Paham liberal seperti HAM dan kesetaraan gender turut menjadi nilai yang terbungkus rapi dalam konsep moderasi beragama.
Oleh. Qaireen
(Kontributor Narasiliterasi.id & Freelance Writer)
Narasiliterasi.id-Upaya pengarusan paham moderasi kini makin masif dilakukan. Baru-baru ini, ibu negara turut menyosialisasikan terkait moderasi sejak dini di madrasah, Kota Balikpapan. Sosialisasi tentang moderasi sejak dini di madrasah bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai pada anak.
Berikut beberapa langkah yang dilakukan dalam sosialisasi moderasi di madrasah tersebut.
Pertama, pengintegrasian kurikulum dengan menggabungkan konsep moderasi ke dalam mata pelajaran seperti Pendidikan Agama Islam, Pancasila, dan Kewarganegaraan.
Kedua, pengembangan karakter melalui kegiatan keagamaan, siswa diajak untuk mempraktikkan sikap toleran, menghargai perbedaan pendapat, dan menghormati keragaman.
Ketiga, dialog lintas agama berupa dialog atau kunjungan ke tempat ibadah agama lain untuk memperluas wawasan dan meningkatkan pemahaman tentang toleransi beragama. (Kompas.com, 11-09-2024)
Moderasi Beragama Bukan Solusi
Seruan moderasi beragama makin gencar digaungkan, seolah bisa menjadi solusi pada berbagai persoalan negeri ini, khususnya persoalan generasi muda. Padahal jika diteliti lebih dalam, justru problem yang terjadi pada generasi saat ini diakibatkan dari rusaknya tatanan kehidupan sekularisme yang menjadikan tuntutan agama jauh dari kehidupan.
Jika melihat fakta rusaknya generasi yang makin hari makin mengerikan, tidak tepat jika paham moderasi beragama dianggap sebagai solusi dalam menyelesaikan problem dekadensi moral remaja. Pasalnya yang menjadi akar masalah dari lahirnya berbagai persoalan kehidupan adalah karena jauhnya umat dari pemahaman Islam yang benar.
Mengapa pemerintah masih saja menggiatkan arus moderasi beragama, padahal keberadaan paham ini telah menjauhkan generasi dari ajaran agama yang lurus? Sebab, banyak sekali nilai-nilai Barat yang terbungkus dalam program moderasi beragama yang sejatinya bertentangan dengan akidah Islam. Sebut saja paham pluralisme yang mengajarkan bahwa semua agama benar. Paham ini sangat jauh dengan ajaran Islam.
Bukan hanya itu, paham liberal seperti HAM dan kesetaraan gender turut menjadi nilai yang terbungkus rapi dalam konsep moderasi beragama. Ide HAM inilah yang mengajarkan empat paham kebebasan menurut budaya Barat, yakni kebebasan beragama, berpendapat, berekspresi, dan berperilaku. Selain itu, konsep toleransi yang diusung dalam paham moderasi beragama justru tidak sejalan dengan Islam. Sebab, umat digiring untuk berpemahaman bahwa “semua agama benar dan semua agama sama”, ini merupakan toleransi yang kebablasan sebab bertentangan dengan nas Al-Qur’an. (Lihat QS. Ali Imran: 19 dan 85)
Moderasi Beragama Menangkal Radikalisme
Selain itu, konsep seperti ini hendak mengarahkan muslim agar tidak perlu menerapkan semua syariat Islam. Bahkan sejatinya, moderasi beragama di institusi pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menangkal radikalisme di kalangan pelajar yang selama ini dipandang sebagai ancaman bagi keutuhan bangsa. Dalam konsep moderasi beragama, ajaran Islam yang dianggap fundamental harus diwaspadai. Di samping itu, moderasi beragama telah menjadikan ajaran Islam yang sangat penting pun diopinikan untuk tak perlu diterapkan.
Seperti pemikiran tentang kepemimpinan Islam yang diklaim oleh sebagian pihak sebagai ajaran yang tak perlu diterapkan, bahkan membahayakan keutuhan negara. Padahal, dalam ajaran Islam ditegaskan bahwa memiliki kepemimpinan satu bagi seluruh kaum muslim adalah kewajiban. Apakah benar dalam Islam ada ajaran yang harus dibuang dan sebagiannya diambil? Jelas hal ini bertentangan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208, yang menegaskan kewajiban seorang muslim menerapkan Islam secara sempurna.
Fleksibilitas Hukum Islam
Kemudian, konsep moderasi beragama juga menjelaskan bahwa penerapan ajaran Islam harus dalam koridor prinsip fleksibilitas hukum Islam. Dengan demikian, prinsip seperti ini telah menimbulkan cara pandang salah dalam menyikapi hukum Islam. Sebab menganggap hukum Islam itu fleksibel, sama saja dengan mengatakan bahwa hukum Islam bisa diubah dan dikompromikan. Padahal, jelas hukum Allah bersifat tetap. Aturan Islam tidak berubah karena waktu dan tempat.
Baca: Kenaikan Pungutan Pajak Negara Bangga Rakyat Menderita
Inilah cara pandang kekinian dan modern yang ditanamkan Barat sekuler pada kaum muslim. Di mana konsep ini menjadi jalan bagi kaum moderat untuk mengubah hukum Islam yang sudah baku. Dengan begitu halus konsep moderasi beragama akan memecah belah persatuan umat, memalingkan perjuangan generasi muda kaum muslim, dan menjauhkan penerapan Islam kaffah. Lebih dari itu, sejatinya pemahaman moderasi beragama maupun moderasi Islam merupakan ide yang sangat berbahaya karena termasuk langkah Barat dalam mengaburkan ajaran Islam yang mulia.
Kembali pada Ajaran Islam
Walhasil, moderasi beragama tak dapat memberikan kemaslahatan apa pun. Kemajuan dan keselamatan generasi hanya akan didapatkan jika generasi muda memahami Islam dan menerapkan profil Islam secara sempurna tanpa mengotak-ngotakkan ajaran Islam.
Tidak ada yang dapat diharapkan dari moderasi beragama. Kaum muslim tentunya harus berhati-hati menyikapi setiap ide-ide yang lahir dari moderasi agama. Mustahil kita akan memperoleh kemajuan bangsa dan keselamatan generasi dengan penerapan paham moderasi agama ini. Hanya Islam kaffah yang dapat memberikan kemaslahatan bagi seluruh dunia. Islam rahmatan lil ‘alamin.
Dengan demikian, seorang muslim wajib menolak konsep ini. Jangan sampai kaum muslim terjebak dan berhasil diadu domba dengan paham-paham Islam yang salah. Wallahu a’lam bi-ash shawwab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com