Kabinet gemoy (gemuk) ini mengindikasikan penguasa yang ingin bagi-bagi kekuasaan sebagai imbalan atas dukungan mereka dalam kontestasi pemilu
Oleh. Maftucha
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Gemoy! Kalau kita dengar kata yang satu ini pasti jadi terbayang pipi dan badan yang gendut atau anak kecil yang lucu dan menggemaskan. Tetapi bagaimana jika yang gemoy itu adalah tim kerja? Atau gemoynya kabinet pemerintahan yang baru saja dilantik sehingga gemoy juga anggarannya?
Kabinet "Gemoy"
Pemerintahan baru dengan presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sudah melantik kabinet baru di pemerintahannya. Kabinet baru ini mengalami perubahan yang cukup besar yaitu jumlah menteri dan wamen yang lebih gendut daripada pemerintahan Jokowi.
Jika di era Presiden Jokowi hanya 34 menteri dan 17 wamen, maka pada pemerintahan sekarang ada 48 menteri dan 59 wamen. Tentu ini adalah sebuah gebrakan yang harus kita kritisi. Pertama, apa urgensinya menteri dan wamen sebanyak itu? Kedua, jumlah kabinet yang "gemoy" tentu membutuhkan dana yang "gemoy" juga. Ketiga, jumlah menteri dan wamen sebanyak itu jangan-jangan mengindikasikan politik balas budi yang pada akhirnya hanya merugikan rakyat.
Urgensi Penambahan Jumlah Menteri
Belum ada penjelasan secara resmi kenapa kabinet ini menjadi gemuk. Namun, menurut Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, kabinet ini justru kabinet yang ramping karena ada beberapa kementerian yang dipecah-pecah sehingga secara keorganisasian menjadi ramping, meskipun berimplikasi pada banyaknya jumlah kementerian.
Banyak para pakar menilai bahwa kabinet yang baru ini akan menimbulkan kebingungan di dalam birokrasi itu sendiri, seperti mutasi pegawai, tempat atau kantor yang baru, dan tentu saja pemindahan berkas-berkas. Dengan dipecah-pecahnya kementerian menjadi dua bahkan tiga akan ada perubahan pelayanan dan itu pastinya akan membuat bingung masyarakat.
Jika dicermati, jumlah kabinet yang bertambah ini menunjukkan mundurnya birokrasi Indonesia, karena yang semula berada dalam satu atap harus dipecah-pecah dan tentu saja ini akan berimplikasi pada rumitnya birokrasi. Menurut Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Lina Mifthahul Jannah, seharusnya ada kajian atau evaluasi yang jelas sebelum membuat kabinet yang gemuk ini. Namun itu tidak dilakukan oleh pemerintah.
APBN Membengkak
Dengan jumlah menteri yang besar ini diperkirakan anggaran untuk gaji menteri juga akan membengkak. Dikutip dari laman CNN Indonesia berdasarkan analisis Center of Economic and Low Studies (Celios) total estimasi anggaran kabinet Prabowo-Gibran bisa mencapai Rp777 miliar per tahun. Jika dibandingkan dengan masa jabatan Presiden Jokowi ada selisih sebesar Rp389,4 miliar per tahun.
Jumlah tersebut dengan rincian gaji dan tunjangan menteri sebesar Rp150 juta per bulan, gaji dan tunjangan wamen sebesar Rp100 juta per bulan. Kemudian anggaran operasional menteri dan wamen sebesar Rp500 juta per bulan. Ini per orang dan per bulan!
Secara nominal gaji pejabat memang terlihat kecil yakni sesuai dengan PP No.60 Tahun 2000 sebesar Rp5,54 juta. Sedangkan untuk tunjangan telah ditetapkan dalam Keppres Nomor 68 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres Nomor 168 Tahun 2000 ditetapkan tunjangan menteri sebesar Rp13,6 juta per bulan. Sedangkan wamen meskipun tidak ada gaji pokok, tetapi ditetapkan memiliki hak keuangan dan tunjangan yang jika ditotal wamen bisa membawa pulang uang sebesar Rp18,99 juta per bulan.
Selain tunjangan tersebut, pejabat negara masih difasilitasi dengan rumah dinas, jaminan kesehatan, telekomunikasi, kendaraan, dan tunjangan-tunjangan lain. Bahkan rumah dinas bisa dikompensasi berupa uang sebesar Rp35 juta per bulan. Jika ditotal secara keseluruhan uang rakyat yang dipungut dengan nama pajak dibuat untuk membiayai gaji dan tunjangan pejabat negara sebesar Rp70,26 miliar per tahun.
Kabinet Gemoy, Indikasi Politik Balas Budi
Besarnya jumlah kabinet baru perlu dipertanyakan karena sebetulnya dalam Pasal 15 UU 39/2008 ditetapkan jumlah menteri maksimal adalah 34. Namun pada 19 September 2024 secara maraton undang-undang ini diubah, sehingga muncul kecurigaan bahwa perubahan UU ini dalam rangka untuk memuluskan rencana dari pemerintahan baru untuk menambah kementerian, dan ternyata saat ini hal itu terbukti. Perubahan UU ini disinyalir untuk memuluskan langkah penguasa baru untuk bagi-bagi kue kekuasaan kepada pihak-pihak yang telah memuluskan persaingan menuju istana.
Begitulah politik dalam dunia demokrasi. Apa saja bisa dilakukan walaupun melanggar konstitusi, semua bisa dilakukan asal ada uang. Lawan bisa menjadi kawan dan kawan bisa menjadi lawan adalah hal yang tidak tabu dalam politik demokrasi. Tidak ada kepentingan rakyat, yang ada wakil rakyat menikmati jerih payah rakyat.
Dalam pemerintahan demokrasi kekuasaan dijadikan jalan untuk mendapatkan pundi-pundi kekayaan. Mereka akan melakukan apa saja untuk memuluskan jalan menuju kekuasaan. Tidak ada wakil rakyat dalam arti yang sesungguhnya karena siapa pun dia yang menjadi calon harus dengan persetujuan partai yang berkuasa.
Kekuasaan dalam demokrasi menjadi barang dagangan. Jual beli jabatan adalah hal yang biasa asalkan ada imbalan yang lebih menguntungkan. Dengan demikian penguasa dalam sistem ini tidak memiliki empati kepada rakyatnya.
Baca juga: Kabinet Gemuk Prabowo Gibran, Efektifkah?
Struktur Pemerintahan Khilafah
Dalam struktur pemerintahan Islam tidak ada istilah kementerian. Namun, yang ada adalah majelis umat yang fungsinya memang benar-benar menjadi penyambung lidah umat dalam menyampaikan aspirasi. Kementerian dan majelis memiliki beberapa fungsi yang berbeda yakni;
Pertama, spirit utama adanya majelis umat ini adalah dalam rangka beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa karena penguasa dianggap melakukan kekeliruan. Pendapat ini mengikat jika pendapat yang keluar adalah mayoritas. Namun, jika terdapat perbedaan dengan khalifah maka akan diserahkan kepada Mahkamah Madzalim.
Kedua, majelis umat berfungsi menyampaikan aspirasi umat baik terkait ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan hal-hal yang berupa usulan seperti membangun jembatan, rumah sakit, dan seterusnya.
Ketiga, memberikan pandangan terhadap undang-undang yang akan ditetapkan, selain itu majelis umat berhak membatasi jumlah kandidat khalifah.
Keempat, majelis umat tidak menetapkan hukum, yang berhak menetapkan hukum adalah khalifah melalui ijtihadnya. Namun, fungsi ini bukan membuat undang-undang baru yang sudah ditetapkan di dalam Al-Qur'an.
Anggota majelis umat ini adalah orang-orang yang dipilih untuk mewakili kelompoknya. Anggotanya bukan dipilih melalui penunjukan, namun melalui pemilu. Keberadaan majelis umat ini sudah ada sejak Rasulullah saw. menegakkan negara Islam di Madinah, yaitu bahwa Rasulullah saw. meminta 14 utusan yang mewakili kaum Muhajirin dan Ansar sebagai tempat untuk meminta masukan dalam berbagai persoalan.
Dalam hal meminta pendapat kepada majelis umat, ini sebagaimana firman Allah Swt., "Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (QS. Ali-Imran: 259)
Perlu diingat bahwa majelis umat bukanlah pegawai negara, sehingga tidak diberikan gaji apalagi berbagai tunjangan seperti kendaraan dan rumah. Namun, hanya diberikan santunan secukupnya. Dengan demikian struktur pemerintahan Islam adalah struktur yang hemat anggaran.
Inilah perbedaan antara sistem pemerintahan Islam dengan demokrasi. Motivasi utama pemimpin dalam Islam adalah untuk mengurusi urusan umat, bukan urusan perut pejabat. Dorongan utama mereka dalam melayani umat adalah adanya kesadaran bahwa ini adalah sebuah tanggung jawab yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Wallahu a'lam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca juga: Di Balik Kabinet Gemoy, Ada Bagi-Bagi Kekuasaan […]
[…] Baca juga: Di Balik Kabinet "Gemoy" Ada Bagi-Bagi Kekuasaan […]