Pembentukan kementerian/lembaga membuat birokrasi kian gemuk yang berakibat makin rumitnya pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian tersebut.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan membentuk kementerian atau lembaga baru di pemerintahannya nanti. Rencana pembentukan kementerian baru ini dibocorkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo.
Salah satu lembaga yang akan dibentuk oleh Prabowo Subianto nanti adalah Kementerian Perumahan. Diketahui bahwa saat ini bidang perumahan masih dalam naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sehingga pada masa kepemimpinannya nanti, Kementerian PUPR akan dipisah dengan alasan agar masing-masing kementerian bisa fokus menjalankan tugasnya. Misalnya, Kementerian Perumahan nantinya bisa fokus untuk menyediakan rumah bagi masyarakat.
Tidak hanya itu, Prabowo juga dikabarkan akan menambah sejumlah badan. Hal ini diungkapkan oleh Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Ferry Latuhihin. Ia menyebutkan bahwa Prabowo akan membentuk tiga badan, yaitu Badan Pengelola Pengendali Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK), Badan Penerimaan Negara, dan badan yang berurusan dengan pangan (cnnindonesia.com, 13-09-2024).
Penambahan sejumlah kementerian atau lembaga baru ini digadang-gadang untuk menyukseskan program-program andalan Prabowo nanti. Hanya saja, kebijakan ini nyatanya dianggap kurang tepat oleh beberapa kalangan politisi sebab akan berakibat pada pembengkakan anggaran dan berpotensi menjadi ladang baru para koruptor.
Menambah Kementerian, Pembengkakan Anggaran
Penambahan jumlah kementerian/lembaga sejatinya memiliki risiko besar terhadap anggaran negara. Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengungkapkan, tidak perlu ada penambahan kementerian/lembaga baru sebab akan berpotensi menambah beban keuangan negara. Bagaimana tidak, ketika kementerian bertambah, pemerintah harus mengalokasikan dana untuk membangun infrastruktur fisik, dana operasional, dan menggaji para pegawai baru.
Pembengkakan anggaran pun akan nyata terjadi jika kebijakan ini benar-benar diteken, padahal keuangan negara harusnya bisa dialokasikan untuk program-program yang bersentuhan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Misalnya, pembangunan infrastruktur pendidikan, mewujudkan kesehatan murah dan gratis, menjamin terpenuhinya kebutuhan per individu rakyat, dan lainnya (cnnindonesia.com, 13-09-2024).
Apalagi jamak diketahui bahwa anggaran belanja kementerian/lembaga di negeri ini begitu fantastis. Masih lekat dalam ingatan, DPR pada 2022 menganggarkan pembelian gorden jendela sebesar Rp48,7 miliar untuk 550 unit rumah. (kompas.com, 29-03-2022).
Ladang Baru para Koruptor
Di sisi lain, pembentukan kementerian/lembaga juga dikhawatirkan menjadi ladang baru para koruptor. Eks Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, penambahan kementerian/lembaga baru dikhawatirkan akan menjadi ladang baru bagi para koruptor. Tidak dimungkiri bahwa hampir seluruh elemen pemerintahan di negeri ini tidak lepas dari para tikus berdasi yang memanfaatkan jabatannya untuk mengambil uang rakyat dan negara demi kepentingan pribadi.
Sistem kapitalisme ini telah meniscayakan mengguritanya para tikus berdasi dalam birokrasi. Sistem yang berasas pada materi ini membuat para pejabat memiliki gaya hidup hedonis dan menjadikan standar kebahagiaan pada materi. Alhasil, jabatan yang harusnya untuk me-riayah urusan rakyat, justru dijadikan ladang untuk mendapatkan pundi-pundi materi. Tidak hanya itu, pembentukan kementerian/lembaga ini juga membuat birokrasi kian gemuk yang berakibat makin rumitnya pelaksanaan tugas dan fungsi kementerian tersebut.
Tumpang Tindih Tugas Kementerian
Pakar Hukum Tata Negara Prof Ludy Lukman mengatakan, penambahan kementerian/lembaga akan berdampak pada panjangnya birokrasi sehingga berpengaruh pada penurunan efektivitas dan efisiensi kinerja pemerintahan. Sebaliknya, ketika kementerian/lembaga lebih sedikit, koordinasi antardepartemen akan mudah dilakukan dan lebih efisien. Ia juga mencontohkan bahwa negara-negara maju, seperti Amerika Serikat hanya memiliki 15 kementerian dan Jepang 11 kementerian.
Senada, Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa penambahan struktur baru juga berisiko membuat tumpang tindih dalam pelaksanaan fungsi dan tugas kementerian, memperlambat pengambilan keputusan, dan meningkatkan risiko kebingungan dalam pelaksanaan kebijakan.
Pendapat pakar di atas benar adanya, ketika birokrasi terlalu panjang dan gemuk, maka koordinasi akan sulit, dan terhambat, serta memungkinkan terjadinya tumpang tindih pelaksanaan tugas. Misalnya, antara Bappenas dan Kemendagri, keduanya sama-sama memiliki program yang harus dijalankan di daerah. Lantas, ke arah mana daerah tersebut harus memilih, apakah ke Bappenas atau Kemendagri? Ketika daerah memilih Kemendagri, program Bappenas tidak akan berjalan efisien, begitu pula sebaliknya.
Begitu pula ketika nanti kementerian baru akan dibentuk, bukan tidak mungkin mereka dan kementerian lama akan saling menuntut tugas dan fungsi masing-masing maka bisa jadi akan terjadi banyak overlap tugas dan membuat pelaksanaan fungsi kementerian makin ruwet. Ini sebagaimana pada masa Kepemimpinan Joko Widodo di periode pertama. Kala itu, Jokowi membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang bertugas untuk mengurus ekonomi kreatif, tetapi pada akhirnya badan ini dilebur kembali ke Kementerian Pariwisata disebabkan terjadi duplikasi tugas dan ketidakefektifan dalam pelaksanaan fungsinya.
Sejatinya, penambahan kementerian atau lembaga merupakan hak prerogatif presiden sebab kementerian merupakan pembantu presiden untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Hanya saja, penguasa tidak boleh semena-mena menggunakan hak prerogatifnya untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Apalagi pembentukan kementerian/lembaga baru ini tercium aroma bagi-bagi kursi kekuasaan terhadap koalisi dari presiden dan wakil presiden terpilih.
https://narasiliterasi.id/opini/09/2024/fufufafa-dan-cacat-politik-demokrasi/
Aroma tersebut wajar muncul dalam tata pemerintahan sistem kapitalisme sebab sistem ini menjadikan kekuasaan sebagai ajang untuk meraih keuntungan pribadi dan kelompoknya, bukan untuk mengurusi urusan rakyat dengan baik. Hal tersebut kian membuktikan bagaimana kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan penguasa bukan untuk kemaslahatan rakyat. Dengan demikian, struktur pemerintahan seperti ini akan berdampak buruk bagi negeri ini. Hal ini berbeda dengan struktur pemerintahan pada masa kepemimpinan Islam.
Islam Mengatur Struktur Pemerintahan
Islam bukan sekadar agama, tetapi sebuah ideologi yang mengatur seluruh kehidupan manusia dalam berbagai ranah, termasuk ranah pemerintah. Islam membentuk sistem pemerintahan secara efisien dan efektif sehingga pelaksanaan tugas-tugas negara bisa berjalan maksimal.
Dalam kitab Ajhizah Daulah al-Khilafah karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, dijelaskan bahwa Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang diterapkan oleh Rasulullah saw. di Madinah. Setelah itu, dilanjutkan oleh masa khulafaurasyidin, dan masa setelahnya sampai keruntuhan Khilafah dan berganti dengan sistem kapitalisme.
Syekh Taqiyuddin menjelaskan bahwa struktur Khilafah dalam bidang pemerintahan dan administrasi terbagi menjadi tiga belas struktur, yaitu:
1. Khalifah (pemimpin negara). Ia merupakan kepala negara yang melaksanakan syariat Islam dan menjalankan roda pemerintahan demi kesejahteraan rakyat. Ia bertanggung jawab penuh terhadap jalannya pemerintahan dan pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah. Pengambilan keputusan tersebut berdasarkan pada Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah.
2. Mu'awin Tafwidh merupakan pembantu khalifah yang diangkat langsung oleh khalifah untuk membantunya dalam bidang pemerintahan. Dengan kata lain, ia merupakan wakil dari khalifah. Mereka mendapatkan wewenang untuk mengatur berbagai urusan pemerintahan dan melaksanakannya sesuai dengan pendapatnya. Hanya saja, para pembantu ini wajib melaporkan kepada khalifah tentang segala hal yang telah diputuskan dan dilakukannya.
3. Mu’awin Tanfizh merupakan pembantu khalifah dalam bidang adminstrasi. Mereka bertugas untuk mengurusi bidang administrasi, seperti urusan implementasi kebijakan, pendampingan, dan penyampaian kebijakannya. Mereka tidak memiliki wewenang untuk mengambil sebuah keputusan.
4. Wali (gubernur) merupakan seseorang yang diangkat oleh khalifah untuk memerintah di suatu wilayah (provinsi). Ia diberikan wewenang oleh khalifah dalam bidang pemerintahan dan mengawasi jalannya administrasi di wilayahnya. Ia juga tidak perlu memberikan laporan kepada khalifah ketika memutuskan suatu perkara yang sudah pernah terjadi sebelumnya, tetapi jika ada perkara baru yang belum pernah diputuskan sebelumnya, ia berkewajiban untuk melaporkan kepada khalifah.
5. Amiruljihad merupakan direktorat yang mengurusi seluruh urusan yang berkaitan dengan jihad, baik peperangan maupun pertahanan negara, mulai dari penyiapan pasukan, akademi militer, peralatan, logistik, dan lainnya.
6. Departemen Keamanan Dalam Negeri merupakan direktorat yang menangani urusan yang mengganggu keamanan, menjaga keamanan di dalam negeri, serta mencegah terjadinya segala sesuatu yang mengancam negeri. Direktorat ini berada di setiap wilayah provinsi.
7. Departemen Luar Negeri merupakan direktorat yang menangani seluruh urusan luar negeri yang berkaitan dengan hubungan Khilafah Islamiah dengan negara-negara asing, seperti kerja sama dalam aspek politik, ekonomi, pertanian, dan lainnya.
8. Perindustrian merupakan departemen yang menangani seluruh perindustrian, baik industri ringan maupun industri berat, baik industri milik pribadi maupun industri milik umum.
9. Qadhi (peradilan) adalah lembaga peradilan yang fungsinya menyelesaikan perselisihan antarmasyarakat dan masyarakat dengan perseorangan dalam pemerintahan.
10. Kemaslahatan Umum merupakan direktorat yang menangani urusan administrasi negara dan pelayanan terhadap rakyat. Badan ini terbagi menjadi departemen-departemen, biro-biro, dan unit-unit yang bertugas melayani kepentingan rakyat.
11. Baitulmal merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk mengurusi pendapatan dan belanja negara demi kesejahteraan masyarakat. Badan ini berada di bawah pengawasan khalifah secara langsung.
12. Al-I’lam (penerangan) merupakan lembaga yang menangani penetapan dan pelaksanaan politik penerangan. Lembaga ini berfungsi di dalam negeri sebagai media untuk mengukuhkan keimanan masyarakat terhadap Islam, sedangkan di luar negeri berfungsi untuk menyebarkan dakwah Islam.
13. Majelis Umat adalah suatu badan yang terdiri dari orang-orang yang mewakili umat Islam untuk memberikan pendapat dan pertimbangan kepada khalifah mengenai suatu permasalahan.
Sepanjang sejarah Khilafah Islamiah berjaya, struktur pemerintahan tidak bertambah dan tidak berkurang. Mereka menjalankan tugasnya dengan baik dan juga bertanggung jawab terhadap amanahnya sebab mereka paham bahwa setiap kepemimpinan adalah amanah yang harus dilaksanakan. Rasulullah bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Khatimah
Struktur pemerintahan sistem kapitalisme akan mengalami perubahan dan cenderung berdampak buruk bagi anggaran negara maupun pelaksanaan tugas-tugas mereka sebab struktur pemerintahan tersebut dibentuk bukan untuk mengurusi urusan rakyat, tetapi untuk kepentingan individu dan oligarki.
Oleh karenanya, sudah saatnya masyarakat beralih kepada sistem yang memiliki struktur pemerintahan tetap dan efisien dalam menjalankan tugas-tugasnya, sistem tersebut adalah sistem Islam. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] baca: Kementerian Ditambah, Perlukah ? […]