
Langkah mudah yang diambil untuk meningkatkan pendapatan negara dalam sistem kapitalisme sekuler adalah dengan mekanisme kebijakan pajak.
Oleh. Adinda Khoirunnisa'
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Di tahun baru ini rakyat bersiap menghadapi kebijakan baru dari pemimpin negeri ini. Salah satunya adalah kebijakan PPN 12%. Terkait kebijakan baru ini, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Listiyanto mengkritik keras rencana pemerintah yang bersikeras menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% pada 2025 di tengah tertekannya daya beli masyarakat. Menurut beliau, bila PPN terus dinaikkan saat ekonomi masyarakat tertekan, maka tak heran bila pertumbuhan ekonomi ke depan akan terus bergerak di level bawah 5%. Hal ini disebabkan konsumsi rumah tangga mendominasi struktur PDB dengan porsi mencapai 53,08%.
Menyadari kebijakan yang ditetapkan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi ke depan. Maka kebijakan tambal sulam dimunculkan. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, memastikan paket kebijakan insentif dan stimulus tetap diberlakukan meskipun kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) naik menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah. (Tirto.id, 2-1-2025)
Kebijakan Pajak di Sistem Kapitalisme
Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara dalam sistem kapitalisme. Maka dari itu penarikan pajak dengan dampak apa pun pasti akan dilakukan. Negara tidak peduli kondisi wajib pajak seperti apa, sedang bangkrut, sakit, atau dalam kesulitan, tetap saja rakyat wajib menunaikannya. Bahkan akan dikatakan tidak bijak jika tidak membayar pajak, begitu slogan yang ada.
Namun, negeri kapitalis sering berlaku tidak adil pada rakyat. Negara yang berperan sebagai regulator dan fasilitator cenderung berpihak kepada para pengusaha dan tak peduli kepada rakyat. Keberadaan pungutan pajak akan menambah pengeluaran rakyat. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsinya. Jika tidak dibarengi dengan bertambahnya pendapatan, maka kualitas hidup rakyat semakin menurun.
Kekayaan SDA yang melimpah ruah seharusnya dikelola dengan baik sehingga bisa menjadi sumber pendapatan negara yang meyejahterakan rakyat, bukan bertumpu dari pungutan pajak. Sayangnya hasil dari pengelolaan SDA milik rakyat itu masuk ke kantong-kantong perusahaan swasta, khususnya pihak asing. Negara pun tidak mendapatkan keuntungan yang besar atas pengelolaan SDA. Inilah fakta yang terjadi di sebuah negeri yang menerapkan sistem kapitalisme.
Penerapan sistem kapitalisme mengakibatkan negara kesulitan membiayai segala kebutuhan dalam negeri. Upaya untuk memperoleh peningkatan pemasukan semakin berat. Langkah mudah yang diambil untuk peningkatkan pendapatan adalah dengan menarik pungutan wajib kepada rakyat secara sistemik dengan mekanisme kebijakan pajak.
Penerapan Kapitalisme Zalim
Dalam hal ini, penerapan sistem kapitalisme telah mengizinkan pihak asing merampok kekayaan alam milik rakyat yang berakibat besarnya beban tanggungan pajak rakyat. Negara yang seharusnya memiliki kewajiban menyejahterakan rakyat justru menjadi pemalak rakyat. Kondisi ini merupakan kezaliman serta semakin menunjukkan matinya peran negara sebagai pengurus dan penjamin kesejahteraan rakyat.
Solusi tuntas untuk penyelesaian permasalahan ini harus segara dicari. Jika sistem kapitalisme yang menjadi sumber masalahnya, maka sistem ini harus ditinggalkan dan menggantinya dengan sistem yang mampu menyejahterakan rakyat.
Baca juga: Negara Meriayah SDA, Pajak tidak Dibutuhkan
Islam sebagai Solusi
Islam sebagai sebuah agama sempurna yang berasal dari Al-Khaliq memiliki aturan yang mampu menyejahterakan kehidupan. Sistem Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk mengatur sumber pendapatan dan pengelolaan keuangan negara. Dalam Sistem Islam yang menjadi sumber-sumber pendapatan negara berasal dari harta fai, ganimah, kharaj, jizyah, harta milik umum, harta milik negara, 'usyr, khumus, rikaz, barang tambang, dan zakat. Sementara keberadaan pajak (dharibah) tidak diperlukan. Pajak hanya diambil pada kondisi kas negara benar-benar defisit, tidak diberlakukan secara permanen atau ditarik secara rutin, serta hanya dikenakan kepada orang-orang kaya saja. Jika kondisi kas negara sudah pulih maka tidak ada penarikan pajak.
Inilah perbedaan penerapan sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Dalam Sistem Islam kedudukan seorang pemimpi adalah sebagai pengurus rakyat yang bertanggung jawab menyejahterakan rakyat. Sementara dalam sistem kapitalisme keberadaan pemimpin justru sebagai penyejahtera para kapitalis, sementara terhadap rakyat hanya sebagai pemalak pajak.
Dari sini sudah saatnyalah kita kembali kepada sistem Islam. Sungguh Allah Swt. telah berfirman,
"Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila ia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (QS. Al Anfal: 24)
Penerapan Sistem Islam hanya bisa terwujud dalam institusi Islam yakni khilafah Islam. Hanya khilafah sebagai satu-satunya institusi yang bisa menegakkan syariat Islam di tengah-tangah manusia. Penerapan syariat Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim sebagai bagian dari wujud ketakwaan kepada Allah Swt. Dengan penerapan syariat Islam maka umat manusia akan menuai keberkahan hidup dari Allah Swt. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
