Utang selama periode Jokowi ugal-ugalan dan naik tajam, tetapi tidak meningkatkan pendapatan negara secara signifikan dan tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Oleh. Novianti
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Utang menjadi problem yang membelit Indonesia. Jumlahnya terus menggunung diikuti oleh beban bunga yang ikut membengkak. Diwartakan cnbcindonesia.com (14-09-2024), selama sepuluh tahun pemerintahan Jokowi, utang pemerintah bertambah Rp6000 triliun atau melonjak 224%. Pembayaran bunga utang ikut meroket lebih dari 200%.
Baru-baru ini, Kemenkeu mengatakan jumlah utang pemerintah turun sebesar Rp40,76 triliun. Perbandingannya dilihat dari total utang sampai Agustus 2024 sebesar Rp8.461,93 triliun, sedang bulan sebelumnya senilai Rp 8.502,69 triliun. Apakah ini awal yang baik bagi persoalan utang?
Tanggungan Utang
Jika dicermati, meski utang sampai Agustus 2024 turun, tetap lebih tinggi dibandingkan dengan Agustus 2023. Total utang hingga Agustus 2023 sebesar Rp7.870,35 triliun. Pada Agustus 2024 lebih besar Rp591,58 triliun dari tahun lalu.
Tentu pernyataan Kemenkeu ada maksud tertentu.
Pertama, ingin meyakinkan publik bahwa Indonesia aman meski Jokowi meninggalkan warisan utang terbesar pascareformasi.
Kedua, menyiapkan psikologis publik karena pemerintahan baru Prabowo-Gibran juga menambah utang. Di dalam APBN 2025, ada tambahan utang baru sebesar Rp775,9 triliun.
Pemerintah perlu meyakinkan bahwa Indonesia tetap aman meski terus menambah utang. Alasan yang kerap digunakan pemerintah adalah angka rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Dikutip dari laman Kemenko Bidang Perekonomian RI, hingga akhir Juli 2024, rasio utang kembali turun menjadi 38,68% terhadap PDB, yang berarti masih jauh di bawah batas aman yakni 60% sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir dengan tambahan utang.
Indonesia dalam Bahaya
Akan tetapi, ada indikator lain yang menunjukkan kondisi sebaliknya, yaitu standar yang ditetapkan IMF. Ekonom Awalil Rizky menyebut ada tiga indikator dari IMF untuk mengukur tingkat keamanan utang negara. Apa saja itu? Yakni rasio utang atas pendapatan negara, rasio pembayaran bunga utang atas pendapatan negara, dan rasio pembayaran beban utang atas pendapatan negara.
Hingga Juli 2024 utang menembus angka Rp8.502,69 triliun, sedang perkiraan pendapatan hingga akhir 2024 sebesar Rp2.802,3 triliun. Diperoleh angka rasionya sebesar 329%. Rasio aman yang direkomendasikan IMF adalah 90-150%.
Rasio pembayaran bunga utang atas pendapatan negara pada 2024 diperkirakan 17,75%. Batas tersebut sangat rentan berdasarkan standar IMF dengan kisaran aman 7-10%.
Beban utang pada 2024 diperkirakan sebesar Rp625 triliun. Dengan angka tersebut diperoleh rasio pembayaran beban utang atas pendapatan negara diperkirakan 40%. Batas aman yang direkomendasikan adalah IMF 25-35%.
Kesimpulannya, utang Indonesia sudah jauh melebihi rekomendasi batas aman berdasarkan standar IMF. Terlebih dalam pandangan ekonom Awalil Rizky, utang selama periode Jokowi ugal-ugalan dan naik tajam, tetapi tidak meningkatkan pendapatan negara secara signifikan dan tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Beberapa pembangunan menyedot biaya besar seperti pembangunan IKN, sejumlah bandara dan ruas tol. Di antaranya tidak sesuai harapan, berjalan terseok-seok dan justru menambah beban negara seperti Bandara Kertajati dan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Jeratan Utang Indonesia
Dalam pandangan Islam, utang boleh atau mubah dengan syarat tidak disertai riba. Akad utang ribawi jelas haram dan batil sebagaimana yang dilakukan pemerintah selama ini. Meskipun berdalih bahwa semua negara saat ini berutang termasuk negara-negara Islam seperti Saudi, Qatar, atau Pakistan, tidak mengubah status utang ribawi, tetap haram.
