
Penyebab tingginya kasus HIV/AIDS pada IRT akibat memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko, minimnya pengetahuan pencegahan dan dampak penyakit tersebut, serta tidak adanya pencegahan terhadap aktivitas seks bebas.
Oleh. Annisa Wayyu Zahari
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Dilansir dari tribunnewssultra.com (10-12-2024), berdasarkan laporan Kepala Dinas Kesehatan Sultra Usnia, bahwa kasus HIV AIDS di Sulawesi Tenggara mencapai 567 orang yang tersebar di 17 kabupaten dan kota di Sultra. Data ini disampaikan beliau saat kegiatan peringatan Hari AIDS Sedunia (10-12-2024) di Kendari.
Diketahui, jumlah kasus HIV AIDS yang tertinggi berada di Kota Kendari, yakni sebanyak 266 orang. Posisi selanjutnya berada di Kota Baubau sebanyak 103 orang, Kolaka 48 orang, Buton Tengah 25 orang, Muna 16 orang, Konawe sebanyak 15 orang, Muna Barat 13 orang, Buton Selatan 5 orang, Buton 20 orang, Wakatobi 25 orang, Kolaka Timur 3 orang, dan Buton Utara 1 orang.
Secara global, menurut data epidemiologis UNAIDS 2024 bahwa sebanyak 630.000 mengalami kematian akibat AIDS pada tahun 2023, dan terdapat 1,3 juta yang terinfeksi HIV baru. Tentu saja, kasus HIV/AIDS tersebut seperti fenomena gunung es karena hanya tampak dari segi data, sebab kenyataannya tentu jauh lebih besar. Artinya, persoalan HIV/AIDS tak kunjung reda meskipun setiap tahun, tepatnya tanggal 1 Desember, selalu diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia.
Sejarah kasus HIV/AIDS bermula pada 1981, di San Fransisco, Amerika Serikat. Kasus tersebut teridentifikasi pertama kali pada pelaku homoseksual. Adapun di Indonesia, kasus ini pertama kali muncul di Bali pada 1987 (10 tahun kemudian), juga pada kalangan homoseksual. Kemudian kasus tersebut makin menyebar, bahkan menjangkiti perempuan dan anak-anak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kasus HIV/AIDS berhubungan erat dengan perbuatan seks bebas.
Berbagai macam solusi penanganan dan pencegahan oleh UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS) belum membuahkan hasil, justru makin memperburuk keadaan. UNAIDS sebagai organisasi internasional yang menangani kasus ini justru menawarkan anjuran seks aman yang sangat kental dengan paham kebebasan berperilaku. Tanpa pikir panjang, Indonesia mengikuti arahan tersebut. Alih-alih mampu mengurangi kasus HIV/AIDS, sebaliknya kasus ini malah makin bertambah setiap tahunnya.
Kasus HIV/AIDS Makin Tinggi
Berdasarkan data Kemenkes (2023), kasus HIV di Indonesia makin tinggi. Tercatat sebesar 35% ibu rumah tangga terinfeksi HIV, di mana angka ini lebih tinggi dibandingkan kelompok suami pekerja seks dan kalangan MSM (men sex with men). Bahkan, korban dari kelompok ibu rumah tangga terus bertambah hingga mencapai 5.100 kasus setiap tahun.
Diketahui, penyebab tingginya penularan HIV/AIDS pada IRT akibat memiliki pasangan dengan perilaku seks berisiko, minimnya pengetahuan pencegahan dan dampak penyakit tersebut, serta tidak adanya pencegahan terhadap aktivitas seks bebas. Realitasnya, kebanyakan IRT tertular dari suaminya yang merupakan pelaku seks bebas.
Jika seorang ibu sudah terinfeksi, anaknya juga berisiko tinggi tertular HIV. Bahkan, penularan bisa terjadi sejak dalam kandungan, saat proses kelahiran, dan saat menyusui. Sebanyak 45% bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV akan menyandang status positif HIV sepanjang hidupnya.
Mirisnya lagi, kelompok yang paling banyak terinfeksi HIV berada di rentan usia 15—25 tahun. Faktor penyebabnya, antara lain seks bebas terutama dengan sesama jenis, transfusi darah, penggunaan narkoba suntik, dan seks oral.
Sedemikian besar kerusakan yang ditimbulkan oleh seks bebas, lantas apakah wajar jika pelakunya diberi fasilitas layanan kesehatan tanpa ada sanksi yang tegas? Bukankah adanya sanksi yang tegas mampu memberantas permasalahan HIV sekaligus dapat mencegah penyebarannya?
Sejatinya, akar masalahnya adalah penerapan sekularisme dan liberalisme yang membuat solusi yang dilakukan hanya tambal sulam dan tidak pernah menyentuh inti persoalan. Fenomena maraknya kasus ini adalah cerminan rusaknya peradaban kapitalisme. Oleh karena itu, perlu adanya solusi komprehensif yang berlandaskan akidah Islam. Pasalnya, hanya itulah satu-satunya cara yang mampu mengatasi seluruh persoalan hidup yang menimpa negeri, bahkan dunia ini.
Sikap Islam Menyikapi Kasus HIV/AIDS
Islam ada aturan yang bersumber dari Allah Swt. Yang Maha Pencipta, sehingga syariat Islam pasti akan sesuai dengan fitrah manusia. Islam memiliki aturan tegas perihal larangan seks bebas. Terbukti, pelanggaran terhadap aturan Allah pasti akan menimbulkan kerusakan.
Sejak awal Islam secara tegas mengharamkan seks bebas, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Sistem Islam bahkan dengan tegas menutup pintu-pintu yang menjadi celah terjadinya pergaulan bebas, seperti melarang berdua-duaan antara lawan jenis tanpa disertai mahram (khalwat) dan melarang ikhtilat (bercampur baur dengan lawan jenis).
Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati Zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra; 32)
Sejak awal, Islam sangat menjaga agar umat manusia senantiasa berperilaku mulia dan memuliakan orang lain. Segala hal yang menyimpang tidak pernah mendapat ruang karena ada sanksi tegas bagi pelakunya. Hal ini juga berlaku pada sistem ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dan politik Islam. Seluruh elemen masyarakat saling terkait untuk benar-benar mencegah kerusakan, termasuk kasus HIV/AIDS ini. Oleh karena itu, hanya dengan penerapan syariat Islam kaffah dalam bingkai negara, kasus HIV/AIDS dapat dicegah.
Khatimah
Demikianlah, sekadar memperingati hari AIDS tidak akan mampu mencegah penularan penyakit HIV/AIDS karena persoalan ini merupakan masalah sistemis. Karena itu, penularan penyakit ini hanya bisa diselesaikan dengan mengganti sistem sekuler menjadi sistem Islam yang akan menutup rapat pintu kebebasan seksual.
Wallahu a’lam bishawwab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Alhamdulillah...