandung khamar. LPPOM juga memberikan klarifikasi mengenai tiga produk yang menggunakan kata beer, saat ini sudah tidak ditemukan lagi. Hal itu dikarenakan pihak pelaku usaha telah mengajukan permohonan perubahan nama sesuai ketetapan halal (KH). Namun, LPPOM dalam klasifikasi mengatakan bahwa proses pemeriksaan halal yang dilakukan LPH LPPOM tidak pernah meloloskan produk dengan nama Tuak maupun Tuyul.

MUI: Kami Tidak Bertanggung Jawab

Dilansir dari mui.or.id, pertemuan yang dipimpin oleh Ketua MUI Bidang Fatwa Prof. KH. Asrorun Ni'am Sholeh di Kantor MUI pusat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, pada 30–9–2024 (sore hari). Beliau membenarkan kevalidan informasi tentang produk dengan nama Wine, Tuak, Beer, serta Tuyul yang kontroversi karena berlabelkan halal. Hanya saja, perolehan sertifikat halal tersebut melalui jalur self declare, tanpa melalui audit lembaga pemeriksa halal (LPH), dan tidak ada penatapan halal dari Komisi Fatwa MUI. Hal ini tentu menyalahi standar yang sudah ditetapkan MUI. Oleh karena, itu MUI berlepas tangan akan kejadian tersebut.

MUI dalam fatwa Nomor 4 Tahun 2003 menetapkan beberapa kriteria yang menjadi standar halal, di antaranya tidak dibenarkan menggunakan nama maupun simbol makanan atau minuman yang mengarah pada kebatilan dan kekufuran. Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 yang mengatur terkait pemberian nama produk, bentuk serta kemasan, dan tidak boleh menggunakan simbol ataupun nama benda yang merujuk pada hewan yang diharamkan seperti khamar/alkohol dan babi, kecuali produk yang sudah menjadi tradisi (urf). Namun, sudah dipastikan tidak mengandung unsur yang diharamkan dalam Islam, seperti bakpao, bakmi, bakpia, dan bakso.

Beer dan Wine Memancing Kecurigaan Rakyat

Sebagai seorang muslim, sudah menjadi kewajiban untuk memastikan hanya mengonsumsi makanan yang halal dan baik, sebagai firman Allah Swt. yang artinya:
"Wahai manusia, makan dan minumlah apa yang halal lagi baik untukmu, dan janganlah engkau ikuti langkah setan," (QS. Al-Baqarah ayat 168)

Oleh karena itu, umat butuh kepastian akan kandungan bahan pangan yang akan mereka konsumsi. Rakyat bisa melakukan pengecekan melalui komposisi yang tertera dalam setiap bungkus kemasan makanan/minuman. Adanya label halal dari MUI dan LPPOM merupakan hal yang akan memudahkan rakyat dalam memastikan keamanan dan kehalalan untuk dikonsumsi.

Lolosnya produk yang mirip dengan barang haram tetapi berlabelkan halal tentu memancing kecurigaan rakyat, pasalnya produk yang telah dikonfirmasi bebas dari unsur haram tersebut menggunakan nama-nama yang menyerupai produk haram seperti Wine, Tuak, Beer, bahkan Tuyul. Meskipun sudah ada ketentuan yang ditetapkan oleh fatwa MUI dalam pemberian nama produk/kemasan, nyatanya masih ada produk-produk yang lolos dengan nama-nama yang tidak lazim (beer, wine) bagi masyarakat muslim.

Indonesia merupakan negara yang berpenduduk mayoritas muslim, sudah seharusnya lebih memperketat perhatian pada kepentingan rakyat, terutama urusan pangan. Karena salah dalam pemberian nama produk akan menimbulkan kecurigaan rakyat, apakah benar produk yang sudah mengantongi label halal tersebut benar-benar halal untuk dikonsumsi? Hal ini tentunya menambah masalah sehingga rakyat harus ekstra waspada dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keluarga.

Baca: Beer dan Wine Bersertifikat Halal, kok Bisa?

Jaminan Halal Adalah Hak Rakyat

Kaum muslimin dalam setiap perbuatan harus mengikuti perintah Allah Swt., begitu pula ketika hendak mengonsumsi makanan dan minuman harus memastikan bahwa yang ia konsumsi adalah halal. Bagi seorang muslim mengonsumsi makanan haram bukan hanya akan menanggung dosa. Akan tetapi, ada dampak lain yang akan ia diterima, di antaranya tertolak atau tidak diterimanya doa.

Sebagaimana HR. Muslim, "Seorang musafir pria berjalan jauh, rambutnya berantakan dan wajahnya penuh debu. Ia mengangkat kedua tangan dan berdoa, 'Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku!' sedangkan ia mengonsumsi makanan yang tidak halal, lantas bagaimana doanya akan diterima."

Maka sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan hanya makanan yang halal yang boleh beredar dan dikonsumsi oleh rakyatnya. Karena pemimpin negara adalah pengurus bagi rakyat, ia bukan hanya bertanggung jawab dalam urusan dunia melainkan hingga urusan akhirat.

Dibentuknya lembaga penjamin kehalalan merupakan solusi pemerintah untuk memenuhi hak rakyat terkait jaminan makanan/minuman halal. Namun, sayangnya dalam negara yang menerapkan kapitalisme, hal tersebut akan sulit terealisasi. Sistem kapitalisme dengan landasan sekularisme menafikan aturan agama dalam kehidupan. Alhasil label halal bukan dijadikan standar kepentingan rakyat, melainkan demi mendongkrak penjualan di kalangan masyarakat yang notabene muslim.

Kecurangan demi kecurangan sangat mungkin terjadi, baik dari segi memperoleh sertifikat halal maupun manipulasi perubahan bahan pangan sebelum atau sesudah dilakukan pengecekan dalam melakukan sertifikasi halal. Kasus viral wine berlabel haram yang sebelumnya hingga berakhir penarikan sertifikat halal dan sampai ke jalur hukum menjadi bukti yang tidak bisa dinafikan.

Islam Wujudkan Jaminan Halal

Dalam Islam perkara yang halal maupun haram sudah jelas antara keduanya. Maka sesuatu yang samar atau tidak jelas, Islam menganjurkan untuk meninggalkannya. Sabda Rasulullah, "Tinggalkanlah perkara yang meragukan kamu dan beralihlah pada yang kamu yakini kebenarannya." (HR. Tirmidzi dan Nasa'i)

Hadis tersebut menjelaskan untuk meninggalkan perkara yang meragukan, sebab apabila memaksakan pada hal yang masih belum jelas dapat mengantarkan kita pada perkara haram.

Oleh karena itu, Islam akan memastikan secara rutin berbagai bahan makanan dasar maupun siap saji yang akan beredar di pasar sudah terjamin kehalalannya. Pemimpin Islam memahami kewajiban dalam melindungi umat yang ada dalam kepemimpinannya, hal ini tentu dengan dorongan landasan iman. Negara akan semaksimal mungkin menjaga agar rakyatnya tidak mengonsumsi makanan yang haram. Pemimpin Islam akan memberlakukan pengawasan dan pemberian sanksi yang sangat tegas bagi siapa saja yang berani memproduksi atau memperjualbelikan barang-barang atau bahan pangan yang mengandung unsur haram.

Bila dibutuhkan, pemerintah Islam juga akan memberlakukan pemberian label halal, hanya saja hal ini difasilitasi oleh negara dan bukan dibebankan pada produsen. Khalifah Umar pernah mencontohkan, beliau pernah memerintahkan para wali yang ada di setiap daerah untuk membeli dan membunuh semua babi, agar tidak ada transaksi jual beli sesuatu yang diharamkan. Pembelian dilakukan dengan memotong jizyah (pajak bagi nonmuslim), hal ini menunjukkan bahwa pengaturan kehalalan didukung penuh dari biaya pemerintah, sebab jizyah termasuk salah satu sumber pemasukan negara.

Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Agus Susanti Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Telur, Cara Memilih dan Menyimpannya
Next
Rasa Takut dan Cara Menaklukkannya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] juga: Beer dan Wine Bersertifikat Halal, kok Bisa?Keempat, sanksi tegas. Khilafah akan memberikan sanksi tegas dan keras kepada siapa saja yang […]

Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 month ago

Zaman yang membingungkan. Produk yang mirip dengan barang haram tetapi berlabelkan halal, dan sebaliknya.

Umat harus waspada!

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram