Aparat penegak hukum yang seharusnya memberantas perjudian malah menyalahgunakan wewenangnya dengan melindungi situ-situs judi online demi meraup keuntungan pribadi.
Oleh. Ni'matul Afiah
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Kesal, geram! Lagi-lagi masalah judi. Belum pudar dari ingatan bagaimana seorang istri yang membakar suaminya yang sama-sama anggota polisi karena kasus judi online. Kini malah ada temuan baru yang menambah citra buruk Indonesia di mata dunia yang mendapat peringkat satu judi online.
Ya, belum lama ini Polda Metro Jaya telah menangkap 16 orang terkait judi online. Sebelumnya, polisi telah menetapkan 11 tersangka pegawai dan staf ahli Komdigi serta tiga warga sipil. Kemudian, Polda Metro Jaya juga menggeledah sebuah ruko di kawasan Bekasi, Jawa Barat yang diduga menjadi kantor pegawai Komdigi yang terlibat judi online. Akhirnya ditetapkan dua orang tersangka lagi.
"Dengan demikian, total pelaku menjadi 16 orang," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Wira Satya Triputra. Namun, Wira belum membeberkan identitas pelaku dan kronologi penangkapan. (metrotvnews.com, 3-11-2024)
Dalam penggeledahan itu, salah satu tersangka mengungkapkan, seharusnya ada 5.000 situs judi online yang diblokir. Namun, 1.000 dari 5.000 situs judi online yang harusnya diblokir malah dibina (dijaga supaya tidak diblokir). Pihak kantor satelit mematok harga Rp8,5 juta terhadap situs-situs yang ingin terhindar dari pemblokiran. Untuk pekerjaan mengurus 1.000 situs judi online yang dibina, mereka mempekerjakan delapan operator dengan mendapatkan gaji sebesar Rp5 juta/bulan.
Sementara itu, Menteri Komdigi (dahulu bernama Kominfo) Meutya Hafid menyatakan, penegakan hukum akan dilakukan secara tegas dan tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang terlibat, termasuk dan terkhusus jika itu adalah pejabat di lingkungan kementeriannya.
Memberantas Judi, Formalitas Belaka
Memang benar, sudah ada aturan mengenai perjudian ini seperti dalam KUHP baru atau UU No. 1 Tahun 2023. Dalam Pasal 426 ayat (1) disebutkan bahwa pelaku judi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI (Rp2 miliar). Kemudian Pasal 427 menyebutkan bahwa orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).
Sementara itu, sanksi bagi pelaku judol telah diatur dalam UU ITE (UU No. 1 Tahun 2024), yakni dalam Pasal 45 ayat (3) yang menerangkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar.
Baca juga: retreat-pejabat-akankah-membawa-manfaat/
Namun, faktanya jauh dari harapan. Peraturan memang dibuat, tetapi perjudian juga dilestarikan. Semua ini akibat sistem yang diterapkan saat ini, yakni sistem demokrasi kapitalisme yang menjadikan manfaat sebagai asas dalam segala hal. Karena itu, tak heran masalah perjudian seolah tidak ada ujungnya. Selama masih ada manfaat yang bisa diambil maka masalah judi tidak akan pernah diselesaikan secara serius.
Mirisnya, aparat penegak hukum yang seharusnya memberantas perjudian, justru menyalahgunakan wewenangnya. Mereka melindungi situs-situs judi online demi meraup keuntungan pribadi, padahal sudah digaji untuk menjalankan tugas itu.
Judi Biang Kerusuhan
Begitu besar dampak buruk dari perjudian terhadap masalah sosial dan ekonomi seperti merusak ketahanan keluarga, memicu perceraian. Data BPS tahun 2024, melaporkan bahwa tingginya angka perceraian akibat judol sudah terpantau sejak 2019. Pada 2019, terdapat 1.947 kasus. Angka tersebut sempat menurun pada 2020 (648 kasus), tetapi naik kembali secara signifikan pada 2023 menjadi 1.572 kasus.
Tak sedikit pula kasus bunuh diri, bahkan pembunuhan yang berawal dari masalah perjudian ini. Dengan demikian, sudah jelas bahwa masalah judi bukan hanya masalah individu, tetapi sudah menyangkut masalah sistemis.
Islam Mengharamkan Perjudian
Islam sebagai agama yang sempurna sudah memperingatkan masalah perjudian ini.
Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya, setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah [5]: 90—91)
Tiga Pilar Utama
Keberhasilan pemberantasan judi ini tentu saja tidak akan tercapai, kecuali dengan melibatkan tiga komponen, yaitu individu yang bertakwa, kontrol masyarakat, dan penerapan aturan yang tegas oleh negara. Dengan menjalankan perannya masing-masing, ketiganya akan bersinergi sehingga tercipta kehidupan yang aman dan sejahtera.
Negara akan menutup setiap celah yang bisa membawa kerusakan, termasuk masalah perjudian.
Islam juga memiliki konsep pendidikan yang khas yang bertujuan membentuk kepribadian islami sehingga menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa serta amanah dalam menjalankan tugasnya.
Khatimah
Sudah selayaknya kita kembali kepada aturan Allah dengan menerapkan Islam dalam seluruh sendi kehidupan. Pasalnya, aturan yang ada saat ini sudah jelas tidak bisa membawa pada keamanan dan kenyamanan apalagi kesejahteraan. Jadi, ke mana lagi kita berharap selain kepada Islam? Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com