Janji Pemimpin Terpilih yang Dinanti

Janji-janji sudah menjadi kebiasaan para calon pemimpin. Prabowo Subianto pun bermulut manis akan membangun tiga juta hunian setiap tahun. Kini, janji itu dinanti rakyat.

Oleh. R. Raraswati
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Janji-janji sudah menjadi kebiasaan para calon pemimpin. Sejak mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto pun bermulut manis akan membangun tiga juta hunian setiap tahunnya. Kini, janji itu dinanti rakyat. Akankan sang pemimpin terpilih mampu memenuhi kata-kata manisnya?

Sebagaimana dilansir TEMPO.CO (1-9-2024), janji presiden terpilih Prabowo Subianto akan membangun tiga juta hunian setiap tahun dibenarkan Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo. Hashim menjelaskan rincian pembangunannya adalah dua juta unit rumah di pedesaan dan satu juta unit berupa apartemen di perkotaan.

Baca juga :Program 3 Juta Hunian, Akankah Terwujud?

Hashim juga memaparkan bahwa janji pembangunan dua juta unit rumah di pedesaan akan dipercayakan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Menurutnya, hal ini diambil dengan tujuan untuk mendorong UMKM di daerah agar bisa berkembang sekaligus membentuk kelas menengah baru. Untuk itu, perusahaan kontraktor besar dilarang mengambil proyek ini.

Sementara itu, untuk pembangunan apartemen di perkotaan pemerintah akan bekerja sama dengan pemerintah daerah hingga mencapai satu juta hunian. Adanya pembangunan tempat tinggal, baik di pedesaan maupun di kota, tentu sangat menggembirakan masyarakat. Namun, ketika melihat ke belakang, para pemimpin sebelumnya banyak yang ingkar. Lalu, mungkinkah semua itu bisa terwujud?

Janji yang Dinanti

Setelah terpilih sebagai pemimpin, semua janji yang ditebar selama kampanye akan dinanti masyarakat. Namun, selama ini pemimpin yang telah terpilih justru sering membuat kebijakan yang tidak sesuai janji-janji yang diucapkan saat kampanye. Salah satu contoh janji Jokowi yang terpilih pada Pilpres 2014 lalu adalah menjaga stabilitas harga termasuk BBM. Pada kenyataannya BBM telah mengalami kenaikan harga hingga 7 kali selama era Jokowi dalam 2 periode kepemimpinannya.

Dalam hal penyediaan tempat tinggal, pemerintah memang membuat program “rumah murah” di beberapa tempat. Namun, program tersebut akhirnya terbengkalai dan memprihatinkan. Hal tersebut terjadi karena beberapa penyebab, di antaranya adalah fasilitas yang ditawarkan tidak sesuai dengan kenyataan, termasuk lokasi yang tidak strategis. Terbengkalainya rumah murah program pemerintah tersebut membuktikan tidak adanya kesungguhan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tempat tinggal yang layak. Belum lagi adanya program Tapera yang dinilai banyak kalangan justru membebani rakyat dan tidak memberi solusi.

Janji Pemimpin dan Kemampuan Masyarakat

Sejatinya pemerintah telah berusaha memenuhi janji menyediakan tempat tinggal yang terjangkau masyarakat hingga disebut “rumah murah”. Namun, beberapa perumahan tersebut justru terbengkalai karena masih rendahnya daya beli masyarakat. Hal ini terbukti banyaknya kredit macet KPR.

Kredit macet KPR terjadi karena awalnya konsumen mampu membayar uang muka angsuran. Namun, karena adanya PHK atau kegagalan dalam usaha, mereka kesulitan membayar cicilan selanjutnya, akibatnya rumah disita dan dilelang. Belum lagi melonjaknya harga-harga kebutuhan sebagai akibat tingginya harga bahan bakar. Sementara untuk mencari pembeli baru tidaklah mudah, meskipun rumah hasil sitaan lebih murah.

Berbagai keadaan itulah rakyat sulit mewujudkan memiliki rumah layak huni. Alih-alih untuk membeli rumah, dalam memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja banyak kalangan menengah ke bawah mengalami kesulitan. Masyarakat tidak hanya butuh tersedianya rumah layak huni dengan fasilitas memadai dan tempat yang strategis, tetapi juga perlu dibantu mendapatkan pemasukan yang cukup. Jadi, sebenarnya memang kemampuan membeli rumah dari masyarakat sangat rendah sehingga kredit “rumah murah” pun tidak mampu menyelesaikan permasalahan ini.

Kemampuan masyarakat yang rendah tersebut, butuh peran negara memberi solusi. Jadi negara tidak hanya berusaha mewujudkan janji membangun rumah, tetapi juga memberi solusi agar masyarakat mampu membelinya.

Peran Negara Memenuhi Janji

Memiliki tempat tinggal yang layak adalah kebutuhan pokok setiap rakyat. Rumah termasuk kebutuhan individu yang memerlukan peran negara dalam memenuhinya meski tanpa janji. Dalam Islam, negara yang dianggap penguasa (khalifah) wajib hadir memberi layanan yang baik karena tugasya adalah mengurus urusan rakyat (raa'in), sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Bukhari)

Dari hadis tersebut maka kebutuhan rakyat terhadap rumah yang layak menjadi tanggung jawab pemerintah (Khilafah), tanpa adanya iuran wajib dari rakyat. Negara tidak bertindak sebagai pengumpul dana rakyat, melainkan berperan memenuhi kebutuhannya. Pemimpin terpilih akan secara otomatis memenuhi kebutuhan rumah bagi rakyat walaupun tanpa janji di masa pemilihan.

Ketersediaan Tempat Tinggal Tanggung Jawab Negara

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah Islam dalam membantu rakyat untuk memiliki rumah yang layak, di antaranya adalah:

Pertama, pemerintah membuat iklim ekonomi sehat yang menjadikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan serta penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan keluarga termasuk rumah yang layak huni.

Kedua, pemerintah melarang praktik ribawi, termasuk dalam kepemilikan rumah. Pemerintah dalam hal ini Khilafah akan menghilangkan kepemilikan lahan yang luas oleh swasta/korporasi dan lebih mengutamakan kepemilikan lahan untuk rakyat yang mampu mengelolanya.

Ketiga, pemerintah akan membantu rakyat dengan memberi subsidi bagi kepemilikan rumah melalui baitulmal. Jadi, rakyat tidak dipaksa menabung dahulu dan hasilnya baru diberikan setelah masa pensiun atau saat tidak memenuhi syarat sebagaimana Tapera.

Demikianlah sistem Islam menjadikan rakyat memiliki rumah tanpa memberatkan rakyat. Khilafah akan berusaha berperan sebagai pelayan yang adil dengan tujuan mencapai rida Allah Swt. sebagaimana sabda Rasulullah saw.; "Sesungguhnya Allah-lah Yang Menciptakan, Memegang dan Melapangkan; Yang Maha Pemberi rezeki; dan yang menentukan harga. Aku tidak berharap akan berjumpa dengan Allah kelak, sementara ada seseorang yang menuntutku karena kezaliman yang aku perbuat kepadanya dalam perkara yang berkaitan dengan darah atau harta." (HR. Ahmad)

Dari hadis tersebut, kita harus yakin dan tidak boleh ragu untuk menerapkan sistem Islam dalam naungan Khilafah. Allah telah mengingatkan manusia melalui Al-Qur'an yaitu:

َلْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيننَࣖ 

 Artinya: “Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 147)

Ayat di atas menguatkan umat khususnya kaum muslimin untuk yakin terhadap janji Allah. Bukti Khilafah pernah berjaya hingga beberapa abad. Seharusnya hal ini membuat umat tidak ragu dalam menerapkan sistem Islam dalam pemerintahan saat ini. Khalifah juga tidak akan banyak janji, tetapi lebih berupaya memberikan bukti sebagai pertanggungjawabannya kepada Allah Swt..

Oleh sebab itu, jangan menanti janji pemimpin yang menerapkan sistem kapitalisme karena bisa jadi ia hanya berusaha mengambil keuntungan dari setiap programnya. Saatnya membuktikan bagaimana penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah mampu menyejahterakan rakyat, insyaallah. Wallahualam bissawab.[]