Dominasi negara-negara Barat telah gagal mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan perdamaian dunia. Sebaliknya, Barat bisa bertahan hidup dengan menjajah negara-negara dunia ketiga melalui ekonomi dan politik.
Oleh. Ikhtiyatoh S.Sos
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis)
NarasiPost.Com-Perang Rusia-Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Keinginan Ukraina bergabung dengan Uni Eropa dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) benar-benar membuat Rusia geram. Letak geografis Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia dianggap berbahaya karena bisa dijadikan pangkalan militer NATO. Militer Rusia pun kembali meluncurkan rudal hipersonik ke Ukraina pada Jum’at (11/8/2023). Serangan tersebut dibalas militer Ukraina dengan mengirim drone tempur ke Bandara Vnukoyo, di Moskow, Rusia.
Sayangnya, keinginan Ukraina belum direstui NATO. Ada risiko besar mengintai jika Ukraina bergabung. Amerika-Rusia akan berhadapan langsung hingga berpotensi terjadi Perang Dunia III. Sementara konflik Rusia-Ukraina selama ini, sudah membuat ekonomi Eropa dan dunia terpuruk. Meski demikian, anggota NATO masih mengirim bantuan ke Ukraina. Jerman mengirim dua sistem pertahanan udara Patriot untuk menangkis rudal Rusia. Tampaknya, NATO ingin melemahkan Rusia dengan membiarkan perang dua negara serumpun tetap berlangsung.
Kemiskinan Dunia Ketiga
Model geopolitik tiga dunia mulai muncul sekitar tahun 1947 sampai tahun 1990-an. Saat itu, terjadi ketegangan antara Amerika dan sekutunya NATO yang berideologi kapitalis, dengan Uni Soviet yang berideologi komunis. Istilah dunia ketiga muncul untuk menyebut negara-negara yang tidak memihak kepada salah satu kubu. Pada masa perang dingin, kedua kubu berupaya memperebutkan pengaruhnya ke negara lain. Mereka tidak menggunakan militer untuk menyerang, tetapi menggunakan persaingan politik, ekonomi, dan propaganda.
Uni Soviet ternyata tak mampu bertahan lebih lama, dan akhirnya runtuh. Perang dingin pun berakhir, dan istilah dunia ketiga semakin jarang dipakai. Makna dunia ketiga kemudian bergeser hingga memiliki konotasi negatif. Istilah dunia pertama dan dunia ketiga saat ini, kerap digunakan untuk mengklasifikasi suatu negara berdasarkan kondisi ekonominya. Dunia pertama dipakai untuk menyebut negara-negara maju seperti Amerika, dan Eropa. Sementara dunia ketiga dipakai untuk menyebut negara-negara berkembang atau miskin. https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/ilusi-keadilan-bagi-dunia-ketiga/
Sampai saat ini, posisi dunia ketiga tak terlalu diperhitungkan dalam kancah global. Kebanyakan di antara negara-negara dunia ketiga baru merdeka dari penjajahan yang cukup lama. Dunia ketiga dianggap memiliki banyak masalah, terutama kemiskinan. Meski demikian, negara-negara tersebut memiliki kesamaan tujuan yaitu ingin menciptakan perdamaian, ketenteraman dan kesejahteraan bangsanya. Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955 di Bandung menjadi salah satu momen penting eksisnya negara-negara berkembang di Asia-Afrika.
Peran IMF dan Bank Dunia
Selama ini, Amerikalah yang menentukan status maju tidaknya suatu negara. Meski dilanda resesi, Amerika masih dipercaya untuk mendominasi perekonomian global. Bangkrutnya tiga bank Amerika yaitu Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank seharusnya menyadarkan dunia bahwa Amerika benar-benar krisis. Menteri Keuangan Amerika, Janet Yellen pun memperingatkan Amerika untuk menaikkan plafon utang. Jika tidak dilakukan, akan terjadi gagal bayar upah, utang dan pembayaran lainnya. (liputan6.com, 8/5/2023)
Utang Amerika per Februari 2023 telah menyentuh ambang batas, yaitu senilai USD31,45 triliun. Amerika yang dianggap maju dengan kapitalismenya, ternyata belum bisa terhindar dari krisis ekonomi. Sejarah mencatat, krisis ekonomi Amerika telah terjadi beberapa kali, di antaranya tahun 1929, 1973, 1981,1989, 2001, dan 2008. Sayangnya, dunia masih terhipnotis dengan teori-teori kapitalisme yang menjanjikan kesejahteraan melalui sistem pemerintahan demokrasi. Sudah saatnya, ideologi negara-negara Barat tersebut diteliti lebih jauh.
Selama ini, indikator negara maju ditentukan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, jumlah penduduk miskin rendah, tingkat pengangguran rendah, angka kematian bayi dan ibu melahirkan rendah, serta angka melek huruf yang tinggi. Jika suatu negara tidak memenuhi indikator tersebut, maka disebut negara berkembang atau miskin. Biasanya, negara-negara dunia ketiga akan dipantau International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia untuk meningkatkan ekonomi, dan kualitas infrastruktur melalui bantuan moneter.
Meski demikian, peran IMF dan Bank Dunia tidak otomatis menjadikan negara miskin menjadi negara maju. Bahkan, status negara miskin bisa bertahan selama puluhan tahun, meski negara tersebut memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Negara-negara dunia ketiga tampak kesulitan mencapai status negara maju. Di saat bersamaan, Barat dengan sistem demokrasinya tak mampu menunjukkan kesaktian kapitalisme dalam mengatasi masalah ekonomi. Ada beberapa hal yang patut dipelajari lebih serius terkait kapitalisme, di antaranya :
Pertama, bantuan moneter IMF maupun Bank Dunia untuk negara miskin tidak gratis. Sebaliknya, bantuan yang hakikatnya utang itu berbunga. Pembayaran utang pokok bisa membengkak karena harus dikonversi ke US dolar. Sementara standar US dolar sendiri tidak jelas, dan berubah-ubah. Beban negara miskin akan bertambah karena harus membayar bunga juga. Memang, utang bisa dihapus melalui skema konversi atau debt swap dalam bentuk program atau proyek. Namun, hal ini bisa berbahaya karena mengebiri kedaulatan negara.
Kedua, pendapatan per kapita yang tinggi tak berbanding lurus dengan kesejahteraan individu masyarakat. Seperti diketahui, pendapatan per kapita dihitung dari pendapatan nasional dibagi jumlah penduduk dalam tahun yang sama. Adapun cara menghitung pendapatan nasional bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan. Salah satunya melalui pendekatan pengeluaran yaitu dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran dari berbagai sektor ekonomi seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan masyarakat luar negeri suatu negara dalam satu tahun.
Pendapatan nasional juga bisa dihitung melalui pendekatan produksi. Caranya dengan menjumlahkan nilai tambah dari seluruh sektor produksi selama satu tahun. Terakhir, pendapatan nasional bisa dihitung dengan pendekatan pendapatan yang menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi selama satu tahun. Dari ketiga pendekatan tersebut, tampak sulit melihat kondisi riil kesejahteraan individu masyarakat. Fakta di lapangan pun menunjukkan, kekayaan ekstrem dimiliki segelintir orang.
Ketiga, kapitalisme mengajarkan, problem utama ekonomi terletak pada kelangkaan barang/jasa. Kapitalisme memandang jumlah barang/jasa di dunia ini terbatas, sementara kebutuhan manusia tak terbatas. Alhasil, sistem ekonominya terfokus pada produksi barang/jasa. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi meningkat, dan masalah kemiskinan bisa teratasi. Sayangnya, kapitalisme menyampingkan distribusi hingga barang/jasa yang beredar hanya dinikmati orang yang mampu. Akhirnya, kesenjangan sosial semakin menjadi-jadi. https://narasipost.com/video-np/01/2023/swedia-finlandia-gabung-nato-di-mana-posisi-negeri-muslim-2/
Keempat, kapitalisme hanya memenuhi kebutuhan manusia dari sisi materi yaitu kebutuhan yang bisa dilihat, dan dirasakan. Sementara kebutuhan akan moralitas dan ruhiyah diabaikan. Suatu barang/jasa dianggap sebagai barang ekonomi, dan akan terus diproduksi selama ada yang membutuhkan. Jadi, barang/jasa seperti miras, rokok, pelacuran, atau jasa aborsi akan tetap ada walaupun mengancam kesehatan, menentang hukum agama, dan merusak moral bangsa. Akhirnya, kemajuan dalam kapitalisme tampak semu karena mengejar cuan semata.
Kelima, kapitalisme tidak membedakan kepemilikan pribadi, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum. Siapa pun yang memiliki kemampuan baik modal ataupun teknologi dipersilakan mengelola kepemilikan umum atau negara. Tak heran jika investor lokal maupun asing justru diundang untuk mengelola SDA, dan aset strategis negara. Seolah lupa bahwa investor akan meminta imbalan, dan mencari untung sebesar-besarnya hingga SDA habis tak sisa. Sementara dampak lingkungan ataupun sosial ditimpakan kepada rakyat.
Keenam, penguasa sesungguhnya dalam kapitalisme adalah pengusaha. Muncullah oligarki yang menyetir pemerintahan dalam membuat regulasi. Menjadi wajar jika regulasi terkait pengelolaan SDA, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan, lebih pro oligarki. Teori kedaulatan rakyat hanyalah lip serviceuntuk memuluskan proyek oligarki di segala lini. Dampak jangka panjang, cawe-cawe pengusaha dalam urusan pemerintahan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu bangsa karena hanya mengutamakan materi semata.
Akhirnya, harapan terwujudnya kesejahteraan negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang melalui sistem ekonomi kapitalis hanyalah ilusi. Selama kapitalisme berkuasa, kesejahteraan hanya akan dinikmati segelintir orang yaitu para oligarki, dan elite pejabat negeri.
Hanya Islam yang Mampu Menyolusi
Muncul pertanyaan, kenapa NATO masih bertahan sementara perang dingin telah usai? Uni Soviet pun sudah runtuh. Latar belakang kemunculan NATO sendiri untuk menjamin keamanan negara-negara di Atlantik Utara saat perang dingin. Anggota NATO yang awalnya hanya 12 negara, kini justru bertambah menjadi 31 negara. Wajar jika Rusia waspada, mengingat, negara-negara tetangganya juga diajak bergabung dengan NATO. Termasuk Finlandia yang bergabung menjadi anggota ke-31 pada 4 April 2023.
Keberlanjutan NATO lebih tampak untuk memastikan, negara-negara di dunia tetap berada dalam genggaman Barat. Mereka tentu paham, meski Uni Soviet sudah runtuh, Rusia masih berpotensi menjadi negara adidaya dengan komunismenya. Barat tidak menghendaki Rusia mendominasi perekonomian global. Padahal, dominasi negara-negara Barat telah gagal mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan perdamaian dunia. Sebaliknya, Barat bisa bertahan hidup dengan menjajah negara-negara dunia ketiga melalui ekonomi dan politik.
Rakyat bawahlah yang paling merasakan pahitnya kapitalisme. Para pengusung sosialis komunis kembali menawarkan narasi ‘sama rata, sama rasa’ yang tampak manis. Sayangnya, komunisme pun gagal mewujudkan kesejahteraan. Apalagi, problem global saat ini semakin kompleks. Antara ideologi kapitalis dengan komunis memang memiliki banyak perbedaan. Akan tetapi, kedua ideologi tersebut sama-sama menjadikan akal manusia untuk membuat hukum. Alhasil, aturan yang lahir adalah demi kepentingan, dan syahwat kelompok tertentu saja.
Sejarah menunjukkan bagaimana Uni Soviet mengalami keruntuhan, dan hanya bertahan selama 69 tahun (1922-1991). Di antara penyebabnya adalah karena menyebarnya korupsi dalam tubuh partai komunis dan pemerintah. Sistem ekonomi sosialis komunis ditujukan untuk menegakkan tiga pilar yaitu penciptaan kesamaan, penghapusan kepemilikan individu, serta pengaturan produksi dan distribusi secara kolektif. Ketiga pilar tersebut sulit diwujudkan. Sebaliknya, potensi gelombang protes kelas menengah, dan kelompok elite mudah terjadi.
Lain halnya dengan Islam yang mana aturan berasal dari Pencipta manusia, dan alam semesta. Allah Swt. merupakan Zat Yang Maha Mengetahui terkait kebutuhan, dan karakteristik manusia. Sistem ekonomi Islam dibangun di atas tiga pilar yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, , serta distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Islam sangat memperhatikan konsep kepemilikan. Bahkan, harta milik individu pun harus dipastikan oleh negara bahwa cara perolehan, dan pemanfaatannya dilakukan sesuai ketentuan syarak.
Terkait harta kepemilikan umum, Islam melarang individu menguasainya. Hal ini karena masyarakat memiliki hak bersama-sama untuk memanfaatkan barang tersebut. Kepemilikan umum bisa berupa sungai, laut, emas, pasir laut, dan SDA lainnya yang jumlahnya tak terbatas dan pembentukannya menghalangi individu untuk menguasainya. Termasuk jalan, bandara, masjid, sekolah negeri, rumah sakit juga lapangan. Sementara kepemilikan negara merupakan harta yang menjadi hak kaum muslim yang pengelolaannya di tangan negara.
Larangan individu menguasai kepemilikan umum adalah demi terjaminnya kebutuhan masyarakat secara merata. Islam pun sangat memperhatikan distribusi kekayaan. Orang kaya wajib memberikan zakat sesuai ketentuan syarak. Syariat Islam terkait kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki, jizyah, menghidupkan tanah mati, larangan penimbunan juga demi terjaminnya kebutuhan seluruh masyarakat. Ada juga pembahasan Islam terkait sumber pendapatan dan belanja negara, mata uang dinar dirham, serta perdagangan luar negeri yang lebih detail.
Islam memandang, setiap individu harus dipenuhi kebutuhan primernya. Politik ekonomi Islam dilakukan demi menjamin terealisasinya pemenuhan kebutuhan primer setiap individu. Setelah itu, individu tersebut dipersilakan memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kesanggupannya. Ada begitu banyak aturan Islam yang saling berkelindan. Akhirnya, hanya Islam yang mampu menyolusi masalah ekonomi global. Sejarah telah mencatat bagaimana Islam bertahan selama lebih dari 1300 tahun hingga berakhir di Turki Utsmani tahun 1924 Masehi.
Wallahu’alam bishawab.
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Semua sistem selain sistem Islam akan membawa kesengsaraan dan penderitaan yang berkepanjangan. Solusi tuntas hanyalah pada sistem Islam yang telah Allah ridai
Rindu dengan sistem Islam yang menaungi dan menyejahterakan umat seluruhnya
Sistem kapitalisme menjadi nestapa bagi negara-negara dunia ketiga. Sistem ini memang telah menciptakan kemiskinan global yang mengerikan dan tidak bisa lagi diselamatkan. Barakallah mbak Ikhty ...
Barokallah mbak Ikhty, tulisannya mantap.
Sejatinya Ukraina dan Rusia sedang diadu domba
Kapitalisme penyebab negara-negara dunia ketiga makin menderita. Tak ada peluang bagi mereka untuk mendapatkan kesejahteraan.
Alhamdulillah ... Semoga bermanfaat...
Keren tulisannya..
Barakallah ❤️
[…] Pada saat yang sama, di wilayah yang bersikukuh memperjuangkan Islam seperti Suriah, Barat menggunakan kekuatan milisi dan makar politik untuk menghalangi tegaknya pemerintahan Islam. Para pemuda pejuang Islam yang ikhlas mengalami penangkapan, penculikan, penyiksaan, dan hukuman mati. Kelompok dakwah Islam juga dimonsterisasi dengan isu terorisme. https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/ilusi-sejahtera-negara-negara-dunia-ketiga/ […]
[…] https://narasiliterasi.id/opini/08/2023/ilusi-sejahtera-negara-negara-dunia-ketiga/ […]