
Ibadah haji seharusnya menjadi kesempatan penting untuk memperkuat kembali persatuan ideologis umat Islam di seluruh dunia.
Oleh. Dhini Sri Widia Mulyani
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id-Setiap tahun, Kota Suci Makkah dipenuhi oleh jutaan jemaah haji yang datang dari seluruh dunia. Badan Statistik Umum (GASTAT), melaporkan total 1.673.230 jemaah. (stats.gov.sa, 05-06-2025) Ibadah haji bukan hanya sekadar rutinitas tahunan bagi umat Islam, melainkan juga sebuah momen yang mengokohkan kesatuan umat dalam satu tujuan yang sama yaitu ketaatan kepada Allah Swt.
Haji dan Persatuan Umat
Ibadah haji bukan hanya sebuah bentuk pengabdian dan ketaatan spiritual kepada Allah, tetapi juga menjadi simbol yang kuat dari persatuan umat Islam di seluruh dunia. Melalui rangkaian ritual yang dijalani secara serentak, haji menghadirkan momen kebersamaan yang melampaui batas-batas geografis, etnis, bahasa, maupun status sosial. Jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul di satu tempat. Semua jemaah mengenakan pakaian yang sama yaitu ihram. Di mana hal ini menciptakan rasa kesetaraan, solidaritas, dan kebersamaan dalam satu ikatan akidah. Seluruh jemaah melakukan ritual yang sama dan berdoa kepada Tuhan yang sama dengan tujuan yang sama pula yakni beribadah kepada Allah Swt.
Di tengah keragaman latar belakang, haji menegaskan bahwa seluruh umat Islam adalah satu tubuh, satu umat, yang disatukan oleh iman dan kecintaan kepada Allah Swt. Namun, semangat persatuan yang terjalin pada saat beribadah haji sering kali memudar begitu para jemaah kembali ke negara masing-masing. Di negara masing-masing, umat Islam kerap kembali terpecah akibat sekat-sekat nasionalisme dan batas-batas kenegaraan.
Ibadah haji seharusnya menjadi kesempatan penting untuk memperkuat kembali persatuan ideologis umat Islam di seluruh dunia. Melalui pengalaman spiritual dan kebersamaan saat haji, umat muslim semestinya membangun solidaritas lintas negara untuk menghadapi berbagai tantangan besar dunia, termasuk dominasi Barat dan penjajahan berkepanjangan atas tanah Palestina oleh entitas zionis yang hingga kini belum berakhir.
Haji dan Solidaritas terhadap Sesama Muslim
Sayangnya, hingga kini ibadah haji belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menunjukkan kepedulian terhadap penderitaan umat Islam di Palestina. Penguasa Saudi dan pemimpin Arab lainnya tampak abai terhadap tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung. Padahal dalam Islam, satu nyawa muslim saja sangat mulia dan berharga. Dalam Al-Qur'an ditegaskan bahwasanya membunuh satu jiwa tak berdosa sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Bahkan, Rasulullah saw. menyatakan bahwa kehormatan seorang mukmin lebih tinggi dari Kakbah itu sendiri.
Dalam sejarah Islam, nyawa dan kehormatan umat dijaga dengan sungguh-sungguh. Rasulullah sebagai kepala negara Islam, bersama para sahabat, memberikan respons tegas terhadap pembunuhan atau pelecehan terhadap umat Islam. Seperti dalam kasus Yahudi Bani Qainuqa. Para khalifah setelah beliau pun melanjutkan tradisi ini, menjamin perlindungan umat, dan menghadirkan ketenangan karena ada pemimpin yang siap membela mereka.
Sayangnya, para pemimpin muslim masa kini, terutama di dunia Arab, tidak meneladani sikap tegas dan keberpihakan Rasulullah dan khulafaur rasyidin. Mereka seolah membiarkan penjajahan terus berlangsung tanpa tindakan nyata. Seharusnya, jika berjihad secara fisik dianggap berat, minimal mereka menjadikan ibadah haji sebagai momentum untuk menyuarakan isu Palestina secara global. Misalnya, melalui pernyataan politik bersama, penggalangan dana kemanusiaan, atau diplomasi internasional. Namun, bahkan langkah paling sederhana pun nyaris tak pernah dilakukan.