Ayat Allah Swt. sudah tegas mengharamkan riba, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian beruntung.” (QS. Ali Imran: 130)
Indonesia tidak bisa lepas dari utang karena menerapkan sistem kapitalis, di mana utang adalah wajib, dimasukkan sebagai salah satu instrumen pemasukan negara selain dari pajak. Pandangan kapitalis, tanpa utang, negara tidak bisa membangun seperti infrastruktur dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Utang Pemerintah, Apa Kabar?
Pemerintah acap kali berdalih utang diperlukan untuk investasi yang akan mendorong pembukaan lapangan pekerjaan, jadi rakyat memperoleh manfaat utang. Rakyat awam percaya, apalagi faktanya pembangunan infrastruktur berdiri di mana-mana dan rakyat ikut menikmati.
Akan tetapi, yang banyak belum menyadari bahwa utang telah dijadikan sebagai alat politik oleh negara besar sebagai kreditur untuk menjerat negara kecil. Negara kreditur terus mengisap rakyat negara debitur dengan pembayaran utang dan bunga yang mengikuti pergerakan pertukaran mata uang debitur terhadap dolar. Otomatis, bagi Indonesia, utang dan bunga membengkak karena nilai rupiah yang makin melemah terhadap dolar.
Kondisi makin parah karena kemampuan bayar utang Indonesia tidak sebanding dengan terbitnya utang baru. Sumber daya alam yang seharusnya bisa menjadi salah satu pemasukan negara diambil alih oleh swasta, negara pun makin kelimpungan.
Cara yang paling mudah untuk menambah pemasukan dengan menaikkan pajak. Dalam RAPBN 2025, target penerimaan pajak naik menjadi Rp2189,3 triliun. Ini pertama kali sepanjang sejarah target pendapatan pajak Indonesia melebih Rp2.000 triliun. Pemerintah mulai mewacanakan mulai Januari 2025 PPN akan naik dari 11% menjadi 12% dan subsidi BBM juga akan dipangkas.
Terbukti utang akan menyejahterakan rakyat hanya ilusi, justru dengan utang ribawi, rakyat makin dimiskinkan dan menderita.
Konsep Utang dalam Islam
Persoalan utang tidak akan selesai hanya dengan pergantian kepemimpinan. Selama masih menggunakan sistem kapitalis, utang Indonesia akan terus bertambah karena menjadi salah satu instrumen fiskal selain pajak. Diperlukan perubahan yang sangat mendasar untuk menyelesaikan persoalan utang, yaitu mengubah sistem kapitalis dengan sistem Islam dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Sistem Islam tidak menitikberatkan pajak dan utang sebagai sumber pendapatan karena memiliki banyak sumber pemasukan yang tersimpan di baitulmal. Ada yang bersumber dari individu seperti zakat, infak, dan hibah. Ada yang bersumber dari kepemilikan umum seperti minyak bumi, gas, nikel, dan sejenisnya. Pun dari kepemilikan negara seperti jizyah, fai, kharaj, dan usyur.
Baitulmal merupakan penopang finansial agar penguasa melayani rakyat dengan optimal. Apabila terjadi defisit, tetapi perlu anggaran untuk program mendesak seperti infrastruktur pendidikan, bisa diberlakukan pajak yang tidak bersifat permanen dan hanya dibebankan pada orang kaya dari kaum laki-laki saja.
Akan tetapi, negara memiliki skala prioritas program sesuai hukum syarak dalam hal penggunaan kas baitulmal. Selain dengan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan dan sanksi yang tegas kepada pejabat yang melakukan korupsi.
Negara berutang dibolehkan tetapi tidak boleh ada tambahan bunga karena utang atau pinjaman harus dilandaskan pada saling tolong menolong. Negara boleh berutang kepada kaum mulismin atau negara lain selama tidak ada persyaratan yang dapat mengancam kedaulatan negara.
Khatimah
Jika bertahan dalam sistem kapitalis, rakyat akan terus diperas memikul beban utang dan bunganya. Berbeda jika hidup dalam sistem Islam, rakyat hidup sejahtera dan berkah. Pilihan ada para tangan rakyat. Jika ingin hidup dalam sistem Islam berarti harus berjuang dan menuntut penguasa menyegerakan penerapannya.
Wallahu'lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca: indonesia-dalam-jebakan-utang/ […]