
Padahal SDA termasuk air, merupakan milik umum yang seharusnya menikmati adalah rakyat seluruhnya secara gratis dan tidak untuk diperjualbelikan.
Oleh. Suryani
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)
Narasiliterasi.id-Baru-baru ini ramai diperbincangkan khususnya di media sosial tentang sumber air AQUA yang disebut-sebut berasal dari sumur bor. Hal tersebut terungkap setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan sidak ke PT Tirta Investama (AQUA) Pabrik Subang.
Founder Indonesia Halt Watch (IHW) Ikhsan Abdullah buka suara menanggapi hal ini. Beliau melihat fakta tersebut tidak sesuai dengan klaim iklan yang menyatakan bahwa AQUA berasal dari air pegunungan. Ini merupakan kecurangan yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum yang serius.
Apalagi kalau produsen terbukti mengganti bahan baku air yang tidak sesuai dengan sampel yang diajukan ketika mengurus izin edar ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikasi halal yang masih di bawah MUI saat itu.
Beliau menambahkan, ketika terbukti ada pelanggaran, maka produsen dan air minum merek AQUA dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Pasal 8 ayat (1) tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu dampak seriusnya adalah dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan memicu hilangnya pangsa pasar. (Media Indonesia, 25-11-2025)
Dikutip dari laman Tempo.co, 24 Oktober 2025, Danone Indonesia memberi penjelasan terkait kasus tersebut. Mereka menyebut air yang digunakan bukan sumur bor biasa, tetapi air akuifer dalam yakni air tanah yang ada di lapisan bebatuan atau sedimen bawah tanah yang berpori dan jenuh air, kedalamannya bisa mencapai 60-140 meter.
Hal ini dilakukan karena akuifer mampu menyimpan air dalam ruang pori antara bebatuan atau dalam rekahan. Dibandingkan dengan air permukaan, akuifer lebih stabil dan tidak terlalu berpengaruh oleh kekeringan jangka panjang dan penguapan.
Argumentasi yang disampaikan Danone, tidak lantas menyelesaikan persoalan, terlebih dengan dampak yang ditimbulkannya. Di samping konsumen merasa dibohongi, dampak besarnya terhadap lingkungan serta masyarakat tetaplah ada. Ironisnya, izin dari pemerintah masih berjalan, buktinya hingga sampai saat ini perusahan tersebut tetap beroperasi.
Baca juga: Ladang Gratifikasi dalam Kapitalisasi Proyek Whoosh
Kelangkaan Air Akibat Kapitalisme
Ketika terjadi penurunan air tanah yang sangat signifikan misalnya, maka sumber air alami pun hilang. Akibatnya sebagian masyarakat di sekitar pabrik mengalami kesulitan untuk memperoleh air layak konsumsi terutama saat musim kemarau. Kondisi ini juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti Klaten Jawa Tengah, Sukabumi Jawa Barat, Pasuruan Jawa Timur, juga beberapa wilayah lainnya.
Fakta yang terjadi, sejatinya akibat penerapan sistem kapitalisme. Praktik curang dan menipu demi keuntungan materi adalah watak hakiki kapitalis. Tidak peduli membahayakan lingkungan atau merugikan masyarakat sekitar. Perizinan pun mudah didapat selama ada uang. "Ada uang urusan lancar". Itulah slogan yang sudah menjadi mantra jitu dalam sistem ini.
Sistem kapitalisme menganut kebebasan dalam kepemilikan. Setiap orang berhak memiliki apa pun asal punya modal. Padahal kebebasan ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 45 Pasal 33: "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat".
Namun, kenyataannya saat ini, asal punya modal maka kekayaan sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara akhirnya bisa dimiliki individu, perusahan swasta, bahkan asing. Sedangkan rakyat sama sekali tidak merasakan manfaatnya, apalagi mereka yang ada di sekitar proyek hanya terkena dampak negatif dari eksploitasi tersebut. Padahal SDA termasuk air, merupakan milik umum yang seharusnya menikmati adalah rakyat seluruhnya secara gratis dan tidak untuk diperjualbelikan.
Karakter pemimpin yang ada dalam sistem kapitalisme ini pun bukan untuk melayani kepentingan rakyat, tetapi melayani siapa yang memiliki cuan, karena kekuasaan sangat erat hubungannya dengan pengusaha, terutama dalam mempertahankan kekuasaan dan memperbanyak kekayaan.
Pandangan Islam terhadap SDA
Berbeda dengan sistem Islam, dari aspek kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya alam. Karakter pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai raa’in (pengurus) rakyatnya, sehingga kebijakan yang keluar darinya menjadi kemaslahatan bagi umat.
Berbagai sumber daya alam yang dimiliki dan merupakan kepemilikan umum, maka negara akan mengelola untuk memudahkan rakyat mengaksesnya dan menutup celah kapitalis menguasai hajat hidup orang banyak.
Ada tiga perkara di mana kaum muslim berserikat di dalamnya, yakni sabda Rasulullah dalam hadisnya yang berbunyi:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, padang rumput, air, dan api." (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
Tiga hal tersebut tidak bisa dimiliki individu atau perusahan, tetapi harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, baik langsung maupun tidak langsung. Apalagi air yang merupakan kebutuhan vital. Maka, kebutuhan rakyat akan air untuk konsumsi, rumah tangga, atau mengairi pertanian harus selalu tersedia secara gratis dan haram diperjualbelikan.
Namun, air bisa dimiliki individu ketika didapat dari sumur yang digali di tanahnya sendiri. Namun, ketika orang lain membutuhkan harus berbagi. Bisa juga air yang diambil dari sumber mata air milik umum dan disimpan di dalam wadah hanya untuk keperluannya sendiri. Adapun mata air pegunungan, danau, laut, itu milik umum. Dari sini, jelas mana air yang boleh dimiliki individu dan yang tidak.
Begitupun dalam bisnis, Islam sangat mengutamakan kejujuran dalam transaksi. Karena asas dari pada sistemnya adalah akidah Islam yang memandang segala sesuatunya dengan tolok ukur halal dan haram. Maka, negara akan memperketat regulasi terkait pengelolaan SDA sehingga tidak memicu penyalahgunaan dan kerusakan.
Ketika ada oknum yang menyalahi aturan, akan secepatnya terdeteksi karena pengawasan yang ketat, dan tentunya akan dijatuhi sanksi takzir sesuai dengan tingkat kerugian yang ditimbulkannya. Jenis hukuman ditentukan oleh Qadhi/hakim saai itu.
Khatimah
Itu semua dapat terwujud karena pemimpin terpilih adalah yang mampu mengurus rakyat, amanah dalam memimpin, juga hanya takut kepada Allah semata. Yang dicari oleh mereka adalah keridaan-Nya juga cinta rakyatnya. Bukan kekayaan dunia yang diinginkan, tetapi keselamatan di akhirat kelak.
Maka jalan satu-satunya untuk mengembalikan fungsi pemimpin juga kekayaan umum kepada rakyatnya, yakni harus diterapkan Islam kaffah dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Ketika Islam diterapkan, maka rakyat benar-benar ada dalam kebahagian. Bahagia karena telah ditunaikannya semua perintah Allah, juga kesejahteraan karena kekayaannya yang melimpah ruah di bumi pertiwi ini mereka rasakan manfaatnya.
Wallahu a’lam bi sawwab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com


















