Atasi Konflik Palestina, Benarkah dengan Solusi Dua Negara?

Gagasan two state solution adalah sebuah kekeliruan yang juga diakui para ilmuan Israel, untuk mengatur posisi penjajah dan yang dijajah seolah ada upaya damai. Padahal faktanya di wilayah pendudukan, Israel mengontrol penuh Palestina dengan diskriminatif.

Oleh. Trisna Abdillah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Berbicara mengenai Palestina tentu akan mengantarkan pada fakta maupun sejarah pelik yang terjadi di sepanjang masa terlebih setelah pendudukan Yahudi di tanah Palestina. Tidak ada persoalan sedemikian kompleks seperti halnya persoalan Palestina. Bahkan hingga saat ini konflik antara Palestina dan Israel selalu menjadi perbincangan hangat  seantero negeri. 

Seperti yang diketahui Israel tidak pernah puas dengan tanah yang sudah dirampas dari penduduk Palestina. Mereka melakukan berbagai cara termasuk dengan menumpahkan darah dan menghancurkan pemukiman warga Palestina demi memperluas wilayahnya. Nyaris sepanjang hari Israel melakukan penyerangan.  Pada bulan Juli 2023 misalnya, Israel melakukan serangan besar-besaran ke Kota Jenin, kamp pengungsian warga Palestina yang terusir di Tepi Barat. Insiden ini setidaknya merenggut 8 nyawa, ratusan tentara baku tembak dan sebanyak 3000 orang meninggalkan kamp pengungsian. (cnbcindonesia.com,  4-7-2023)

Konflik Palestina yang sampai saat ini belum menemukan titik temu tidak membuat dunia ‘diam’ saja. Berbagai upaya telah ditempuh untuk mencari solusi konflik ini. Amat banyak buku-buku yang mengkaji masalah Palestina, pun dengan membentuk forum-forum diskusi level lokal sampai internasional. Semua pihak baik dari kalangan Muslim, Yahudi, dan pihak lain berusaha mengupas sebab-sebab dan penyelesaiannya. Berbagai usulan dilontarkan demi  menyamakan persepsi perihal masalah dan solusi. Di antara usulan yang berhubungan dengan penyelesaian masalah Palestina adalah two state solution (solusi dua negara). 

Utopia Solusi Dua Negara

Two state solution adalah sebuah kerangka yang diinisiasi oleh Barat untuk penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel, yakni dengan mendirikan “dua negara untuk dua warga”. Palestina dan Israel hidup berdampingan di sebelah barat sungai Yordan secara damai. Lahirnya gagasan two state solution dibidani oleh Inggris sebagai pemegang mandat kekuasaan di Palestina pada tahun 1937. Setelah lebih dari setengah abad gagasan ini kembali mencuat melalui Amerika selaku pemelihara. Konon gagasan ini adalah satu-satunya solusi terbaik untuk mengatasi konflik Israel dan Palestina.

Gagasan solusi dua negara sebagai upaya menghentikan penjajahan Israel terhadap di wilayah Palestina mendapat kritikan tajam dari Analis Timur Tengah, Dina Sulaeman. Ia menilai gagasan tersebut tidak dapat diimplementasikan. Pasalnya tidak mungkin dua negara hidup berdampingan secara damai sementara wilayah Palestina terpisah satu sama lain. Di sisi lain, Israel selalu melakukan penyerangan, pengusiran, dan pendudukan. (tempo.com, 15-4-2023) 

Dina pun menganggap gagasan two state solution adalah sebuah kekeliruan yang juga diakui para ilmuan Israel, untuk mengatur posisi penjajah dan yang dijajah seolah ada upaya damai. Padahal faktanya di wilayah pendudukan, Israel mengontrol penuh Palestina dengan diskriminatif. 

Jika ditelisik lebih jauh, ada pertanyaan besar terkait solusi dua negara. Pada tahun 1948 Yahudi mengumumkan kemerdekaannya di tanah Palestina dan menyebut dirinya sebagai negara Israel. Kemudian pada tahun 1988 Palestina mendeklarasikan kemerdekaan. Yang menjadi pertanyaan adalah di mana letak wilayah Palestina? Merujuk kepada peta, wilayah Palestina sebagian besar dicaplok oleh Israel, tersisa hanya beberapa bagian kecil di Tepi Barat, yakni Gaza, Ramallah, Yerusalem,  dan beberapa potongan wilayah.

Wilayah Palestina dikelilingi oleh wilayah yang dikontrol Israel. Sementara jika merujuk pada solusi dua negara, pihak Palestina menuntut perbatasan sebagaimana pada tahun 1967. Jelas, Israel menolak. Bagaimana mungkin pihaknya mau menyerahkan wilayah yang telah dikuasainya?

Terkait penetapan batas wilayah Palestina teringat perkataan Perdana Menteri Israel yang pertama,  “Sesungguhnya batas wilayah Israel bagaikan kulit kijang yang terus melebar seiring membesarnya tubuh kijang itu”. Hal ini telah membawa isyarat bahwa Israel tidak akan pernah mengembalikan tanah Palestina. Terbukti, semakin lama wilayah Israel melebar sementara wilayah Palestina makin terkikis.

Akhiri Konflik dengan Solusi Utama

Solusi dua negara pada dasarnya hanya menjalankan kepentingan Barat. Pertama, solusi dua negara berarti mengakui kedaulatan negara penjajah Israel. Jika pun dikembalikan lagi kepada batas wilayah Palestina tahun 1967 sama halnya mengakui keberadaan Israel yang berdiri pada tahun 1947. Padahal awalnya orang-orang Yahudi tinggal di Palestina karena “hadiah” dari Inggris, pasca terlepas dari kekuasaan Ottoman.

Dahulu, orang-orang Yahudi adalah kaum terusir dan meminta tempat tinggal kepada Inggris, hingga pada akhirnya tahun 1922, Inggris memberikan sebagian wilayah Palestina kepada Yahudi. Sejak saat itulah kaum Yahudi berbondong-bondong menduduki wilayah Palestina. Pasca perang dunia ke-2 pada tahun 1947, estafet kekuasaan tergantikan oleh Amerika. Selanjutnya Amerika membentuk sebuah organisasi dunia yang bernama PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Dan PBB inilah yang membidani lahirnya negara Israel dengan dalih mengatasi sengketa wilayah Palestina. 55 persen untuk orang-orang Yahudi, 45 persen orang-orang Arab. Tak masuk akal bukan?

Ada baiknya umat menelisik lebih dalam di balik persoalan Palestina. Bukan sekadar konflik yang terjadi di Timur Tengah, atau perebutan batas wilayah antara kedua pihak yang bersangkutan, atau sekadar persoalan kemanusian. Akan tetapi persoalan Palestina adalah mengenai tanah Islam yang dirampas. Sehingga menjadi penting bagi seluruh kaum muslimin, bukan hanya milik orang-orang Timur Tengah atau Palestina saja.

Dalam pandangan Islam, status tanah Palestina adalah tanah kharajiyah yang diperoleh dengan penaklukan tanpa aktivitas fisik (peperangan) pada masa Khalifah Umar bin Khattab r.a.. Khalifah Umar menerima tanah Palestina langsung dari pendeta Safrunius di atas sebuah perjanjian damai dengan orang-orang Nasrani. Adapun perjanjian tersebut dikenal dengan perjanjian ‘Umariyyah atau ‘Iliya yang di antara isinya berasal dari  orang-orang Nasrani, yaitu tidak boleh seorang pun dari Yahudi tinggal di dalamnya.

Dengan demikian, tanah Palestina termasuk dalam kategori ardh al-sulhi (tanah yang diperoleh dengan perundingan damai). Sedangkan statusnya adalah sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara pemerintahan Islam dengan penduduk negeri yang di taklukan. Selama tidak bertentangan dengan hukum syarak maka kaum muslimin wajib menaati isi perjanjian tersebut.

Alhasil, kaum muslimin tidak dibenarkan mendukung solusi dua negara. Sebab, itu sama saja memberikan tanah kharajiyah kepada kaum Yahudi. Sedangkan salah satu isi dalam perjanjian disebutkan bahwa kaum Yahudi tidak boleh hidup dan tinggal di tanah ‘Ilya (Palestina).

Selain itu Islam juga mengharamkan menyerahkan tanah meskipun hanya sejengkal tanah, sebagaimana firman Allah Swt. : “Sesungguhnya Allah (hanya) melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama, dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu”. (TQS. Al-Mumtahanah: 9)

Kedua, solusi dua negara adalah bentuk kamuflase wajah penjajah sesungguhnya. Sekilas tampak sebagai solusi perdamaian antarkedua belah pihak. Nyatanya bertolak belakang seperti pemaparan di atas, konflik makin menjadi sebab bertentangan antara satu kepentingan dengan kepentingan lain. Jelas, ini merupakan rencana terstruktur Barat untuk menghalau kebangkitan Islam dengan mengalihkan fokus umat ke persoalan cabang yang tidak ada habisnya. 

Persoalan Palestina sepatutnya tidak boleh dianggap sebagai persoalan utama umat Islam. Sebab, umat pada saat ini (pasca runtuhnya Daulah Khilafah) juga menghadapi berbagai macam problematik kehidupan. Seperti keterbelakangan, penghinaan, marginalisasi, problem keluarga, problem sosial, juga masalah-masalah lain yang memerlukan pemecahan.

Adapun penyebab salah satu persoalan di atas tidak dianggap sebagai persoalan utama adalah solusi dari permasalahan tersebut bukanlah pemecahan tuntas. Sebagaimana pohon, persoalan tersebut hanya di bagian cabang/ rantingnya saja. Persoalan dianggap sebagai persoalan utama apabila solusi pemecahannya dapat memecahkan persoalan-persoalan lain (cabang) setelah persoalan utama berhasil teratasi. Misalnya saja, saat negeri-negeri muslim menolak diterapkannya hukum Islam, maka kaum muslimin wajib tetap berupaya menerapkan sistem Islam di negeri tersebut. 

Dengan diterapkannya sistem Islam, persoalan-persoalan lain akan dapat terpecahkan sesuai dengan hukum Islam. Solusi untuk Palestina tidak lain adalah jihad yang diserukan oleh sebuah negara adidaya, yakni Negara Islam. Sebagaimana masa keemasan Islam dahulu, Palestina aman dari tangan-tangan penjajah. Bahkan menjelang akhir pemerintahan Daulah Utsmani, Sultan Abdul Hamid II bersikukuh mempertahankan tanah Palestina. Meski nyawa menjadi taruhannya. 

Khatimah

Konflik antara penjajahan Israel dan Palestina akan terus berlangsung, sebab Israel adalah sebuah negara yang dilahirkan oleh penguasa dunia dan hukum internasional. Layaknya “orang tua” bagi Israel maka tidaklah mungkin mereka mengambil keputusan yang merugikan “anaknya”. Maka dari itu untuk mengatasi kebengisan pendudukan Israel juga harus dengan kekuatan yang sepadan yakni adanya negara adidaya yang tidak lain adalah negara Islam (Khilafah). Khalifah (penguasa negara Islam) akan mengutus pasukannya untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajahan Israel. Dan untuk mewujudkannya dibutuhkan perjuangan mengembalikan eksistensi Khilafah. 

Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Trisna Abdillah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Fyp Jalur Langit
Next
Merefleksikan Fenomena Hijrah Menuju Peradaban Penuh Berkah
4.3 6 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

13 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

MasyaAllah barakallah penulis, jadi makin paham, problematika umat Islam di Palestina membutuhkan kekuatan besar, merupakan PR kaum muslimin sedunia untuk dapat mencari jalan keluar dengan sistem Islam. Untuk meraih perdamaian.

Trisna
Trisna
1 year ago
Reply to  Hanimatul Umah

Wa barakallah fiik bu Hani

Tri Ana
Tri Ana
1 year ago

Masya Allah penjelasannya runtut..barakallah mbak Trisna

Trisna
Trisna
1 year ago
Reply to  Tri Ana

Wa barokallah fiik mba Tri. Semoga bermanfaat

sar tinah
sar tinah
1 year ago

Betul mbak Trisna, solusi dua negara cuma akal-akalan penjajah saja. Mereka sebenarnya ingin mengambil semuanya. Padahal ya, penjajah itu seharusnya diusir, bukan diberi tempat macam Israel ...

Trisna
Trisna
1 year ago
Reply to  sar tinah

Betul mbak.. Seandainya kita yang mengalami, misalkan Jepang/ Belanda smpe beranak pinak di Indonesia dan merebut wilayah Indonesia dr penduduk pribumi. Tentu kita gak akan ridho jika mereka diakui mjd sebuah negara di negeri kita.

firda umayah
firda umayah
1 year ago

Ketika umat Islam tidak memiliki perisai (Khilafah) maka selama itu pula umat Islam akan terus dijajah oleh orang-orang kafir. Sudah saatnya umat Islam sadar dan bangkit dengan ideologi Islam.

Trisna
Trisna
1 year ago
Reply to  firda umayah

Setuju. Saatnya umat Islam seluruhnya meraih kemerdekaan hakiki.

Erdi Yati
Erdi Yati
1 year ago

Semoga umat Islam segera menyadari bahwa Islam tidak sekadar agama. Tetapi, Islam juga sebuah sistem kehidupan yang harus ditegakkan, termasuk dalam berbangsa dan bernegara. Hanya dengan menegakkan sistem/ideologi Islam, maka kaum kafir tidak bisa semena-mena lagi.

Trisna
Trisna
1 year ago
Reply to  Erdi Yati

Aamiin.. Insyaallah tidak lama lg umat akan tersadar dan memilih ideologi Islam utk mengatur kehidupan. Terlebih dengan makin bertambahnya para pengemban dakwah yg ikhlas dan berjuang.

Eksi Achmad
Eksi Achmad
1 year ago

Perampok yang bengis bi n sadis ingin menguasai seluruh isi rumah dan harta kita, agar si perampok tenang dan bisa berhenti ngamuk-ngamuk, maka rumah dan harta kita dibagi dua. Jadi, adil kan? duan-duanya dapat bagian masing-masing, bahkan tuan rumah bisa hidup berdampingan dengan perampoknya!

siapapun yang setuju dengan solusi dua negara, sama bahlulnya dengan yang ngasih usul solusi tersebut, meskipun itu datang dari para penguasa, pejabat atau siapapun dari negara maju, negara adidaya yang terkenal "pintar".

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Pendudukan Israel di bumi Palestina jelas merampas kebebasan hidup. Satu-satunya yang mampu mengeluarkan kezaliman dari mereka adalah tegaknya Islam.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram