
Banjir bukan sekadar problem teknis, melainkan persoalan sistemis yang berakar pada paradigma pembangunan.
Oleh. Hanny N.
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Dari jabar.tribunnews.com (9-3-2025), peneliti ahli madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Yus Budiono menyebut ada empat faktor banjir di wilayah Jabodetabek, yakni penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan fenomena cuaca ekstrem. Hasil risetnya menyebut bahwa penyebab utama meningkatnya risiko banjir di Jabodetabek ialah penurunan muka tanah yang berkontribusi sampai 145 persen terhadap peningkatan risiko banjir.
Banjir kembali melanda berbagai wilayah, merendam pemukiman, merusak infrastruktur, serta menyebabkan penderitaan bagi masyarakat. Fenomena ini bukan sesuatu yang baru, hampir setiap tahun kejadian serupa berulang. Namun, pertanyaannya, mengapa banjir terus terjadi tanpa solusi yang benar-benar tuntas? Apakah ini hanya masalah teknis atau ada akar persoalan yang lebih dalam?
Paradigma Pembangunan ala Kapitalisme
Jika kita melihat secara mendalam, banjir bukan sekadar problem teknis yang dapat diatasi dengan pembangunan saluran drainase atau proyek tanggul raksasa. Ini adalah persoalan sistemis yang berakar pada paradigma kebijakan yang diterapkan dalam pembangunan. Paradigma kapitalisme yang diadopsi oleh negara telah melahirkan kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan ekonomi dan investasi dibandingkan dengan kelestarian lingkungan dan keselamatan rakyat. Selama kebijakan ini masih berlandaskan prinsip keuntungan ekonomi semata, maka bencana seperti banjir akan terus terjadi berulang tanpa penyelesaian hakiki.
Baca juga: Bencana Banjir Melanda, Saatnya Bermuhasabah
Dalam sistem kapitalisme, pembangunan lebih banyak berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam demi keuntungan segelintir pihak. Hutan-hutan yang seharusnya menjadi wilayah resapan air justru dialihfungsikan menjadi perkebunan, pertambangan, atau proyek properti yang menguntungkan investor. Kawasan-kawasan hijau di perkotaan semakin berkurang karena pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan keseimbangan ekologi. Bahkan, tata ruang sering kali dikorbankan demi kepentingan bisnis. Akibatnya, saat hujan deras melanda, air tidak dapat terserap dengan baik, lalu mengalir deras ke pemukiman warga, menyebabkan banjir yang merugikan banyak pihak.
Lebih parahnya lagi, pengelolaan sungai dan daerah aliran air sering kali diabaikan. Sampah yang menumpuk di sungai, sedimentasi yang tidak dikelola dengan baik, serta perizinan pembangunan di daerah resapan menjadi faktor yang memperparah situasi. Sayangnya, solusi yang diberikan sering kali hanya sebatas proyek-proyek infrastruktur yang menguntungkan pihak tertentu tanpa menyentuh akar masalah.
Mitigasi Lemah, Rakyat Menderita
Selain kebijakan pembangunan yang abai pada kelestarian lingkungan, mitigasi bencana juga lemah. Pemerintah sering kali hanya bersikap reaktif, baru bergerak setelah bencana terjadi, bukan proaktif dalam mencegahnya. Bantuan darurat memang diberikan saat banjir melanda, tetapi solusi jangka panjang tetap diabaikan. Akibatnya, rakyat selalu menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan mereka.
Kelemahan mitigasi terlihat dari buruknya sistem drainase di kota-kota besar, kurangnya pemantauan terhadap daerah rawan banjir hingga minimnya edukasi kepada masyarakat mengenai cara mengantisipasi bencana. Jika sistem mitigasi ini tidak diperbaiki, maka bencana akan terus berulang, membuat rakyat hidup dalam ketidakpastian dan penderitaan.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki konsep pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan manusia sekaligus menjaga keseimbangan alam. Islam memandang bahwa pembangunan bukan hanya tentang kemajuan ekonomi, tetapi juga bagaimana menciptakan kehidupan yang harmonis antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, negara dalam Islam bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak merusak lingkungan dan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas.
Dalam Islam, ada beberapa prinsip utama dalam pembangunan yang harus diterapkan:
- Pembangunan Berbasis Kelestarian Lingkungan
Negara wajib menjaga keseimbangan ekosistem dengan memastikan bahwa wilayah resapan air, hutan, dan daerah aliran sungai tetap terjaga. Pembangunan tidak boleh dilakukan di wilayah yang berisiko menyebabkan bencana. Islam melarang segala bentuk tindakan yang dapat merusak lingkungan, seperti eksploitasi sumber daya secara berlebihan tanpa memperhitungkan dampaknya. - Penguasa sebagai Raa’in (Pelindung Rakyat)
Dalam Islam, pemimpin memiliki tanggung jawab sebagai raa’in (pelindung rakyat). Artinya, penguasa tidak boleh membiarkan rakyatnya hidup dalam kesusahan akibat bencana yang sebenarnya bisa dicegah. Setiap kebijakan pembangunan harus didasarkan pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan segelintir elite ekonomi. Jika pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan kesejahteraan rakyat, maka bencana seperti banjir bisa dicegah secara sistematis. - Mitigasi Bencana yang Kuat
Islam mendorong negara untuk memiliki sistem mitigasi yang kuat. Salah satunya adalah dengan memastikan bahwa tata kelola air dilakukan dengan baik, drainase kota berfungsi optimal, serta edukasi kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan terhadap bencana terus dilakukan. Dalam sejarah peradaban Islam, banyak sekali proyek pembangunan yang memperhitungkan mitigasi bencana, seperti sistem irigasi yang canggih, perencanaan kota yang mempertimbangkan aliran air hingga pengelolaan hutan secara berkelanjutan. - Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Adil
Dalam Islam, sumber daya alam bukanlah milik individu atau korporasi, tetapi milik umat yang harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat. Oleh karena itu, negara tidak boleh memberikan izin kepada korporasi untuk mengeksploitasi hutan, sungai, atau daerah resapan tanpa memperhatikan dampak ekologisnya. Sebaliknya, negara harus mengelola sumber daya alam dengan bijak agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana.
Solusi Hakiki bagi Banjir
Banjir bukanlah bencana alam yang tak bisa dicegah, tetapi akibat dari kesalahan tata kelola yang berulang dalam sistem kapitalisme. Kebijakan yang berorientasi pada keuntungan ekonomi semata telah mengorbankan keseimbangan lingkungan dan keselamatan rakyat. Jika paradigma pembangunan ini tidak diubah, maka banjir akan terus berulang tanpa ada solusi nyata.
Islam menawarkan konsep pembangunan yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, negara akan memiliki kebijakan pembangunan yang tidak hanya berfokus pada keuntungan materi. Akan tetapi, kebijakannya pun akan menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah bencana yang merugikan masyarakat.
Saatnya kita berpikir lebih jauh, apakah kita akan terus bertahan dalam sistem yang gagal memberikan perlindungan dari bencana? Ataukah kita mulai mencari solusi yang benar-benar mampu memberikan kehidupan yang lebih aman dan sejahtera? Islam telah memberikan jawabannya, tinggal bagaimana kita sebagai umat mau memperjuangkannya atau tidak. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
