Parricide terjadi bukan tanpa sebab, melainkan pengasuhan keluarga berperan penting dalam pembentukan psikologis dan tingkah laku anak-anak.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)
NarasiLiterasi.Id-Kasus pembunuhan yang dilakukan seorang anak kepada orang tuanya kerap menghantui negeri kita, Indonesia. Kasus yang paling sadis adalah kasus seorang anak remaja 14 tahun di Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Sabtu, 30 November 2024. Remaja dengan inisial MAS tega melakukan pembunuhan terhadap ayah dan neneknya serta melukai sang ibunda.
Kasus pembunuhan ini menjadi sorotan publik hingga Menteri PPPA pun turut mengunjunginya. Pasalnya, sulit tidur dan bisikan misterius menjadi alasan pembunuhan dilakukan. Namun, polisi tidak begitu saja menerima alasan itu dan terus melakukan penyelidikan hingga ditetapkan MAS sebagai tersangka kasus pembunuhan ayah dan neneknya. Bahkan, polisi melibatkan psikolog untuk memastikan motif pembunuhan sebenarnya.
Pendapat Psikolog
Para psikolog berkomentar terkait kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja belakangan ini. Mereka mengatakan adanya gangguan kejiwaan pada anak hingga dia tega melakukan pembunuhan terhadap orang tuanya. Gangguan itu disebut Parricide.
Dikutip dari Science direct, parricide adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan seorang anak terhadap orang tua kandung. Jika pembunuhan dilakukan terhadap ayah kandung disebut Patricide, sedangkan jika pembunuhan terhadap ibu kandung disebut Matricide.
Seorang dokter psikolog asal India mengatakan, parricide terbagi dua, yaitu:
Pertama, parricide reaktif. Parricide reaktif biasanya terjadi pada pengasuhan keluarga yang kasar sehingga melukai fisik, jiwa, dan mental anggota keluarga, termasuk anak-anak. Bahkan, kerap terjadi pada keluarga yang sering melakukan pelecehan pada anggota keluarganya tanpa adanya gangguan psikologis pada pelaku.Kedua, parricide psikotik. Parricide psikotik terjadi karena adanya gangguan psikologis yang tidak bisa membedakan antara nyata dan tidak nyata dengan gejala delusi sehingga pelaku merasa terdorong untuk membunuh orang tuanya.
Sungguh parricide ini terjadi bukan tanpa sebab, melainkan pengasuhan keluarga berperan penting dalam pembentukan psikologis dan tingkah laku anak-anak.
Penyebab Parricide pada Anak-Anak
Ada banyak sebab yang membuat anak-anak membunuh orang tuanya. Sebab terbesar adalah lingkungan keluarga yang diwarnai dengan kekerasan. Orang tua terkadang tidak sadar bahwa tingkah lakunya mengganggu kenyamanan dan kesejahteraan anak, seperti ketidakhadirannya pada momen penting anak, tekanan emosional, dan pola asuh yang cenderung merendahkan anak.
Selain itu, anak sering merasa terbebani dengan berbagai tuntutan orang tua. Anak merasa tertekan dengan harapan orang tua yang tinggi, yang selalu menginginkan anaknya untuk tampil sempurna. Jika tidak dituruti anak akan menjadi korban kekerasan orang tuanya sehingga menimbulkan kebencian terhadap ayah dan ibunya. (Republika.com, 02-12-2024)
Orang tua mana yang tidak ingin anaknya menjadi yang terbaik. Oleh sebab itu, para orang tua selalu memberikan hal terbaik untuk anaknya. Namun, ada satu hal yang dilupakan oleh para orang tua, yaitu pengasuhan militer ala orang tua zaman dulu tidak bisa diterapkan pada generasi gen Z dan alpa saat ini.
Tuntutan Hidup Makin Sulit
Tuntutan hidup yang makin sulit membuat sebagian orang tua ingin anak-anaknya meraih kesuksesan dengan cara apa pun, tetapi ternyata anak-anaknya tidak siap dan tidak mau memenuhi tuntutan itu. Di sisi lain ada anak-anak yang ingin meraih cita-citanya, tetapi kondisi orang tuanya yang tidak mau dan tidak mampu untuk mewujudkan keinginan anaknya.Kondisi hidup yang sulit juga membuat para orang tua sibuk mengejar materi untuk memenuhi kebutuhan hidup, lupa bahwa anak bukan hanya sekadar diberi makan, tetapi juga butuh dididik dengan ilmu agama. Kondisi ini adalah hal wajar dalam sistem hidup yang menghambakan materi dan memisahkan agama dari kehidupan, yakni sekularisme.
Baca: Generasi Sadis
Sekularisme Biang Kerok Generasi Parricide
Konsep berpikir sekuler telah menghancurkan peran keluarga dalam mencetak generasi cemerlang, padahal keluarga adalah fondasi awal dalam menghasilkan generasi berkualitas. Visi dan misi keluarga telah berganti, begitu pun dengan standar kesuksesan hanya diukur dari nilai akademik tertinggi, piagam penghargaan, dan sejumlah prestasi lain yang diraih di sekolah.
Selain itu, pendidikan di sekolah juga mengadopsi sistem sekuler, pelajaran agama hanya sebatas ilmu pengetahuan, bukan ilmu untuk diamalkan. Oleh karena itu, para remaja sangat mudah terpengaruh dengan apa pun yang tersaji di lingkungannya. Remaja akan mudah untuk melakukan tindakan kriminal tanpa pikir panjang, yang penting senang dan terpuaskan.
Jelas sudah parricide bukanlah gangguan jiwa tanpa sebab, juga bukan semata-mata karena salah asuh orang tua, tetapi lebih kepada gangguan jiwa tersistematis yang dihasilkan dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Seluruh lapisan dirusak, mulai dari pemikiran orang tua, kurikulum sekolah, standar hidup hingga menghasilkan generasi yang rentan terkena parricide.
Islam Menjaga Jiwa Generasi
Generasi adalah aset terbesar bangsa, itu sebabnya Islam sangat bertanggung jawab dalam membentuk generasi yang tangguh dan bertakwa. Segala faktor yang akan merusak generasi senantiasa dihindari dan dihilangkan. Negara Islam akan memberikan pelayanan dan pengurusan terbaik. Hari ini, generasi sengaja dibodohkan agar tidak bangkit, tetapi Islam mencerdaskan generasi demi visi mulia, yaitu agar seluruh penjuru dunia tunduk pada hukum Allah Swt.
Ada tiga pilar dalam penegakan hukum Islam yang bisa menjaga kaum muslim dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum syarak, termasuk yang dilakukan oleh anak-anak. Selain itu, pilar ini juga bisa menjadikan setiap kaum muslim punya tujuan hidup mulia dalam mencetak generasi bertakwa dan menjaga jiwa generasi
Pilar tersebut, yaitu:
Pertama, ketakwaan individu. Islam mewajibkan untuk setiap kaum muslim memiliki ketakwaan kepada Allah Swt., baik orang tua atau pun anak-anaknya. Orang tua yang bertakwa mengetahui bahwa anak adalah amanah Allah Swt. yang wajib dijaga, baik dari sisi dunia atau akhirat. Oleh sebab itu, para orang tua wajib memberikan nafkah kepada anak-anak, nafkah halal dan baik. Orang tua juga wajib menjauhkan anak-anaknya dari hal-hal maksiat. Maka dari itu, orang tua wajib mengajarkan anak-anaknya ilmu agama dan memberikan pendidikan terbaik. Melalui pendidikan agama akan lahir anak-anak saleh dan salihah yang memiliki visi misi hidup akhirat.
Kedua, kontrol masyarakat. Masyarakat bertakwa memengaruhi pola pikir anak-anak dan pergaulannya. Anak-anak tidak akan bablas dalam bertingkah laku buruk karena ada masyarakat yang juga punya tanggung jawab dalam membina generasi. Tidak akan ditemukan masyarakat yang gemar mengejek dan menghina, apalagi merendahkan. Persaudaraan kaum muslim yang kuat menjadikan mereka saling mengingatkan dalam kebaikan.
Ketiga, peran negara. Dalam kehidupan Islam, peran negara tidak kalah penting. Negara punya kewajiban dalam memberikan pendidikan terbaik. Negara juga akan memastikan setiap ayah memiliki pekerjaan yang layak. Jika ada yang terlewat dari kontrol sosial, maka negara punya sistem sanksi yang akan menghentikan dan memutus rantai perbuatan buruk di masyarakat, termasuk anak-anak, seperti membunuh, maka negara akan memberi sanksi jika pembunuh sudah balig.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Utsman bin Affan ketika ada seorang anak yang melakukan pencurian. Lantas Utsman berkata, “Periksalah kain penutup tubuhnya”. (HR. Al-Bayhaqi). Didapati anak itu belum tumbuh rambut (pada kemaluannya), maka Utsman tidak memotong tangannya. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah seorang anak sudah balig atau tidak yang melakukan kejahatan, untuk memberikan sanksi sesuai hukum syariat.
Jelaslah, Islam benar-benar menjaga jiwa, maka dalam Islam tidak akan ditemukan gangguan jiwa pada anak-anak, seperti parricide. Selain ada pencegahan di awal dan akan ada sanksi tegas yang diberlakukan sehingga kasus tidak berulang.
Khatimah
Parricide tidak akan menyerang anak-anak kaum muslim selama agama dipelajari dan diamalkan dengan benar. Ada cinta dalam agama yang ditanamkan orang tua pada anaknya dan begitu pun sebaliknya. Anak-anak akan mencintai kedua orang tuanya karena rida Allah terletak pada rida kedua orang tua. Oleh karena itu, wajib bagi setiap orang tua mempelajari dan mengajarkan agama pada anak-anaknya. Hal yang lebih penting dari itu, kaum muslim harus mewujudkan lingkungan yang kondusif penuh ketakwaan, yakni hidup di bawah naungan Islam. Wallahu’alam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Miris memang, fakta nyata di sekitar lingkungan tempat tinggal kami masih banyak orang tua yang tidak memahami kondisi anak dan kerap menjadikan makian dan kekerasan sebagai solusi.
Sejak kecil mereka terbiasa dengan makian dan pukulan, hingga kini saat beranjak puber ia menunjukkan sikap berontaknya pada orang tua.
Penyesalan hanya tinggal penyesalan jika tidak ada usaha untuk memperbaiki. Jauhnya akidah dan ketiadaan peran negara yang menjaga keharmonisan keluarga menjadikan keadaan semakin sulit.