Baca juga: Dari Ibadah Haji Menuju Persatuan Hakiki
Paradoks Pelayan Dua Kota Suci
Pemerintah Arab Saudi selama ini dikenal dengan gelarnya sebagai Penjaga Dua Kota Suci, yakni Makkah dan Madinah. Setiap tahunnya, mereka juga mengelola penyelenggaraan ibadah haji bagi jutaan umat muslim dari berbagai belahan dunia. Namun yang sangat memprihatinkan, di luar peran spiritual itu, Saudi justru menunjukkan loyalitas tinggi kepada Amerika Serikat. Padahal, AS adalah negara yang selama ini menjajah dunia Islam dan menjadi pendukung utama rezim zionis yang terus menindas rakyat Palestina.
Lebih menyakitkan lagi, meskipun AS secara terbuka mendukung tindakan genosida terhadap umat muslim di Palestina yang berlangsung hampir dua tahun terakhir, kesetiaan para pemimpin Saudi terhadap AS tetap tak tergoyahkan. Salah satu buktinya adalah ketika Presiden AS, Donald Trump disambut dengan penuh kehormatan dalam kunjungannya ke Saudi pada Mei 2025. Bahkan, Saudi menyepakati pembelian senjata dari AS senilai 142 miliar dollar AS (sekitar Rp2.354 triliun). Hal ini bagian dari total komitmen investasi Arab Saudi sebesar 600 miliar dollar AS (sekitar Rp9.756 triliun). Ini mencakup kerjasama di bidang kecerdasan buatan, teknologi kesehatan, infrastruktur, dan pertahanan.
Betapa ironisnya, dana ratusan miliar dollar tersebut justru digelontorkan ke negara yang menjadi tulang punggung kekuatan zionis. Bukannya malah digunakan untuk membantu rakyat Palestina. Padahal, dana sebesar itu bisa untuk menyelamatkan 14 ribu bayi yang terancam kelaparan di Palestina atau membiayai perjuangan umat Islam dalam melawan penjajahan dan kekejaman entitas Yahudi yang terus membombardir tanah Palestina. Hal ini tentunya lebih prioritas dari pada sekadar menjadi Pelayan Dua Kota Suci dan pelayan jutaan jemaah haji setiap tahunnya.
Jihad Lebih Utama
Sementara itu, jihad demi membela kaum muslim Palestina yang tertindas harus jauh diprioritaskan daripada sekadar menjadi Pelayan Dua Kota Suci dan pelayan jutaan jemaah haji setiap tahunnya. Hal ini tegas dinyatakan oleh Allah Swt., "Apakah kalian menganggap upaya memberi makan dan minum orang yang berhaji serta membangun Masjid Al-Haram sama (derajatnya) seperti orang yang mengimani Allah dan Hari Akhir serta berjihad di jalan Allah? Tidak sama di sisi Allah. Allah tidak memberikan hidayah kepada kaum yang zalim." (TQS. At-Taubah [9]: 19)
Menurut Ibnu Asyur, ayat ini ditujukan kepada kaum mukmin yang enggan melakukan hijrah dan jihad karena merasa tugas mereka telah cukup dengan melayani jemaah haji serta membangun Masjid Al-Haram. Padahal sudah jelas bahwa jihad memiliki kedudukan yang jauh lebih penting dibanding sekadar pelayanan ibadah haji atau pembangunan masjid suci. Dengan demikian, sudah semestinya pemerintah Saudi bersama para pemimpin negara-negara Arab dan muslim lainnya mengerahkan kekuatan militer mereka untuk berjihad membela Palestina. Jika hal ini diabaikan, maka mereka terancam oleh peringatan keras dari Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 39.
Khatimah
Ibadah haji merupakan wujud kepatuhan kepada Allah sekaligus lambang persatuan umat Islam. Namun, tanpa adanya kesadaran ideologis Islam, semangat tersebut dapat memudar. Oleh karena itu, haji seharusnya menjadi momen untuk memperkuat persatuan yang sejati, yang hanya bisa tercapai jika umat memiliki struktur kepemimpinan global yang menyatukan seluruh negara-negara muslim. Struktur kepemimpinan tersebut adalah Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah. Wallahu a'lam bi ash-shawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: Ibadah Haji Simbol Persatuan Umat Islam […]