Akan terasa sulit polemik Fufufafa dapat cepat selesai kalau yang diandalkan adalah pejabat hasil nepotisme. Ujung-ujungnya, polemik Fufufafa akan berakhir dengan tumbal untuk menutupi pemilik asli Fufufafa.
Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Kemunculan akun Kaskus Fufufafa menggemparkan jagat maya. Akun ini banyak menyerang pribadi dan keluarga presiden terpilih Prabowo Subianto. Banyak netizen menduga bahwa pemilik akun Fufufafa adalah wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka. Padahal pelantikan presiden terpilih dan wakilnya hanya tinggal menghitung hari.
Bukan netizen Indonesia namanya bila isu Fufufafa hanya dianggap angin lalu. Terlebih lagi, isu hangat ini makin memanas dengan jawaban Gibran yang meminta menanyakan langsung kepada pemilik akun tersebut saat wartawan mempertanyakan polemik Fufufafa ini kepadanya.
Kasak-kusuk netizen pun makin gencar. Sebuah akun X @koalaangle mengunggah tangkapan layar postingan Fufufafa yang mengarah kepada akun media sosial Gibran, dengan tulisan seperti berikut ini: "Nama: Raka. Twitter: @rkgbrn. Prime ID: Raka Gnarly (lupa password, gak bisa log in)."
Netizen juga menemukan keterkaitan akun Fufufafa dengan akun resmi Kaesang Pangarep. Ucapan selamat ulang tahun yang diunggah Kaesang untuk ibunya dan akun @rkgbn kepunyaan Gibran turut diunggah dalam akun Kaskus Fufufafa. Keterkaitan ini makin mengarahkan bahwa akun tersebut benar milik Gibran.
Pakar telematika Roy Suryo juga yakin 99,9 persen bahwa wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo adalah pemilik akun Fufufafa. Akun Fufufafa mempunyai koneksi dengan akun Kaesang dan akun @Chili_Pari yang sudah jelas Chili Pari adalah akun katering milik Gibran.
Jejak Digital Fufufafa
Kehebohan polemik Fufufafa tidak sampai di situ saja. Keadaan yang sudah panas makin terasa membara dengan kelakuan akun Fufufafa. Akun ini berupaya menghilangkan bukti dengan mengubah password dan menghapus sekitar 2100 postingan yang sebelumnya terdapat 5 ribu lebih postingan di akun tersebut.
Padahal dari 5 ribu lebih postingan sebelum dihapus itu, sekitar 70 persennya berisi hinaan, ejekan, kritikan hingga caci maki yang menyerang pribadi presiden terpilih Prabowo saat menjadi oposisi Presiden Joko Widodo di pilpres periode pertama (suara.com, 13-09-2024). Bahkan, keluarga Prabowo pun tak luput dari cemoohan-cemoohan tajam Fufufafa.
Begitu barbarnya postingan akun Fufufafa membuat pakar telematika Roy Suryo menyarankan agar otak pemilik akun tersebut di-Brain CT Scanner. Tidak hanya itu, jika kebenaran mengungkap pemiliknya adalah wakil presiden terpilih, tentu akan membahayakan masa depan bangsa. (rmol.id, 20-09-2024)
Polemik Fufufafa Sulit Diungkap
Walaupun sudah banyak bukti, pendapat para pakar, dan mata cerdas netizen Indonesia bersaksi bahwa akun kaskus Fufufafa sangat terkait erat dengan wakil presiden terpilih, sepertinya polemik Fufufafa akan sangat alot.
Begitu pun dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi masih saja menyangkal kalau Gibran bukanlah pemilik akun Fufufafa. Teka-teki siapa pemilik sebenarnya akun tersebut baru akan diumumkan setelah penyelidikan selesai.
Tentu saja keheranan masyarakat bertambah-tambah. Selain Kominfo, tiga institusi negara lain, yaitu TNI, Polri, dan BIN gamang mengusut polemik Fufufafa ini. Padahal akun Fufufafa secara terang-terangan telah melecehkan dua petinggi militer sekaligus petinggi negara, yakni presiden terpilih Prabowo Subianto dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, institusi negara tersebut tidak bergerak cepat menanganinya.
Untuk itu, masyarakat hendaknya jangan terlalu banyak berharap kepada pemerintah kalau polemik Fufufafa akan memberikan keadilan. Terlebih lagi, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengatakan bahwa jabatan Menkominfo Budi Arie adalah bukan karena kelayakan kinerjanya, tetapi buah nepotisme Presiden Joko Widodo. (rmol.id, 19-09-2024)
Akan terasa sulit polemik Fufufafa dapat cepat selesai kalau yang diandalkan adalah pejabat hasil nepotisme. Buktinya, data pejabat saja bisa bocor apalagi data rakyat. Ujung-ujungnya, polemik Fufufafa bisa saja berakhir dengan tumbal untuk menutupi pemilik asli Fufufafa.
Polemik Fufufafa dan Demokrasi
Bagaimanapun juga, keruwetan polemik Fufufafa adalah satu dari banyak polemik yang terjadi di Indonesia. Polemik ini menunjukkan kepada kita bagaimana para elite politik dan sistem demokrasi berjalan.
Selama sistem demokrasi masih hadir di tengah-tengah kita, akan tampak penyelewengan kekuasaan dan intervensi politik dalam mengatur negara. Hal ini sangatlah mungkin karena memang kebobrokan demokrasi telah mengakar sampai ke dasarnya.
Sistem demokrasi dengan pilar kedaulatan tertingginya berada di tangan rakyat, memberikan wewenang kepada rakyat untuk memilih penguasa, sekaligus sekaligus menyerahkan otoritas kepada penguasa untuk membuat aturan dan hukum. Di sinilah bahayanya.
Baca juga: baik-baik-saja-hanya-untuk-penguasa
Ketika manusia diberi wewenang membuat hukum, akan menghasilkan aturan subjektif yang dipengaruhi oleh kepentingannya. Akibatnya, hukum-hukum yang muncul dari sistem demokrasi akan melahirkan kebijakan yang tidak adil dan lebih mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat.
Sistem demokrasi kerap dianggap mampu memberikan kekuasaan kepada rakyat, tetapi pada faktanya hanya sebuah ilusi kekuasaan terselubung, penuh intrik, dan manipulasi politik yang dilakukan para oligarki dan elite politik.
Jadi, jangan heran apabila dalam sistem demokrasi aktivitas nepotisme merajalela. Para elite politik akan mendudukkan orang-orangnya di jajaran pemerintahan agar kekuasaannya langgeng, kebobrokannya terselimuti, dan keinginannya dapat terpenuhi.
Oleh sebab itu, tujuan demokrasi yang katanya untuk menyejahterakan rakyat menjadi omong kosong belaka. Justru rakyatlah sebagai korban yang suaranya hanya dibutuhkan saat pemilu sebagai jembatan kekuasaan. Penguasa hanya sibuk mengurusi singgasananya dan abai terhadap rakyat.
Polemik Fufufafa contohnya. Polemik Fufufafa menjadi potret kebobrokan demokrasi yang sempurna. Kawan bisa menjadi lawan, lawan pun suatu saat nanti bisa bergandengan sebagai kawan, asalkan dapat memberikan keuntungan dari simbiosis mutualisme meraih kekuasaan.
Benarlah ungkapan pragmatis dalam politik demokrasi yang mengatakan, "tak ada lawan yang abadi," dan "tak ada juga kawan yang abadi karena keabadian dalam demokrasi hanyalah kepentingan ambisi meraih kursi."
Sistem Islam
Berbeda halnya dalam Islam. Kedaulatan tertingginya ada di tangan syarak. Hal ini sebagai indikasi bahwa Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi juga sebuah ideologi yang dapat diterapkan dalam institusi negara.
Dengan demikian, kedaulatan membuat hukum hanya ada di tangan Allah Pencipta manusia. Hanya hukum-Nya yang wajib ditaati dan dijalankan seluruh manusia, bukan hukum yang lain apalagi hukum buatan manusia. Allah taala berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 44,
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ
Artinya: "… Maka janganlah kalian takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir."
Dalam hal kekuasaan, Islam menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan umat. Dengan kekuasaannya ini, umat yang akan memilih dan mengangkat penguasa sebagai wakil umat menjalankan pemerintahan dan menerapkan syariat.
Penguasa tidak berwenang menetapkan hukum karena aturan dan hukum yang ditegakkan adalah hukum dari Allah. Penguasa pun dalam menjalankan pemerintahannya akan mendapat pengawasan dari lembaga yang bernama majelis umat (majelis syura). Majelis umat ini berisi para wakil umat yang akan melakukan kontrol dan mengoreksi (muhasabah) para penguasa (Al-Hukam).
Dengan hal tersebut, maka tercipta keselarasan antara penguasa dan umat. Karena di dalam Islam, negara ada sebagai institusi penegakan hukum sekaligus pengemban dakwah ke seluruh dunia maka penguasa akan fokus mengurus umat dan memelihara agama, bukan fokus pada kekuasaan seperti di dalam sistem demokrasi.
Secara otomatis, penguasa akan tunduk pada hukum syarak sebagai benteng bagi dirinya melakukan kecurangan dan segala macam kemaksiatan. Tidak ada aktivitas saling serang demi meraih kekuasaan, apalagi nepotisme untuk melanggengkan kekuasaan. Tidak pula ada istilah dulu lawan kini kawan karena konstitusi negara bertujuan untuk kemaslahatan warga negaranya secara menyeluruh, baik itu muslim maupun nonmuslim.
Wallaahu alam bisshawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Sayang sekali akhirnya wakil yang terpilih tidak sesuai hati nurani rakyat