Berbagai faktor yang melatarbelakangi kasus jual-beli bayi tidak dapat dilepaskan dari sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi masyarakat saat ini.
Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor Narasiliterasi.id)
NarasiLiterasi.Id-Baru-baru ini publik dihebohkan dengan berita terungkapnya kasus jual-beli bayi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Aparat berhasil meringkus dua bidan, yakni JE (44) dan DM (77) yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedua pelaku menjalankan praktik ilegal ini di sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta.
Direktur Reserse Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi menyatakan bahwa praktik jual-beli bayi yang dilakukan oleh JE (44) dan DM (77) telah berlangsung selama 14 tahun, sejak 2010 hingga mereka tertangkap tangan pada 4 Desember 2024. Pelaku menjual bayi perempuan dengan harga Rp55 juta hingga Rp65 juta, sementara bayi laki-laki dihargai lebih mahal, yakni Rp65 juta sampai Rp85 juta. Modus yang digunakan pelaku adalah menyamarkan transaksi sebagai biaya persalinan.
Berdasarkan data Polda DIY, dalam kurun waktu 2015 hingga 2024, kedua bidan tersebut telah menjual sebanyak 66 bayi. Jumlah tersebut terdiri dari 28 bayi laki-laki, 36 bayi perempuan dan 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya. Bayi-bayi tersebut diadopsi oleh pihak-pihak yang tersebar di dalam maupun luar Kota Yogyakarta. Lokasi tujuan adopsi meliputi Surabaya, NTT, Bali, hingga Papua. (news.republika.co.id, 12-12-2024)
Berulangnya Kasus Jual-Beli Bayi
Kasus jual-beli bayi seperti yang terjadi di Yogyakarta bukanlah yang pertama. Dari tahun ke tahun, pemberitaan terkait praktik serupa terus bermunculan. Fenomena ini bukan sekadar kejahatan insidental yang dilakukan oleh individu tertentu. Sebaliknya, ini merupakan bukti adanya problem sistemis yang mendasari maraknya praktik tersebut.
Selain kasus di Yogyakarta, polisi juga membongkar sindikat jual-beli bayi yang dilakukan melalui platform media sosial Facebook di wilayah Depok, Jawa Barat. Dalam kasus ini, polisi menangkap total delapan pelaku, empat pelaku merupakan orang tua yang menjual bayinya, tiga pelaku bertindak sebagai penjual bayi, dan satu pelaku berperan sebagai penadah. (news.detik.com, 06-09-2024)
Kasus ini bukan hanya mencengangkan, tetapi juga membuka luka lama terkait maraknya jual-beli bayi di Indonesia. Praktik ini telah terjadi berulang kali dengan berbagai modus dan jaringan yang semakin kompleks. Kasus ini tidak hanya menunjukkan betapa rapuhnya moral sebagian individu, tetapi juga menyoroti kegagalan sistem kehidupan yang saat ini mendominasi di Indonesia. Fakta bahwa kasus ini terus berulang menunjukkan adanya problem sistemis yang melibatkan berbagai faktor.
Problem Sistemis
Pertama, adanya problem ekonomi yang mendorong individu mencari jalan pintas demi mendapatkan uang. Kemiskinan yang melanda sebagian masyarakat menjadi faktor utama yang membuat banyak orang rela melakukan apa saja, termasuk tindakan melanggar hukum seperti menjual bayi.
Tingginya angka kemiskinan membuat banyak orang, termasuk para ibu yang menghadapi kehamilan tidak diinginkan (KTD), terpaksa menjual bayi mereka demi bertahan hidup.
Kedua, maraknya pergaulan bebas yang berujung pada banyaknya kehamilan tak diinginkan (KTD). Data menunjukkan bahwa angka kehamilan di luar nikah terus meningkat dan banyak ibu muda yang akhirnya tidak sanggup membesarkan anak hasil hubungan terlarang tersebut. Dalam kondisi ini, bayi sering kali dianggap sebagai beban, sehingga keberadaan pihak-pihak yang “menawarkan solusi” berupa jual-beli bayi menjadi godaan besar.
Ketiga, tumpulnya hati nurani dan pergeseran nilai kehidupan. Dalam kasus ini, bidan yang seharusnya memiliki peran mulia membantu proses kelahiran justru menjadi pelaku utama. Hilangnya rasa empati dan tanggung jawab terhadap sesama menunjukkan betapa nilai-nilai kemanusiaan telah terkikis.
Keempat, lemahnya penegakan hukum menjadi faktor yang turut memperburuk situasi. Kasus-kasus jual-beli bayi sering kali tidak ditindak dengan tegas, sehingga pelaku tidak merasa jera. Aparat penegak hukum seolah kalah dari sindikat yang terorganisir yang mampu memanfaatkan celah dalam sistem hukum untuk melanjutkan praktik keji ini. Negara pun tampak abai dalam mengatasi akar permasalahan, sehingga masyarakat terus terjebak dalam lingkaran kejahatan yang sama.
Sistem Sekuler yang Merusak
Berbagai faktor yang melatarbelakangi kasus jual-beli bayi tidak dapat dilepaskan dari sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi masyarakat saat ini. Sistem ini menjadikan materi atau harta sebagai tujuan utama dalam hidup sehingga nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas kerap terabaikan.
Dalam sistem kapitalistik, orientasi materi begitu kental dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini terlihat pada dua bidan yang terlibat dalam kasus ini yang mengorbankan hati nurani mereka demi keuntungan finansial. Padahal, profesi bidan sejatinya memiliki peran besar dalam menjaga dan membangun keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Namun, dalam sistem sekuler kapitalistik, peran ini sering kali tersingkir oleh dorongan untuk mengejar keuntungan pribadi.
Selain itu, sistem ini juga mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi yang tajam. Kemiskinan menjadi salah satu alasan utama di balik terjadinya kasus jual-beli bayi, di mana banyak orang tidak memiliki pilihan selain melakukan tindakan yang melanggar hukum dan moral. Sistem kapitalistik tidak memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap individu sehingga masyarakat rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi.
Lebih jauh lagi, sistem sekuler kapitalistik mendorong masyarakat untuk menjauh dari nilai-nilai agama. Kehidupan yang berlandaskan pada pemisahan agama dari kehidupan membuat banyak individu kehilangan arah dan tujuan hidup. Tanpa landasan iman dan takwa, manusia mudah terjerumus pada tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Kelemahan Negara
Keberadaan sindikat penjual bayi membuat praktik jual-beli bayi menjadi lebih sulit diberantas. Sindikat ini biasanya memiliki jaringan yang luas dan terorganisir, sehingga mampu menyembunyikan jejak mereka dari aparat penegak hukum. Dalam banyak kasus, sindikat ini bahkan melibatkan oknum dari berbagai profesi, termasuk tenaga kesehatan yang membuatnya semakin sulit diungkap.
Sindikat ini biasanya melibatkan banyak pihak, mulai dari pelaku langsung hingga jaringan yang bertugas mencari “pembeli” dan “penjual”. Keberadaan sindikat semacam ini menunjukkan bahwa jual-beli bayi bukanlah kejahatan kecil, melainkan fenomena yang telah terorganisasi dengan baik.
Sayangnya, aparat penegak hukum sering kali terlihat kalah menghadapi sindikat semacam ini. Proses hukum yang lambat, kurangnya sumber daya, serta lemahnya pengawasan menjadi kendala utama dalam memberantas praktik jual-beli bayi.
Kondisi ini menunjukkan kelemahan negara dalam menindak tegas pelaku kejahatan. Negara seharusnya memiliki peran sentral dalam melindungi warga dari kejahatan semacam ini, tetapi kenyataannya banyak kasus yang berakhir tanpa penyelesaian yang memadai. Penegakan hukum yang tumpul dan lemahnya pengawasan terhadap institusi-institusi kesehatan menjadi bukti nyata bahwa negara belum menjalankan fungsinya dengan optimal.
Peran Negara
Fenomena ini membutuhkan kesungguhan negara untuk menyelesaikan akar masalahnya. Langkah yang diambil tidak cukup hanya dengan menangkap pelaku dan memberikan hukuman, tetapi juga harus mencakup penyelesaian problem mendasar yang melatarbelakangi praktik ini.
Pertama, negara harus memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap individu. Kemiskinan yang menjadi akar dari banyak kejahatan harus diselesaikan melalui kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Negara perlu memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terhadap kebutuhan dasar, seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.
Kedua, diperlukan sistem sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera bagi pelaku. Sanksi yang diberikan tidak hanya bertujuan menghukum, tetapi juga mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa depan.
Ketiga, negara harus memperbaiki sistem pendidikan dan pergaulan di masyarakat. Nilai-nilai moral dan agama harus diajarkan sejak dini sehingga individu memiliki landasan yang kuat untuk membedakan antara yang benar dan salah.
Negara juga harus menyelesaikan masalah-masalah mendasar yang menjadi akar penyebab terjadinya kasus ini, seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial. Jaminan kesejahteraan bagi setiap individu harus menjadi prioritas, sehingga masyarakat tidak lagi terdorong untuk melakukan tindakan ilegal demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Baca juga : https://narasiliterasi.id/opini/08/2024/ekonomi-mengekang-kasih-ibu-menghilang/
Islam Sebagai Solusi
Islam menawarkan solusi yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah sosial, termasuk kasus jual-beli bayi. Berikut adalah beberapa solusi Islam dalam mengatasi kasus jual beli bayi:
1. Islam membentuk keimanan dan ketakwaan
Dalam sistem Islam, manusia dididik untuk menjadi hamba yang beriman dan bertakwa, sehingga setiap perilaku mereka sesuai dengan hukum syarak. Sistem Pendidikan Islam memainkan peran penting dalam membentuk individu yang memiliki moral dan etika yang tinggi.
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Pendidikan ini tidak hanya mencerdaskan intelektual, tetapi juga membangun akhlak mulia yang sesuai dengan syariat Islam. Dengan pendidikan berbasis Islam, individu dididik untuk memiliki moral yang kuat, sehingga menjauhi tindakan yang melanggar hukum dan norma agama, seperti menjual bayi atau mengeksploitasi manusia.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menekankan pentingnya pendidikan sejak dini untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan Islam. Pendidikan Islam akan menghasilkan individu yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan tidak tergoda oleh orientasi materialistis.
2. Sistem pergaulan Islam untuk mencegah seks bebas
Sistem pergaulan dalam Islam dirancang untuk mencegah terjadinya perbuatan yang merusak, seperti seks bebas yang menjadi salah satu penyebab utama kehamilan di luar nikah. Dalam Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur dengan jelas, sehingga tercipta lingkungan yang mendukung keharmonisan dan ketertiban sosial.
Islam melarang segala bentuk interaksi yang mendekati zina. Seks bebas menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang kemudian memicu praktik jual-beli bayi. Islam memberikan aturan yang tegas untuk menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan agar sesuai dengan syariat.
Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)
Dengan penerapan sistem pergaulan Islam, masyarakat akan dilindungi dari pergaulan bebas, sehingga dapat mencegah kehamilan di luar nikah. Aturan ini menciptakan lingkungan yang sehat dan menjaga kehormatan individu.
3. Jaminan kesejahteraan oleh negara
Dalam Islam, negara bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan setiap individu. Dengan adanya jaminan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan, masyarakat tidak akan terdorong untuk melakukan tindakan ilegal demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Islam mengatur bahwa pemimpin bertanggung jawab atas rakyatnya.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya". (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan sistem ini, ibu-ibu yang menghadapi KTD karena ekonomi tidak perlu khawatir akan masa depan mereka dan bayi yang dilahirkan, karena negara akan memberikan perlindungan dan dukungan.
4. Sistem sanksi yang tegas dan adil
Islam menetapkan hukuman yang tegas dan adil untuk mencegah terjadinya kejahatan. Hukuman ini tidak hanya bersifat preventif, tetapi juga edukatif, agar pelaku dan masyarakat merasa jera untuk mengulangi kejahatan yang sama. Islam menegaskan bahwa keadilan dalam hukuman adalah kunci untuk menjaga stabilitas masyarakat.
Allah berfirman: "Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah: 179)
Dalam kasus penjualan-beli bayi, negara Islam akan menjadi anggota sindikat yang terlibat dan menindak tegas pelaku sesuai dengan syariat. Sistem ayat Islam bertujuan untuk melindungi masyarakat dan mencegah kejahatan berulang.
Khatimah
Kasus jual-beli bayi yang marak terjadi hari ini, menjadi cerminan dari berbagai masalah sistem dalam masyarakat kita saat ini. Faktor-faktor seperti kemiskinan, seks bebas, lemahnya penegakan hukum, dan tumpulnya hati nurani menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalistik tidak mampu memberikan solusi yang efektif.
Islam menawarkan pendekatan yang holistik untuk mengatasi masalah ini, mulai dari membangun individu yang beriman dan bertakwa, menciptakan sistem pergaulan yang sesuai dengan syariat, hingga memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap individu. Dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, kasus-kasus kejahatan seperti jual-beli bayi dapat dicegah, sehingga tercipta masyarakat yang harmonis dan sejahtera dalam aturan Islam. Wallahu ‘alam bishowab []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca juga: Jual-Beli Bayi: Fenomena Tragis Kehidupan Sekuler […]