‎Keteladanan Sejati: Menelusuri Jejak Rasul

Keteladanan sejati menelusuri jejak Rasul

‎Rasulullah saw. tidak pernah mencampuradukkan antar perkara hak dan batil. Perkataan dan perbuatan beliau merupakan keteladanan.

Oleh. Riani Andriyantih, A. Md.
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Baru-baru ini ramai menjadi perbincangan di berbagai platform media sosial tentang oknum anak kiai atau bisa disebut Gus, yang diduga melakukan tindakan yang kurang terpuji kepada anak-anak perempuan dengan mencium pipi hingga merangkul. (diy.kemenag.go.id, 12-11-2025) Tidak hanya itu, isi ceramahnya pun banyak yang mengarah pada penistaan agama dengan bahasa guyonan dan candaan yang tak pantas. Sejumlah rekam jejak berupa foto dan video pun tersebar luas sehingga mengundang kegeraman warganet.

Jika diperhatikan, fenomena mengagung-agungkan seorang tokoh bernasab atau keturunan kiai seolah menjadi tradisi yang kental di masyarakat dengan dalih untuk mendapatkan berkah dan karamah. Sehingga memunculkan pertanyaan, patutkah bersikap demikian?

Budaya Fanatisme Buta

Tentu saja, setiap diri kita berharap selalu dalam kondisi yang diliputi kebaikan dan keberkahan. Etika atau menghormati orang yang lebih tua atau guru adalah satu keharusan sebagai bentuk takzim selagi tidak keluar dari koridor syariat.

Ironisnya, kondisi masyarakat hari ini berada pada kondisi yang memprihatinkan. Bentuk penghormatan kepada guru khususnya para alim, ulama, dan tokoh agama seringkali dilakukan secara berlebihan dan di luar logika tanpa tuntunan syariat.

Sejatinya, kita tidak boleh bertaklid buta sehingga tidak dapat memilih dan memilah perkara apa saja yang sepatutnya diikuti dan tidak patut diikuti. Jika dalam perkara kebaikan tentulah kita dianjurkan mengikuti. Sebaliknya, jika yang disampaikan dan dilakukan berupa keburukan selayaknya kita tidak menutup mata menutupi bahkan membenarkan kekeliruan tersebut. Sekalipun datang dari seorang tokoh agama. Inilah bentuk fanatik buta yang tengah menjangkiti masyarakat.

Akal Penentu Baik dan Buruk

Sungguh, Allah Swt menitipkan akal kepada setiap manusia. Dengan akal inilah, manusia dapat membedakan perkara yang baik dan perkara yang buruk.

Akal tidaklah dibiarkan bebas, tetapi harus disandarkan pada syariat. Sebab, akal ini tidaklah dapat berdiri sendiri dalam menentukan standar baik dan buruk berdasarkan penilaian manusia semata. Namun, akal haruslah disandarkan kepada syarak sehingga standar baik dan buruk itu sesuai dengan larangan dan perintah Allah Swt.

Islam sebagai Penjaga

Keberadaan agama bukanlah sebagai pengekangan bagi diri seorang hamba, justru agama adalah penjaga yang akan menuntun manusia pada jalan kebaikan dan keselamatan. Syariat Islam jelas memberikan aturan terkait interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

Hubungan antara laki-laki dan perempuan begitu terperinci diatur dalam syariat Islam. Semisal terkait batas aurat, Allah Swt. memerintahkan perempuan-perempuan yang sudah balig untuk menutup auratnya secara sempurna menggunakan jilbab dan kerudung (khimar). Bagi laki-laki, batas auratnya, yaitu antara pusar dan lutut.

Islam juga memiliki aturan tentang larangan berkhalwat atau berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan tanpa kepentingan yang jelas. Ikhtilat atau perbauran antara laki-laki dan perempuan pun dilarang. Sehingga ada batasan yang jelas dalam rangka menjaga kemuliaan dan kehormatan diri agar tidak terjebak pada perbuatan dosa.

Jika aturan-aturan syariat tersebut mampu dilaksanakan dipastikan segala macam kemaksiatan akan tertutup. Sebab, celah untuk melakukan dosa dapat dicegah. Bagi Muslim penting memiliki rasa malu, karena merupakan bagian dari keimanan sehingga dirinya terjaga dari perbuatan dosa.Baca juga: ‎Generasi Emas, Tercipta dari Sistem Mulia

Mengikuti Teladan yang Baik

Umat Islam adalah umat terbaik yang sepatutnya mengikuti dan meneladani sosok terbaik. Rasulullah saw. merupakan uswatun hasanah atau suri tauladan terbaik sepanjang masa sebagaimana firman Allah Swt.,

‎لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

"Sesungguhnya telah ada pada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagi mu yaitu orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dia banyak menyebut nama Allah." (QS. Al-Ahzab: 21).

Rasulullah saw. tidak pernah mencampuradukkan antar perkara hak dan batil. Sebab, yang hak adalah hak, sedangkan yang batil adalah batil, karena akan menimbulkan kekacauan dan tidak mendapat rida Allah Swt. Perkataan dan perbuatan beliau merupakan keteladanan.

Islam hadir menggabungkan antara fikrah dan tarikah. Fikrah (gagasan/pemikiran) yang bersumber dari akidah dan syariat Islam yang lurus, sedangkan tarikah (metode/cara) mengikuti metode Rasulullah saw., yakni berdakwah dengan penuh hikmah dan tanpa kekerasan, serta melalui tiga tahapan yang baku.

Penting bagi seorang Muslim berpegang teguh pada syariat Islam. Menjadikan tolok ukur perbuatannya adalah halal atau haram. Sehingga perbuatannya berfokus untuk memperoleh rida Allah Swt. semata.

Butuh penyadaran di tengah umat bahwa dakwah menyeru kepada Islam tidak boleh dikompromikan dengan perkara-perkara yang batil. Alhasil, dibutuhkan dakwah ideologis yang dapat membangkitkan pemikiran umat. Dakwah yang mampu melahirkan kebaikan dan keberkahan, yakni terwujudnya penerapan Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan sehingga mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi.

Para pengemban dakwah ideologis merupakan uyyunul ummah ibarat mata umat yang mampu menyadarkan akan hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Wallahu'alam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Riani Andriyantih Kontributor Narasiliterasi.Id
Previous
Ruang Aman Berkesinambungan Media Digital
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram