Forgiven, Not Forgotten

Forgiven Not Forgotten

Forgiven, not forgottenSegala perbuatan Wahsyi semasa belum beriman memang dimaafkan, tetapi perbuatannya dahulu tetap dalam ingatan.

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

Narasiliterasi.id-Forgiven, not forgotten. Dimaafkan, tetapi tidak dilupakan. Pernahkah kau mengalaminya? Apakah itu tanda maaf yang tidak tulus?

Kalau boleh saya katakan sepertinya tidak demikian. Ada hal-hal dari masa lalu yang tak bisa dilupakan meski bertahun-tahun telah lewat. Ada kenangan indah atau menyenangkan yang mendamaikan hati. Sebagian lainnya berupa peristiwa traumatis atau kejadian buruk yang menyisakan luka.

Luka inilah yang sering kali terus membayangi. Luka yang membekas pada raga dan sukma. Bekas luka yang menyimpan detail bagaimana dahulu ia tercipta. Meski sakitnya sudah tak lagi berasa, tetapi bekasnya masih ada. Tak bisa hilang. 

Forgiven, not forgotten. Maaf yang telah diberikan tak lantas menghapus luka begitu saja. Hati memang tak lagi sakit mengingatnya. Pun rasa sudah biasa saja saat melihat orang yang pernah membuat luka. Namun, ingatan tak bisa lupa tentangnya.

Forgiven, not forgotten. Dimaafkan, tetapi tidak dilupakan. Tidak berarti terus teringat pada mereka yang pernah menyakiti menjadi tanda ketidaktulusan memberi maaf. Momen yang berkesan mendalam dalam hidup tersimpan dalam memori kita untuk waktu yang lama atau bahkan selamanya.

Forgiven, not forgotten. Tidak melupakan penyebab luka bukan berarti hati sempit atau tak lapang dada. Kadang kala, ingatan tersebut muncul sendiri. Bukan tanpa sebab pastinya. Mungkin itu untuk menyisir dendam dan amarah yang masih terselip. Mungkin itu untuk menguji seberapa legawa hatimu. Bisa jadi itulah jalanmu untuk menjadi lebih bijak dalam menyikapi segala sesuatunya.

When Wahsyi was Forgiven, but Not Forgotten

Mari kita coba mengurai hikmah dari kisah seorang budak berkulit hitam dari Etiopia bernama Wahsyi bin Harb. Wahsyi adalah orang yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah. Pembunuhan ini dilakukan Wahsyi saat ia masih kafir.

Namun, perbuatan Wahsyi itu dimaafkan usai ia bersyahadat dan beriman Islam. Orang kafir yang kemudian masuk Islam, maka akan diampuni segala dosa-dosanya di masa lalu. Allah ampuni dosa-dosanya setelah ia bersyahadat sebagaimana yang dinyatakan dalam surah Al-Anfal ayat 38:

قُل لِّلَّذِينَ كَفَرُوا إِن يَنتَهُوا يُغْفَرْ لَهُم مَّا قَدْ سَلَفَ وَإِن يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّتُ الْأَوَّلِينَ

“Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh akan berlaku (kepada mereka) sunah orang-orang terdahulu.”

Itu adalah pernyataan Allah sendiri, maka Rasulullah tentu mematuhinya. Beliau memaafkan perbuatan Wahsyi semasa kekafirannya. Wahsyi tidak disanksi sebagaimana aturan syariat karena telah bertobat dan beriman Islam.

Namun, kehilangan paman tercinta tentu membuat Rasulullah amat sedih. Apalagi bila melihat sosok Wahsyi, pasti luka tersebut akan muncul kembali. Manusiawi, karena itulah beliau enggan melihat Wahsyi. Bukan karena benci, tetapi demi menjaga hati. Ini juga dalam rangka menaati ketetapan Allah Swt.

Usai Wahsyi bersyahadat, Rasulullah bertanya bagaimana ia membunuh sang paman. Mendengar cerita Wahsyi tersebut, Rasulullah pun langsung memalingkan muka darinya. Beliau tak mau lagi melihat wajah Wahsyi.

Wahsyi pun tahu diri. Sejak saat itu, ia tidak berani menampakkan diri di hadapan Rasulullah. Meskipun sudah dimaafkan, tetapi ia merasa sangat menyesal atas perbuatannya di masa lalu. Wahsyi bertekad untuk menebus kesalahannya. Ia berusaha memperbaiki diri dan berjuang sungguh-sungguh untuk Islam.

Wahsyi memang telah masuk Islam, tetapi tidak lantas menghapus fakta bahwa ialah yang secara kejam menghabisi paman Rasulullah. Segala perbuatan Wahsyi semasa belum beriman memang dimaafkan, tetapi perbuatannya dahulu tetap dalam ingatan. He was forgiven, not forgotten. Manusia memaafkan perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan syariat. Namun, sebagai manusia, wajar bila gejolak perasaan muncul ketika melihat sosok pembunuh keluarga atau kesayangan kita.

Wahsyi tidak dihukum atas pembunuhan terhadap paman Rasulullah karena itu dilakukan semasa ia masih kafir. Begitu Wahsyi memeluk Islam, ia dimaafkan atas hal itu. Ia tidak dibunuh sebagaimana sanksi dalam syariat Islam. Orang-orang juga tidak mengincarnya untuk membalas dendam. Namun, dengan enggannya Rasulullah melihat wajah Wahsyi sudah cukup menjadi konsekuensi yang harus ditanggungnya. Itulah mungkin ‘sanksi’ yang diterima Wahsyi.

Baca juga: Ya Allah Maafkan Kejahiliahanku

Bagaimana pun, hukum tabur tuai tetap berlaku. Tidak ada perbuatan yang tak memiliki dampak. Wahsyi was forgiven, but not forgotten. Namun demikian, Wahsyi tak patah arang. Ia jadikan itu sebagai pelecut untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Menundukkan Perasaan pada Syariat

Perbuatan yang pernah dilakukan tidak bisa dihapus begitu saja seperti menghapus tulisan di kertas. Bahkan, tulisan yang telah dihapus pun tetap meninggalkan bekasnya. Tulisannya bisa saja telah hilang, tetapi bekas yang dihapus itu masih kentara. Bekas itulah yang akan mengantarkan ingatan kita kembali pada masa sebelum tulisan tersebut dihapuskan.

Bersyukur kita punya Islam yang menuntun perasaan agar tidak mengembara sesukanya. Syariat Islam menata hati dan perasaan agar tidak menjadi pengendali dalam bertindak ataupun berkata. Ketika syariat telah menetapkan sesuatu, maka wajib bagi setiap muslim untuk menaatinya secara lahir dan batin. Forgiven, not forgotten bukan karena dendam dan benci, tetapi demi menjaga hati.

Hukum syariat dijalankan sebagaimana perintah dari Allah Swt., bukan disandarkan pada perasaan manusia. Perasaan yang harus tunduk pada syariat-Nya. Bila Allah saja mengampuni dosa manusia, maka sungguh tak layak bila kita enggan memaafkan orang yang pernah menyakiti kita. Jika yang bersangkutan telah meminta maaf dan sungguh-sungguh bertobat, maka sudah sepatutnya kita membuka pintu maaf. Siapa kita yang merasa sombong dengan menutup pintu maaf seakan kita yang memilikinya?

Forgiven, not forgotten bisa terjadi pada siapa saja. Manusiawi rasanya bila kita memaafkan beberapa hal, tetapi sulit untuk melupakannya. Tidak apa, teruslah berusaha melapangkan hati dan menyemai keikhlasan atas setiap perkara yang menimpa diri.

Kalau pun orang yang menyakiti tak pernah meminta maaf atau menyadari kesalahannya, tetaplah berusaha memaafkannya meski berat. Bukan untuknya, tetapi agar ringan di hati. Ada banyak kebaikan bagimu yang memberi maaf terlebih dahulu. Dengan begitu pun, selesailah urusanmu dengannya. Selebihnya, biar ketetapan Allah yang berbicara.

Wallahu a’lam bish-shawaab []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Deena Noor Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Sekolah Tanpa Gedung, Potret Miris Pendidikan
Next
Wakil Rakyat Wakili Tunjangan dari Rakyat
3 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

7 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Irma sari rahayu Rahayu Irma
Irma sari rahayu Rahayu Irma
1 month ago

Saya banget ini. Bisa memaafkan tapi belum tentu bisa melupakan kejadiannya

Deena
Deena
1 month ago

Jazakillah khoir Nali

trackback

[…] Baca: Forgiven not Forgotten […]

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
29 days ago

MasyaAllah, mbak Deena. Hati ini selalu bergetar ketika ada kisah-kisah Rasullullah tercinta dan sahabatnya. Meskipun hanya cuplikan kisah ya cukup bagi saya ini membuat dada makin rindu bertemu Beliau. Ada mata yang mulai berembun ketika ingat beliau, ketika tertulis luka hati beliau, serasa ikut merasa.

Mimy Muthmainnah
Mimy Muthmainnah
29 days ago

Masyaallah tabarakallah Mb Dina naskahnya keren. Sukses dunia akhirat selalu. Aamiin

trackback

[…] Baca: Forgiven not Forgotten […]

Atien
Atien
22 days ago

Masyaallah. Bisa memaafkan tapi tak kuasa untuk melupakan. Berusaha melupakan tapi tetap ada celah yang menyimpan luka. Beratnya menyimpan luka itu. Alhamdulillah, Islam datang memberikan solusi agar hati tak terlalu tersakiti.
Barakallah mba @Dina. Naskahnya sarat dengan makna yang begitu dalam.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram