Menjinakkan Monster Malu

Menjinakkan monster malu

Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hiban, dan Al Hakim).

Oleh. Azimah Ummu Zaidan
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id-Sebuah agenda dakwah adalah sarana untuk mengembangkan potensi yang kita miliki. Selain memberikan wawasan ilmu kepada kaum muslimin, agenda ini merupakan majelis taman-taman surga di mana kita bisa bertemu dengan teman-teman muslimah. Mengasah kemampuan daya berpikir kita, memahami, hingga mengimplementasikannya.

Agenda dakwah bukan rutinitas belaka, tetapi membuat kinerja tim dakwah menjadi sinergi. Tanpa agenda dakwah, maka dakwah tidak akan berkembang luas. Tentunya, peran para pengemban dakwah adalah memelopori menyampaikan opini Islam. Mereka adalah pewaris ulama yang harus meneruskan cita-cita perjuangan menyampaikan amar makruf nahi mungkar.

Pertama kali bagi Zafina mendapatkan amanah dalam agenda dakwah itu. Ia ditunjuk sebagai host acara remaja. Tak pernah terpikirkan bahwa ia akan mendapatkan amanah tersebut. Dalam benaknya, apa bisa ia menjalankan sementara ia tidak mempunyai skill apa pun sebelumnya.

"Zafina, Anti sebagai host ya, tolong dipersiapkan sebaik-baiknya untuk agenda ini" ungkap ketua pelaksana acara.

"Tapi, Kak, saya tidak punya skill, saya malu. Jangan saya, lebih baik yang lain saja, Kak" jawab Zafina.

"Anti bisa bertanya dan belajar kepada kakak-kakak yang senior di mana mereka sudah punya banyak pengalaman" ungkap ketua pelaksana acara.

Dalam hati ingin menangis karena ia tidak mempunyai modal apa pun dalam hal ini. Ia segera bergegas menemui kakak senior yang lebih berpengalaman. Banyak ilmu dan pengalaman yang didapatkan termasuk mencatat setiap alur yang hendak disampaikan, berlatih terus mengucapkan kata-kata di depan kaca sendiri.

Acara berlangsung, tetapi ia malu untuk maju ke depan forum. Ia malu karena tidak terbiasa di depan forum, ia juga takut jika gagal dan ditertawakan banyak audiens nantinya. Dadanya bergetar jantungnya berdetak kencang. Kedua telapak tangannya membasahi kertas yang dipegangnya berisi rundown acara.

Sambil berdoa, ia melangkah maju ke depan forum memulai memandu acara sebagai host. Alhamdulillah, tahap demi tahap ia jalani hingga acara telah berjalan lancar. Satu evaluasi yakni kurang komunikatif, ia tidak berkecil hati dengan evaluasinya hingga membuatnya menyerah. Namun, ia menganggap ini sebagai cambukan agar ia lebih baik lagi dan berkembang ke depannya dalam menjalankan amanah.

Baca juga: Hidup Bukan Hanya Mencari Kesenangan

Malu Bertanya Sesat di Jalan

Pepatah itu kadang sepele untuk kita dengarkan. Atau orang menganggap lebih baik tidak usah bertanya, belajar semampunya, dan tidak usah terlalu dipaksakan. Padahal dengan banyak bertanya, kita akan mendapatkan jawaban dan panduan. Ibarat orang bingung tidak menemukan alamat rumah yang hendak dituju, maka agar kita tidak tersesat alangkah baiknya kita mempelajari dulu peta lokasi dan bertanya.

Sama halnya dengan kehidupan ini, agar hidup kita tidak tersesat, maka kita harus mempunyai sandaran, yakni asas akidah Islam. Prinsip dasar tersebut mampu menjawab tiga pertanyaan besar yang ada pada diri manusia, termasuk siapa saya, untuk apa saya hidup, ke mana setelah saya hidup. Untuk memahami konsep akidah Islam, kita harus mempelajarinya dan bertanya kepada ustaz/ustazah yang menyampaikan agar tidak tersesat.

Allah berfirman dalam surah An-Nahl ayat 43 yang artinya:

"Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui"

Menempatkan Malu pada Hakikatnya

Perasaan malu adalah tabiat yang dimiliki oleh setiap manusia secara alami. Tidak bisa dimungkiri bahwa rasa malu bisa mengantarkan pada surga dan juga bisa mengantarkan pada lubang neraka. Malu harus didasari pada parameter akidah Islam.

Contoh malu yang tidak pada tempatnya, yakni seseorang malu berkerudung dan berjilbab karena takut dikira ketinggalan zaman, malu mengakui orang tuanya karena keberadaan orang tuanya miskin, malu tidak punya pacar karena dianggap tidak laku, dan lain-lain. Malu dalam kondisi tersebut jelas tidak didasari pada parameter akidah Islam yang berpeluang untuk melakukan kemaksiatan.

Adapun contoh malu yang berada pada hakikatnya yakni malu melakukan korupsi, malu membuka aurat di tempat umum, malu tidak berpuasa di bulan Ramadan, dan lain-lain. Malu dalam kondisi tersebut adalah didasari pada parameter Islam yang semata-mata ditujukan hanya karena Allah semata. Sehingga manusia akan berjalan di muka bumi ini dengan penuh ketundukan mengharap surga dari Allah. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

“Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Hiban, dan Al Hakim).

Kebanyakan orang saat ini sudah tidak mempunyai rasa malu bahkan rela membuang rasa malu dengan mengikis jati dirinya. Banyak wanita telanjang mempertontonkan auratnya di media sosial demi materi. Banyak wanita yang berjoget melakukan hal yang tidak senonoh agar viral di media sosial demi materi.

Manusia saat ini rela mengejar materi yang sebesar-besarnya tanpa rasa malu dan tanpa didasari iman. Manusia banyak terpengaruh dengan pemikiran ala sekuler-kapitalis yang serba bebas. Kebebasan menurut pandangan kapitalis yakni salah satunya adalah kebebasan bertingkah laku.

Serba bebas dengan menggeser nilai-nilai moral. Kebebasan ini dijamin atas nama hak asasi manusia. Mengekang kebebasan dianggap melanggar HAM. Akibatnya, kerusakan telah terjadi dalam kehidupan ini, penderitaan umat, pertentangan, perselisihan terjadi secara terus-menerus. Allah berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 41 yang artinya:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Mengikis Rasa Malu

Pemahaman konsep malu merupakan fondasi awal bagi kita untuk membentuk dan mewujudkan tingkah laku yang benar. Malu karena rasa tidak percaya diri sering kali menjadi monster yang membayangi pemikiran kita hingga tidak ada upaya untuk membangkitkan diri sehingga rasa tidak percaya diri menjadi faktor pemicu rasa malu itu muncul.

Adapun berbagai upaya yang harus kita lakukan untuk mengikis rasa tersebut adalah sebagai berikut:

1. Malu tidak percaya diri melakukan kebenaran dalam Islam seperti malu menyampaikan dakwah karena faktor kelemahan yang ada pada dirinya misal tidak punya skill, merasa kurang cantik, merasa kurang pintar, merasa kurang ilmu, dan lain-lain. Kasus seperti ini dapat kita atasi dengan berusaha melihat sisi kelebihan yang kita miliki.

Bayangkan, dalam diri manusia pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun, jika kita fokus pada kekurangan yang kita miliki, maka akan menjadikan kita berada dalam lembah jurang keterpurukan yakni rasa pesimis, tidak percaya diri, bahkan tidak mau bangkit.

Berbeda halnya jika kita fokus pada kelebihan yang kita miliki, maka akan menjadikan kita berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang kita miliki, selalu optimis, bahkan berusaha untuk bangkit dan maju dari keterpurukan.

Berani mengungkapkan setiap kebenaran harus kita lakukan, seperti mengkritik kebijakan penguasa merupakan upaya penting untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika kita diam dalam ketidakadilan yang dilakukan penguasa, maka azab akan menimpa seluruh umat akibat mendiamkan kezaliman yang dilakukan oleh penguasa.

Allah berfirman dalam surah Al-Anfal ayat 25 yang artinya:

"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu."

Menyampaikan kebenaran meskipun hanya satu ayat merupakan bagian dari upaya dakwah baik kita lakukan lewat tulisan di media sosial atau ceramah kajian Islam secara langsung.

2. Malu karena tidak melakukan kebenaran dalam Islam, seperti malu dianggap fomo hingga bergaya hidup hedonisme. Kasus seperti ini dapat diatasi dengan memahamkan terlebih dahulu konsep hedonisme yang menyerang pemikiran generasi saat ini. Hedonisme tidak lain adalah buah dari sistem sekuler-kapitalis yang telah nyata menimbulkan kerusakan generasi.

Khatimah

Umat harus diluruskan dengan pemahaman Islam agar mampu membentuk kepribadian Islam. Setelah memahami konsep Islam, akan secara otomatis membentuk akhlak pada diri seseorang hingga membentuk tingkah laku yang benar pada seseorang.

Gaya hidup hedonis merajalela hingga merusak moral generasi. Gaya hidup flexing merajalela hingga generasi terjebak kehidupan glamor. Generasi saat ini telah dibutakan dengan pemahaman kufur hingga memalukan dan memilukan. Saatnya umat bangkit melanjutkan tongkat estafet para pejuang Islam yang berada pada garda terdepan dalam mewujudkan perubahan.
Wallahu 'alam bis shawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Azimah Ummu Zaidan Kontributor NarasiLiterasi.Id
Previous
Ruang Publik Tidak Aman, Anak Jadi Tumbal Kejahatan
Next
Bobroknya Pelayanan Kesehatan, Nyawa Melayang
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Insaniyaah
Insaniyaah
22 days ago

Memang malu dalam kebaikan dan keburukan memang beda tipis. Namun, bagi pengemban dakwah harus bisa meyakinkan diri bahwa kita bisa. Kalau kita enggak bisa melakukan lalu siapa lagi? Iya bestie? Tabarakallah buat penulis.

Ummu zay
Ummu zay
20 days ago

Malu adalah hal yang alami dimiliki manusia. Namun, meletakkan malu harus pada tempatnya agar keimanan dan ketundukan kita pada aturan Allah dapat terjaga dan semakin menguatkan hubungan kita dengan Allah.

trackback

[…] Baca juga: Menjinakkan Monster Malu […]

trackback

[…] Baca juga: Menjinakkan Monster Malu […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram