Penjara dengan maximum security sejatinya tidak akan memberikan efek jera terhadap para napi jika hukum masih dapat ditawar dan diperjualbelikan.
Oleh. Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H.
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Adrianto menyampaikan soal penjara dengan pengamanan maksimal atau maximum security di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Ia menyampaikannya dalam acara pertemuan dengan sejumlah pimpinan media di Jakarta pada Kamis, 14 November 2024 yang lalu.
Penjara Super Ketat
Mantan wakapolri ini menjelaskan bahwa penjara maximum security ini diperuntukkan bagi para napi dengan masa tahanan 20 tahun hingga mereka kerap “bermain” kejahatan di dalam lapas. Lapas dengan maximum security ini memiliki 2x3 meter persegi dan ruangan ini dipantau ketat oleh pihak keamanan selama 24 jam penuh. Para napi pun dibolehkan keluar dari ruangan selama satu jam dengan kondisi mata tertutup. (bisnis.com, 16-11-2024)
Para napi dalam lapas tersebut tidak dibolehkan menggunakan alat komunikasi seperti HP. Jika keluarga maupun kerabat ingin berkunjung, akan disediakan ruangan khusus untuk berkomunikasi secara langsung. Tidak tersedianya alat komunikasi ini diharapkan para napi tidak bisa menghubungi siapa-siapa.
Selain itu, tidak semua orang bisa mengunjungi penjara tersebut, bahkan tidak diperkenankan memasuki lapas. Masyarakat hanya diberikan akses sampai di area publik saja. Pada intinya, Agus mengatakan lapas ini dibuat agar bisa membuat jera narapidana khusus dan memberantas kejahatan yang dilakukan di balik jeruji besi lembaga pemasyarakatan atau lapas.
Penjara Tidak Memberikan Efek Jera
Sesungguhnya, sanksi dalam sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di tengah masyarakat saat ini, tidak akan pernah memberikan efek jera. Hal ini disebabkan asas berdirinya sistem sanksi dalam sistem ini adalah pemisahan agama dengan kehidupan. Sistem demokrasi kapitalisme dengan angkuhnya menyerahkan urusan dalam membuat hukum kepada manusia yang serba lemah dan terbatas.
Selain itu, banyaknya kasus kejahatan yang dilakukan di balik jeruji besi lembaga permasyarakatan dikarenakan adanya tawar-menawar antara petugas dan narapidana. Karena itu, lapas dengan maximum security pun tidak akan bisa memberikan efek jera jika praktik jual beli hukum masih berlangsung.
Praktik ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme. Hal ini karena sistem ini berstandarkan kepada si pemilik modal. Siapa saja yang memiliki modal maka punya kuasa untuk "mengatur".
Baca juga: food-estate-di-nusakambangan-rencana-mengulang-kegagalan/
Kasus lapas mewah milik para napi koruptor merupakan fakta nyata bagi kita bahwa selama seseorang memiliki "fulus" maka dia bisa mengatur sesuatu sesuai dengan keinginannya. Kasus lapas yang overload juga menjadi cerminan bahwa hukuman penjara dalam sistem demokrasi kapitalisme bukanlah hukuman yang memberikan efek jera.
Selain itu, sistem sanksi penjara yang diputuskan oleh hakim dalam sistem ini pun masih banyak mendapatkan potongan ketika berkelakuan baik di dalam penjara. Remisi dan grasi merupakan kabar gembira yang dinantikan para napi di lapas. Lantas, bagaimana hal ini akan memberikan efek jera kepada para pelaku tindak kriminal?
Sistem Sanksi dalam Islam
Sistem Islam yang berdiri atas dasar akidah Islam tidak memberikan hak kepada manusia untuk membuat hukum. Hak untuk membuat hukum hanyalah milik Sang Khaliq, yakni Allah Swt. Dengan demikian, hukum yang diterapkan berasal dari Allah Swt., bukan yang lain. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-A'raf ayat 54, "Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam."
Sistem sanksi dalam Islam yang salah satunya adalah sanksi penjara merupakan jenis sanksi takzir yang menghalangi atau melarang seseorang untuk mengatur dirinya sendiri. Dengan kata lain, kebebasan dan kemerdekaannya dibatasi hanya sebatas yang diperlukan dalam kehidupannya.
Penjara merupakan tempat untuk menjatuhkan sanksi yang memberikan “rasa sakit” pada orang yang dipenjara. Selain itu, penjara juga memberikan efek jera sehingga pelaku tidak akan mengulangi atau melakukan kejahatan yang lain. Oleh karena itu, kondisi penjara haruslah berbeda dengan kondisi di luar penjara. Keadaannya harusnya memberikan rasa takut dan cemas.
Di sisi lain, negara bukan berarti tidak manusiawi. Apa yang dibutuhkan oleh narapidana untuk kelangsungan hidupnya maka tetap dipenuhi. Bahkan narapidana tidak boleh dipukuli, disiksa, dan diikat. Sungguh sistem sanksi dalam Islam memanusiawikan manusia, tetapi tidak mengistimewakan. Hal ini karena sanksi tersebut diharapkan memberikan efek jera kepada para narapidana.
Selain itu, sistem Islam pun akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berdiri atas dasar akidah Islam. Sistem pendidikan Islam akan melahirkan individu-individu berkepribadian Islam yang menjadikan standar halal dan haram dalam setiap aktivitasnya. Di sisi lain, para penegak hukum yang mengurus napi pun akan menjalankan tugas sebaik-baiknya. Hal ini karena mereka menyadari bahwa kelak akan diminta pertanggungjawaban dari Sang Khaliq. Semua langkah tersebut akan meminimalkan terjadinya kejahatan di balik jeruji tersebut.
Khatimah
Penjara dengan maximum security sejatinya tidak akan memberikan efek jera terhadap para napi jika hukum masih dapat ditawar dan diperjualbelikan. Hal ini menjadi sebuah keniscayaan selama sistem yang diterapkan masih demokrasi kapitalisme. Pasalnya, sistem ini berdiri di atas dasar pemisahan agama dari kehidupan. Pemisahan tersebut mengakibatkan standar yang digunakan adalah manfaat atau materi. Penjara pun menjadi ranah yang bisa dibisniskan.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam yang meletakkan hak membuat hukum ada pada Sang Khaliq, yakni Allah Swt. Hukum yang diterapkan merupakan hukum yang sesuai dengan fitrah manusia. Sistem sanksinya mampu memberikan efek jera kepada si pelaku. Di sisi lain, sistem ini akan dijalankan oleh individu-individu yang berkepribadian Islam yang takut akan pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com