Gurita Investasi Menjerat, Kedaulatan SDA Lenyap

gurita investasi menjerat kedaulatan lenyap

Gurita investasi makin marak melalui pemberian izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan asing.

Oleh. Sartinah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Investasi asing sudah seperti candu yang sulit dihilangkan. Dari proyek yang diterima hingga megaproyek skala nasional sebagian besarnya masih menjadikan investasi sebagai tumpuan. Gurita investasi bahkan telah menjalar di antero negeri hingga membuat negeri ini lumpuh dan hilang kemandirian. Nahasnya, pemerintah justru menganggap investasi ibarat angin segar yang mampu menopang perekonomian dan pembangunan. Mudahnya peluang investor membuat negeri ini menjadi "surga" bagi investasi asing. Mirisnya, investasi menjadi seperti gurita yang memiliki banyak cabang di berbagai wilayah negeri ini.

Salah satu wilayah yang menjadi "surga" investasi adalah Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali. IMIP kini makin ramai dengan datangnya tenant-tenant (orang atau organisasi yang menyewa properti, barang, dll.) baru. Salah satu perusahaan yang ikut hadir di kawasan IMIP adalah PT Glory Metal Indonesia (GMI).

Gurita Investasi di PT GMI

PT GMI sendiri merupakan perusahaan patungan antara Tsingshan (perusahaan di bawah induk dari Cina) dan Jindal Group (produsen baja raksasa di India). Berada dalam kawasan IMIP, PT GMI memiliki area seluas 150 meter persegi dengan total investasi sebesar US$180 juta. Perusahaan patungan tersebut memiliki kapasitas produksi 1,2 ton baja tahan karat setiap tahunnya. (liputan6.com, 10-8-2024)

Chairman of the BOF of Tsingshan Holding Group Xiang Guangda mengatakan, kedua perusahaan patungan tersebut akan mewujudkan kerja sama internasional yang saling melengkapi, utamanya dalam bidang baja tahan karat. Dengan kerja sama tersebut, investasi dan lapangan kerja diklaim akan meningkat sehingga pertumbuhan dan ekonomi regional ikut meningkat pula. PT GMI diproyeksikan akan mulai beroperasi pada November 2025 mendatang.

Masuknya perusahaan patungan Cina-India di Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) makin menambah daftar panjang investasi di Indonesia. Sayangnya, investasi yang diklaim mampu meningkatkan ekonomi dan membuka lapangan kerja, nyatanya sering kali tak sesuai realitas. Lantas, benarkah klaim bahwa investasi luar negeri menguntungkan atau justru memiliki dampak buruk bagi negeri ini?

Antara Harapan dan Realitas

Investasi asing menjadi sebuah keharusan bagi suatu negara, termasuk negeri ini. Alasannya, investasi dianggap sebagai salah satu sumber utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan alasan tersebut, banyak negara akhirnya berlomba-lomba membuka keran investasi selebar-lebarnya dan membuat berbagai regulasi yang memudahkan gerak para investor.

Dengan asumsi tersebut pula, banyak negara yang menerapkan kebebasan ekonomi dengan membuka pintu investasi. Berdasarkan data dari indeks kebebasan ekonomi yang diterbitkan oleh The Heritage Fondation pada setiap tahunnya, sebanyak 145 negara di dunia telah membuka pintu ekonomi mereka dari 177 negara yang ada. Kebebasan ekonomi sendiri terbagi menjadi empat kategori, yaitu free, mostly free, moderately free, dan mostly unfree. Indonesia sendiri berada pada kategori ketiga, yaitu moderately free atau bisa dikatakan "cukup bebas" dengan mendapatkan peringkat 63,1.

Tak Seharusnya Dibanggakan

Laporan tersebut memang sejalan dengan realitas investasi di Indonesia, di mana swasta dan asing cukup bebas menanamkan modalnya di semua sektor. Contoh konkretnya adalah yang kini ada di kawasan IMIP. Namun, maraknya investasi seharusnya tidak dianggap sebagai kebanggaan, apalagi menganggap investasi dapat peningkatan pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja bagi rakyat. Pada faktanya, investasi sering kali tidak menunjukkan peningkatan ekonomi maupun peluang kerja.

Sebagai contoh, investasi di sektor industri yang menjadi sektor paling diminati investor. Data BPS menyebut, sejak tahun 2000, sektor industri selalu menjadi yang tertinggi dalam realisasi perolehan investasi penanaman modal luar negeri. Sayangnya, meski tertinggi dalam realisasi perolehan investasi, dari sisi kemandirian ekonomi negeri ini tetap terlihat lemah. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah komoditas industri yang diimpor (seperti produk keramik, kayu olahan, tekstil, dll.) dari tahun ke tahun justru makin meningkat.

Dengan nilai investasi sebesar US$193,3 miliar sejak tahun 2000 hingga 2021, seharusnya mampu membuat impor komoditas hasil industri menurun. Namun, besarnya nilai realisasi investasi tersebut justru tidak berbanding lurus dengan kemandirian ekonomi yang dihasilkan. Artinya, investasi tidak serta-merta mampu mewujudkan kemandirian ekonomi. Seperti halnya pabrik baja yang merupakan perusahaan patungan Cina-India, meski diklaim mampu meningkatkan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan, tetap saja pihak investor yang paling diuntungkan.

Gurita Investasi dan Dampaknya

Pemerintah seharusnya menyadari bahwa investasi luar negeri bukanlah solusi. Alih-alih sebagai penopang kemajuan ekonomi, investasi justru akan mendatangkan dampak buruk bagi negeri ini. Andaipun ada keuntungannya, itu tak sebanding dengan kerugian yang akan diterima negara. Beberapa dampak buruk investasi asing, di antaranya:

Ketergantungan

Pertama, investasi mengakibatkan ketergantungan dan ketagihan. Logikanya, makin banyak investasi yang masuk, makin besar pula utang yang harus ditanggung negara. Ketergantungan pada utang tampaknya masih belum berakhir, apalagi pemerintah menganggap selama rasio utang masih di bawah 60 persen, maka utang masih dianggap aman. Demikian pula dengan investasi. Dengan alasan membangun infrastruktur besar yang tidak mampu ditopang seluruhnya oleh APBN, pemerintah terus mencari modal dan dukungan investor hingga ketagihan.

Dipandang Sebelah Mata

Kedua, investasi dan utang membuat posisi Indonesia dipandang sebelah mata. Salah satu negara yang gencar menanamkan investasi dan memberikan utangnya di negeri ini adalah Cina. Sejak bermitra dengan Cina, Indonesia makin tidak memiliki "taring" untuk berseberangan dengan semua kebijakan Cina. Contohnya, Indonesia lebih memilih berada di zona aman dengan tidak melawan Cina soal Uighur, berubah-ubahnya kebijakan tentang ekspor mineral, pencurian ikan di perairan Indonesia oleh kapal-kapal Cina, hingga derasnya TKA Cina yang tidak mampu dibendung. Semua terjadi karena belenggu utang akibat kerja sama dengan Cina.

Alat Penjajahan

Ketiga, hal yang paling mengkhawatirkan dari investasi dan utang adalah sebagai alat penjajahan terhadap negara lain. Salah satu risiko yang paling banyak terjadi dari utang luar negeri adalah ancaman gagal bayar. Jika tidak mampu membayar utang dan bunga utang yang super tinggi, konsekuensi yang harus diterima adalah kehilangan aset-aset strategis negara. Aset-aset tersebut akan berpindah kepemilikan kepada negara pemberi utang. Tak hanya itu, negara juga akan kehilangan kendali terhadap sektor-sektor industri karena diambil alih oleh investor, mendominasinya perusahaan asing di dalam negeri, penjajahan SDA, dll.

Baca: Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi antar Mitos dan Realitas

Inilah beberapa dampak buruk investasi asing dan utang bagi sebuah negara. Selain itu, posisi negara yang hanya berperan sebagai regulator menjadikan swasta sebagai pelaku ekonomi yang sesungguhnya. Dengan fakta tersebut, tak heran jika negara terus bergantung pada swasta. Swastalah yang menjadi penguasa sesungguhnya di negara-negara penganut sistem kapitalisme. Pemerintah bahkan menjadi perpanjangan tangan para pemilik modal melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkannya.

Demikianlah, gurita investasi asing di negeri ini menunjukkan betapa rapuh dan lemahnya kedudukan negara. Negeri ini yang memiliki SDM dan SDA melimpah, nyatanya tidak mampu mengelola sumber daya alamnya sendiri sehingga harus menyerahkan pengelolaannya kepada asing. Contohnya, pengelolaan baja tahan karat yang harus dilakukan oleh perusahaan patungan Cina-India. Siapa pun tahu bahwa perusahaan asing yang berinvestasi dan beroperasi di negeri ini, bukan bekerja demi kemaslahatan rakyat, tetapi demi keuntungan mereka sendiri. Berharap kemajuan ekonomi dan luasnya lapangan pekerjaan dari investasi adalah delusi.

Mengelola SDA dengan Islam, Gurita Investasi Hilang

Gurita investasi tidak akan terjadi dalam Islam. Hal ini karena Islam memiliki langkah-langkah strategis untuk mewujudkan negara yang mandiri dan berdaulat. Kemandirian negara Islam menjadikannya tidak akan menggantungkan pengelolaan SDA kepada negara lain. Islam memiliki strategi paripurna untuk mengelola sumber daya alam dan mengembalikan hasilnya kepada seluruh rakyat secara umum.

Dalam pandangan Islam, kekayaan alam terkategori sebagai harta kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola negara dan hasilnya diberikan untuk kemaslahatan rakyat. Oleh karenanya, kepemilikan umum ini haram hukumnya diserahkan pengelolaannya kepada individu, swasta, dan asing. Larangan pengelolaan SDA pada pihak lain merujuk pada hadis Rasulullah saw. dalam riwayat Ibnu Majah:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ.

Artinya: "Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api."

Terkait dengan harta milik umum, Rasulullah saw. pernah mengambil kebijakan memberikan tambang garam kepada Abyadh bin Hammal. Namun, beliau kemudian menarik kembali pemberian itu setelah mengetahui bahwa tambang garam tersebut ibarat air yang mengalir. Hal ini dilakukan Rasulullah saw. karena tambang yang jumlahnya melimpah (laksana air yang mengalir) adalah milik umum.

Dalam konteks kekinian, tambang-tambang yang jumlahnya melimpah tidak hanya garam, tetapi seluruh sumber daya alam yang lainnya, seperti emas, perak, batu bara, timah, besi, tembaga, dan sebagainya. Semua sumber daya alam tersebut adalah milik umum sehingga tidak boleh dikuasai oleh pihak lain. Pengelolaannya hanya boleh dilakukan oleh negara demi mewujudkan kemaslahatan seluruh rakyat.

Agar hal itu bisa terwujud, negara harus diatur oleh syariat Islam yang datang dari Sang Pencipta, bukan oleh aturan lainnya, seperti ideologi kapitalisme sebagaimana saat ini. Ideologi rusak ini jelas bertentangan dengan Islam karena telah memberikan keleluasaan sedemikian rupa kepada swasta/asing untuk menguasai sebagian SDA milik umum. Oleh karena itu, Islam hanya memberikan kewenangan kepada negara untuk mengelolanya.

Pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam oleh negara akan berkontribusi terhadap amannya penyediaan komoditas primer untuk keperluan perekonomian dan pertahanan negara. Selain itu, penguasaan SDA oleh negara juga menjadi sumber pemasukan baitulmal yang sangat besar dari pos kepemilikan umum.

Khatimah

Pemberian izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan asing adalah wujud lemahnya kemandirian negara. Kelemahan tersebut menjadikan gurita investasi makin meluas. Sumber daya alam adalah faktor penting bagi keberlangsungan hidup manusia yang kini dikuasai swasta maupun asing. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali mengembalikan kedaulatan umat dan negara atas SDA sesegera mungkin. Satu-satunya cara mengembalikan kedaulatan tersebut adalah dengan mewujudkan sistem Islam di tengah-tengah umat, yakni Khilafah Islamiah.
Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Sartinah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Detik-Detik Akhir Kekuasaan
Next
Peringatan Darurat, Masihkah Berharap pada Demokrasi?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram