Tirani Assad Pergi, Kemenangan Hakiki?

Apakah keberhasilan menyingkirkan tirani Assad merupakan kemenangan hakiki umat Islam? Sejatinya kemenangan yang hakiki adalah ketika negara mampu berdaulat tanpa campur tangan pihak asing.

Oleh. R. Raraswati
(Kontributor Narasiliterasi.com)

Narasiliterasi.id-Tirani Assad meninggalkan Suriah menjadi sejarah baru dalam dunia Islam. Telah terukir keberhasilan para mujahidin mengakhiri kekuasaan tirani Bashar al-Assad di Suriah. Berbagai penderitaan kaum muslimin akibat kekejaman rezim berakhir setelah kelompok pejuang oposisi mengumumkan tirani Bashar al-Assad telah melarikan diri pada Minggu, 8 Desember 2024. Perginya tirani dari tanah Suriah menandakan jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad dan dikuasainya ibu kota Damaskus oleh Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) dengan komandan Abu Muhammad al-Julani. Namun, apakah ini awal kemenangan hakiki bagi umat Islam?

Konflik Suriah

Tirani Assad terkenal dengan pemerintahan otoriter di Suriah. Bashar al-Assad merupakan penerus rezim Assad sekaligus keturunan Hafedz al-Assad yang menjalankan pemerintahan secara otoriter. Rakyat merasa tidak puas dengan pemerintahan tersebut hingga muncul kelompok remaja pada 11 Maret 2011 yang menggambarkan antipemerintahan. Mereka menyampaikan slogan berisi ajakan menggulingkan tirani Bashar al-Assad.

Sayangnya pemerintah Suriah menanggapi aksi tersebut dengan kekerasan. Seluruh pemuda yang dianggap terlibat dalam penyampaian slogan antipemerintah dipenjarakan dan disiksa pihak kepolisian. Tindakan tersebut menyebabkan aksi protes masyarakat kian luas hingga ke kota-kota lain di Suriah.

Sejatinya berbagai aksi tersebut tidak lepas dari fenomena Arab Spring yang mulai muncul tahun 2010. Fenomena ini yang mendorong gerakan revolusioner masyarakat akibat rezim otoriter. Mengulik buku karya Dina Y. Sulaiman yang berjudul Membongkar Persekongkolan Multinasional (tahun 2013), Bashar al-Assad memerintahkan kepolisian dan militer untuk menghalalkan berbagai cara dalam menghadapi aksi protes rakyatnya. Akibatnya, masyarakat Suriah hidup dalam cengkeraman tirani yang terus berusaha memadamkan suara rakyat. Kondisi ini diperparah adanya korupsi, ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi pada pemerintahan Assad selama bertahun-tahun.

Perjuangan Mujahidin

Tirani Assad telah menimbulkan berbagai masalah yang kompleks di Suriah. Kekejaman terhadap masyarakat diperkuat dengan oleh militer Rusia, Iran, dan kelompok milisi Syiah yang sulit ditumbangkan. Namun, perjuangan mujahidin tak pernah berhenti. Dukungan umat muslim di penjuru dunia juga terus mengalir baik secara materi maupun moral dan doa. Kaum muslimin yakin betapa kemenangan Islam akan terwujud dengan kekuatan fisik dan kesabaran dalam meyakini pertolongan Allah.

Keyakinan tersebut diperkuat dengan janji Allah terhadap orang-orang yang sabar sebagaimana ayat berikut, “Berapa banyak kelompok kecil mampu mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 249)

Ayat tersebut membuktikan pertolongan Allah telah dirasakan oleh para mujahidin yang berhasil menumbangkan kekuasaan tirani meski didukung kekuatan besar Rusia beserta anteknya. Sekalipun demikian, perjuangan mujahidin harus dibarengi kesabaran dan keikhlasan atas pengorbanan harta, keluarga, serta banyak hal lainnya.

Mengenal Hay'at Tahrir al-Sham dan Abu Muhammad al-Julani

Menurut Wikipedia, Hay’at Tahrir al-Sham (HTS) merupakan organisasi pembebasan Syam yang lebih dikenal dengan sebutan Tahrir al-Sham. Organisasi ini adalah kelompok Islam Sunni yang aktif terlibat pada perang saudara di Suriah. Kelompok yang dibentuk pada tanggal 28 Januari 2017 ini merupakan gabungan antara Jabhat Fateh al-Sham, Front Ansar al-Din, Liwa al-Haqq, Jaysh al-Sunna, dan gerakan Nour al-Din al-Zenki.

Mengutip dari news.detik.com (11-12-2024) bahwa Muhammad al-Julani yang merupakan pemimpin utama HTS mengumumkan tumbangnya tirani Assad pada Minggu (8-12-2024) di Masjid Umayyah. Sebelum menjadi pemimpin HTS, Julani pernah bergabung dengan Al-Qaeda. Namun, pada tahun 2011, Julani mulai menjalankan misi nasionalis, membelot dari misi kekhilafahan global Al-Qaeda.

Awal tahun 2017 ia bersama HTS berhasil menguasai sebagian besar Provinsi Idlib. Di wilayah tersebut HTS mendirikan pemerintahan sipil. Saat itu HTS dituduh sebagai teroris Islam oleh PBB, Amerika, Inggris, dan beberapa negara lain. Bedasarkan laporan yang pernah dilansir VIVA Militer dari Middle East Eye, Amerika menghargai US$10 juta atau sekitar Rp158,7 miliar untuk kepala Al-Julani. Namun, pascakeberhasilan Al-Julani menumbangkan rezim Al-Assad, Amerika mempertimbangkan penghapusan namanya sebagai buronan teroris. (viva.co.id, 10-12-2024)

Sudahkah Teraih Kemenangan Hakiki?

Penghapusan nama Al-Julani dari daftar buronan teroris oleh Amerika menimbulkan pertanyaan, apakah keberhasilan menyingkirkan tirani Assad merupakan kemenangan hakiki umat Islam? Sejatinya kemenangan yang hakiki adalah ketika negara mampu berdaulat tanpa campur tangan pihak asing.

Kenyataannya, Barat tidak akan membiarkan Suriah menjadi negara yang belandaskan Islam, menjalankan syariat Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah. Barat senantiasa melakukan berbagai cara untuk mencegah hal itu terjadi karena kehadiran Khilafah akan merusak tatanan kapitalisme yang selama ini mereka bangun. Mereka juga tahu Khilafah mampu menghapus keberadaan Zionis Yahudi dari bumi Palestina. Maka dari itu, Barat melakukan pendekatan dengan menghapus Al-Julani sebagai teroris, tentunya dengan berbagai syarat yang membuat Suriah bisa dikendalikan.

Satu sisi umat Islam patut bersyukur atas pengorbanan besar rakyat Suriah dalam revolusi yang mampu mengakhiri kezaliman tirani Assad atas pertolongan Allah. Bukti nyata kezaliman rezim Assad adalah banyaknya tahanan yang dibebaskan dari penjara-penjara yang gelap dan penuh ketidakadilan. Segala puji bagi Allah atas pertolongan-Nya hingga umat Islam meraih kemenangan.

Di sisi lain umat Islam harus ingat salah satu prinsip utama revolusi Syam yang diberkahi adalah menghancurkan seluruh sistem sekuler dengan semua pilarnya, simbol, konstitusi, dan lembaga represifnya baik militer maupun keamanan. Sistem yang diterapkan pascakemenangan harus berasas akidah Islam, bukan dari rancangan musuh.

Baca juga: Kepemimpinan Ideologis, Solusi Pembebasan Palestina

Fokus Raih Kemenangan Hakiki

Kaum muslimin harus fokus dengan prinsip menerapkan Islam secara menyeluruh dengan izin Allah agar tidak mengulang kejadian pascarevolusi di Mesir, Tunisia, Libya, dan Yaman. Revolusi yang setengah-setengah justru dapat mematikan dan bergantung pada sistem lain yang akan menghancurkannya.

Untuk menghargai pengorbanan para syuhada, maka rasa syukur atas kemenangan ini harus diwujudkan dengan terus berjuang menegakkan syariat-Nya. Diwujudkan melalui pemerintahan Islam beserta konstitusinya dan negara Khilafah Rasyidah sesuai manhaj kenabian. Dengan demikian, umat Islam akan meraih rida Allah, melindungi kaum muslimin, dan membebaskan tempat-tempat suci. Sesungguhnya Allah telah mengabarkan kemenangan itu dalam firman-Nya,

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan Kami hendak meneguhkan kedudukan mereka di bumi serta memperlihatkan kepada Fir’aun, Haman, dan bala tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka.” (QS. Al-Qasas: 5-6)

Semoga dari ayat tersebut mampu meneguhkan Suriah untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah Rasyidah sesuai manhaj kenabian. Lantas mampu meletakkan kedaulatan di tangan sarak. Dengan itu, kemenangan hakiki dapat diraih dan dirasakan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Wallahualam bissawab. []

Janji Pemimpin Terpilih yang Dinanti

Janji-janji sudah menjadi kebiasaan para calon pemimpin. Prabowo Subianto pun bermulut manis akan membangun tiga juta hunian setiap tahun. Kini, janji itu dinanti rakyat.

Oleh. R. Raraswati
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Janji-janji sudah menjadi kebiasaan para calon pemimpin. Sejak mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto pun bermulut manis akan membangun tiga juta hunian setiap tahunnya. Kini, janji itu dinanti rakyat. Akankan sang pemimpin terpilih mampu memenuhi kata-kata manisnya?

Sebagaimana dilansir TEMPO.CO (1-9-2024), janji presiden terpilih Prabowo Subianto akan membangun tiga juta hunian setiap tahun dibenarkan Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo. Hashim menjelaskan rincian pembangunannya adalah dua juta unit rumah di pedesaan dan satu juta unit berupa apartemen di perkotaan.

Baca juga :Program 3 Juta Hunian, Akankah Terwujud?

Hashim juga memaparkan bahwa janji pembangunan dua juta unit rumah di pedesaan akan dipercayakan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Menurutnya, hal ini diambil dengan tujuan untuk mendorong UMKM di daerah agar bisa berkembang sekaligus membentuk kelas menengah baru. Untuk itu, perusahaan kontraktor besar dilarang mengambil proyek ini.

Sementara itu, untuk pembangunan apartemen di perkotaan pemerintah akan bekerja sama dengan pemerintah daerah hingga mencapai satu juta hunian. Adanya pembangunan tempat tinggal, baik di pedesaan maupun di kota, tentu sangat menggembirakan masyarakat. Namun, ketika melihat ke belakang, para pemimpin sebelumnya banyak yang ingkar. Lalu, mungkinkah semua itu bisa terwujud?

Janji yang Dinanti

Setelah terpilih sebagai pemimpin, semua janji yang ditebar selama kampanye akan dinanti masyarakat. Namun, selama ini pemimpin yang telah terpilih justru sering membuat kebijakan yang tidak sesuai janji-janji yang diucapkan saat kampanye. Salah satu contoh janji Jokowi yang terpilih pada Pilpres 2014 lalu adalah menjaga stabilitas harga termasuk BBM. Pada kenyataannya BBM telah mengalami kenaikan harga hingga 7 kali selama era Jokowi dalam 2 periode kepemimpinannya.

Dalam hal penyediaan tempat tinggal, pemerintah memang membuat program “rumah murah” di beberapa tempat. Namun, program tersebut akhirnya terbengkalai dan memprihatinkan. Hal tersebut terjadi karena beberapa penyebab, di antaranya adalah fasilitas yang ditawarkan tidak sesuai dengan kenyataan, termasuk lokasi yang tidak strategis. Terbengkalainya rumah murah program pemerintah tersebut membuktikan tidak adanya kesungguhan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tempat tinggal yang layak. Belum lagi adanya program Tapera yang dinilai banyak kalangan justru membebani rakyat dan tidak memberi solusi.

Janji Pemimpin dan Kemampuan Masyarakat

Sejatinya pemerintah telah berusaha memenuhi janji menyediakan tempat tinggal yang terjangkau masyarakat hingga disebut “rumah murah”. Namun, beberapa perumahan tersebut justru terbengkalai karena masih rendahnya daya beli masyarakat. Hal ini terbukti banyaknya kredit macet KPR.

Kredit macet KPR terjadi karena awalnya konsumen mampu membayar uang muka angsuran. Namun, karena adanya PHK atau kegagalan dalam usaha, mereka kesulitan membayar cicilan selanjutnya, akibatnya rumah disita dan dilelang. Belum lagi melonjaknya harga-harga kebutuhan sebagai akibat tingginya harga bahan bakar. Sementara untuk mencari pembeli baru tidaklah mudah, meskipun rumah hasil sitaan lebih murah.

Berbagai keadaan itulah rakyat sulit mewujudkan memiliki rumah layak huni. Alih-alih untuk membeli rumah, dalam memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja banyak kalangan menengah ke bawah mengalami kesulitan. Masyarakat tidak hanya butuh tersedianya rumah layak huni dengan fasilitas memadai dan tempat yang strategis, tetapi juga perlu dibantu mendapatkan pemasukan yang cukup. Jadi, sebenarnya memang kemampuan membeli rumah dari masyarakat sangat rendah sehingga kredit “rumah murah” pun tidak mampu menyelesaikan permasalahan ini.

Kemampuan masyarakat yang rendah tersebut, butuh peran negara memberi solusi. Jadi negara tidak hanya berusaha mewujudkan janji membangun rumah, tetapi juga memberi solusi agar masyarakat mampu membelinya.

Peran Negara Memenuhi Janji

Memiliki tempat tinggal yang layak adalah kebutuhan pokok setiap rakyat. Rumah termasuk kebutuhan individu yang memerlukan peran negara dalam memenuhinya meski tanpa janji. Dalam Islam, negara yang dianggap penguasa (khalifah) wajib hadir memberi layanan yang baik karena tugasya adalah mengurus urusan rakyat (raa'in), sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Bukhari)

Dari hadis tersebut maka kebutuhan rakyat terhadap rumah yang layak menjadi tanggung jawab pemerintah (Khilafah), tanpa adanya iuran wajib dari rakyat. Negara tidak bertindak sebagai pengumpul dana rakyat, melainkan berperan memenuhi kebutuhannya. Pemimpin terpilih akan secara otomatis memenuhi kebutuhan rumah bagi rakyat walaupun tanpa janji di masa pemilihan.

Ketersediaan Tempat Tinggal Tanggung Jawab Negara

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah Islam dalam membantu rakyat untuk memiliki rumah yang layak, di antaranya adalah:

Pertama, pemerintah membuat iklim ekonomi sehat yang menjadikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan serta penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan keluarga termasuk rumah yang layak huni.

Kedua, pemerintah melarang praktik ribawi, termasuk dalam kepemilikan rumah. Pemerintah dalam hal ini Khilafah akan menghilangkan kepemilikan lahan yang luas oleh swasta/korporasi dan lebih mengutamakan kepemilikan lahan untuk rakyat yang mampu mengelolanya.

Ketiga, pemerintah akan membantu rakyat dengan memberi subsidi bagi kepemilikan rumah melalui baitulmal. Jadi, rakyat tidak dipaksa menabung dahulu dan hasilnya baru diberikan setelah masa pensiun atau saat tidak memenuhi syarat sebagaimana Tapera.

Demikianlah sistem Islam menjadikan rakyat memiliki rumah tanpa memberatkan rakyat. Khilafah akan berusaha berperan sebagai pelayan yang adil dengan tujuan mencapai rida Allah Swt. sebagaimana sabda Rasulullah saw.; "Sesungguhnya Allah-lah Yang Menciptakan, Memegang dan Melapangkan; Yang Maha Pemberi rezeki; dan yang menentukan harga. Aku tidak berharap akan berjumpa dengan Allah kelak, sementara ada seseorang yang menuntutku karena kezaliman yang aku perbuat kepadanya dalam perkara yang berkaitan dengan darah atau harta." (HR. Ahmad)

Dari hadis tersebut, kita harus yakin dan tidak boleh ragu untuk menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah. Allah telah mengingatkan manusia melalui Al-Qur'an yaitu:

َلْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيننَࣖ 

 Artinya: “Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 147)

Ayat di atas menguatkan umat khususnya kaum muslimin untuk yakin terhadap janji Allah. Bukti Khilafah pernah berjaya hingga beberapa abad. Seharusnya hal ini membuat umat tidak ragu dalam menerapkan sistem Islam dalam pemerintahan saat ini. Khalifah juga tidak akan banyak janji, tetapi lebih berupaya memberikan bukti sebagai pertanggungjawabannya kepada Allah Swt..

Oleh sebab itu, jangan menanti janji pemimpin yang menerapkan sistem kapitalisme karena bisa jadi ia hanya berusaha mengambil keuntungan dari setiap programnya. Saatnya membuktikan bagaimana penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah mampu menyejahterakan rakyat, insyaallah. Wallahualam bissawab.[]