
Banyaknya jumlah PHK yang terus meningkat menyebabkan rakyat kehilangan pendapatan dan harus terimpit secara ekonomi sehingga terjerat paylater.
Oleh. Tari Ummu Hamzah
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)
NarasiLiterasi.Id-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Februari 2025 total utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih akrab disebut Paylater di sektor perbankan menyentuh angka Rp21,98 triliun. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan secara virtual Jumat (liputan6.com,11-4-2025)
Dari fakta di atas kita dapati bahwa menjamurnya layanan pinjaman di platform digital memancing aktivitas utang masyarakat. Namun, apakah ini pertanda daya beli dan geliat perekonomian Indonesia mulai meningkat? Tidak. Sebenarnya aktivitas ekonomi yang paling kentara adalah produksi dan konsumsi. Jika dua hal itu tidak berasal dari pendapatan pribadi alias berutang, ini akan jadi masalah baru di tengah masyarakat.
Alasan Menggunakan Paylater
Banyaknya jumlah PHK yang terus meningkat menyebabkan rakyat kehilangan pendapatan dan harus terimpit secara ekonomi. Karena kondisi inilah mereka tidak punya jalan lain selain berutang demi memenuhi kebutuhan pokok. Satu-satunya solusi adalah paylater karena penawaran pinjamannya sangat menggiurkan. Limit pinjamannya hampir menyamai bank dan syarat yang diberikan tidak rumit. Uang cair dalam tempo singkat.
Jadi masyarakat berpikir daripada harus repot pinjam ke bank atau lembaga keuangan lainnya, lebih baik pilih paylater. Inilah yang menjadikan masyarakat mengambil utang. Apalagi lowongan pekerjaan saat ini sangatlah sulit. Pelaku UMKM juga menjadi pemakai jasa paylater. Menurunnya daya beli juga berpengaruh pada perputaran modal pengusaha.
Kita tahu bahwa sejak tahun lalu daya beli masyarakat turun. Sebagian masyarakat lebih memilih menahan uangnya untuk kebutuhan pokok, ketimbang membelanjakan uangnya untuk jajan atau hiburan. Akibatnya banyak UMKM yang mengaku dagangannya sepi. Bahkan Ramadan dan Idulfitri tahun ini kurang jadi pendongkrak daya beli masyarakat.
Akibatnya, mau tidak mau para pedagang harus memutar otak untuk melakukan promo-promo agar dagangannya cepat laris dan modalnya cepat kembali. Mereka berharap lancar membeli stok barang baru. Namun, jika promo yang dilakukan harus menambah dana lagi, maka mau tak mau mereka juga harus berutang.
Naiknya Ekonomi yang Semu
Dari fakta di atas bisa kita amati bahwa ke depan dikhawatirkan terjadi kenaikan perekonomian yang semu. Meskipun masyarakat mampu membeli barang, itu hanya dalam jangka waktu tertentu saja. Saat mereka ada uang pasti bisa beli barang, tetapi jika uangnya sudah habis maka berhentilah aktivitas konsumsi.
Utang masyarakat yang terus meningkat ini bisa jadi bom waktu. Kalau gagal bayar, maka aset yang mereka miliki bisa ditarik oleh pihak penyedia paylater. Akibatnya bayang-bayang kemiskinan bisa saja di depan mata. Kemudahan yang ditawarkan aplikasi pinjaman ini justru akan meningkatkan perilaku konsumtif masyarakat, bahkan menjurus ke arah negatif, yaitu munculnya sikap impulsif buying atau keinginan berlebihan untuk berbelanja. Jika keinginan berbelanja didapatkan dari hasil berutang demi gaya hidup, tetapi penghasilan tidak mencukupi, plus harus memenuhi kebutuhan pokoknya, tidak heran jika masyarakat terdorong ke jurang kemiskinan.
Segala layanan yang ditawarkan oleh dunia digital memang memudahkan kita. Namun, jika sistem yang berjalan adalah kapitalisme yang menitikberatkan keuntungan dan bisnis sebagai tujuannya, maka para kapitalis akan menjadikan teknologi internet sebagai ladang yang siap digarap demi keuntungan pribadi. Sejatinya teknologi itu adalah alat. Jika digunakan akan ada dua kemungkinan, yaitu membahayakan atau mempermudah kehidupan manusia.
Namun, di sistem serba bebas macam kapitalisme saat ini, dunia digital dikuasai oleh perusahaan-perusahaan raksasa. Mereka ingin perputaran keuangan masyarakat dunia ada di dalam perusahaan mereka. Di sisi lain, sistem kapitalisme melahirkan masyarakat yang serba bebas dalam bertingkah laku, termasuk perilaku hedonisme, yaitu bermewah-mewahan dan berlomba-lomba menunjukkan gaya hidup. Namun, itu semua ditempuh dengan jalan berutang. Alhasil generasi masa kini rela tidak memiliki aset yang bersifat jangka panjang demi gengsi dan gaya hidup.
Solusi Islam
Islam sebagai agama paripurna tentu memiliki solusi yang menyentuh akar permasalahan manusia. Dalam masalah perekonomian, Islam akan menempatkan kebutuhan pokok masyarakat sebagai sesuatu yang harus diselesaikan. Karena negara Islam merupakan pengurus rakyatnya, bukan pemeras rakyat. Ia adalah pemerhati, bukan antipati terhadap rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, "Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab pada yang dipimpinnya." (HR. Bukhari).
Jadi negara harus hadir untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan. Negara harus memberikan modal bagi para pengusaha. Negara juga bisa membagi lahan pertanian bagi petani. Selain itu, negara wajib menyalurkan zakat dan infak ke delapan golongan penerima zakat. Semua aktivitas ini diharapkan meminimalkan jurang ekonomi serta mengentaskan kemiskinan.
Baca juga: Paylater Dulu, Pening Kemudian
Alhasil distribusi kekayaan negara bisa merata. Kemakmuran negara bisa dirasakan oleh semua masyarakat. Jadi masyarakat tidak perlu pusing sendiri memikirkan nasibnya hingga berutang sana sini. Memang dalam Islam itu utang piutang diperbolehkan, tetapi jika utang itu mengandung riba, jelas ini tidak diperbolehkan.
Sistem ekonomi Islam ini diterapkan dalam institusi negara yang berbasis Al-Qur'an dan Sunah, yaitu Khilafah. Untuk itu sudah menjadi keharusan setiap muslim untuk berjuang mengembalikan kehidupan Islam, agar seluruh syariat Islam terterapkan secara total. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
