Kenaikan Pajak Menyengsarakan Rakyat

Kenaikan Pajak Menyengsarakan Rakyat

Kenaikan PPN akan diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Kebijakan ini makin membuat rakyat sengsara.

Oleh. Dewi Sartika
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-Pajak merupakan napas bagi negara dalam sistem kapitalis. Pajak menjadi jantung agar roda perekonomian negara tetap berjalan. Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama. Pemasukan tersebut berasal dari pajak perumahan, makanan, bangunan, pendapatan atau gaji, kendaraan, dan lain-lain. Tahun ini, beban dan penderitaan rakyat akan makin bertambah dengan kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Mulai 1 Januari 2025, pemerintah resmi menaikkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Perubahan tarif ini sesuai dengan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP).

Beberapa barang yang akan dikenakan PPN 12% antara lain beras premium, daging premium, buah premium, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan premium, dan pelanggan listrik dengan daya 3500 sampai 6600 Va. Perintah menaikkan PPN menjadi 12% dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan negara, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, dan menyesuaikan dengan standar internasional. (Tirto.id, 21-12-2024).

Kenaikan Pajak Menyengsarakan Rakyat

Kebijakan pemerintah menaikkan pajak atas rakyat dalam berbagai jenis barang dan jasa adalah kebijakan yang lahir dari sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme melahirkan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama. Oleh karenanya, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah suatu keniscayaan. Tentunya, kenaikan PPN ini menjadikan masyarakat makin khawatir dan resah dengan dampaknya.

Kenaikan PPN akan diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Hal ini membuat masyarakat makin tercekik. Pajak sebagai sumber pendapatan utama negara merupakan kebijakan yang salah. Menerapkan pajak kepada seluruh masyarakat, baik kaya maupun miskin, sebagai wajib pajak hanya akan membebani rakyat. Padahal, negara memiliki berbagai sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai sumber pemasukan negara. Jika sumber daya alam dikelola sendiri oleh negara, rakyat tidak akan dibebani dengan berbagai macam pajak dan pungutan lainnya.

Namun, sayang sekali, negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang berpihak kepada pengusaha. Negara menjadi pelayan bagi para pemilik modal dan abai terhadap kepentingan rakyatnya. Padahal sejatinya, peran negara adalah mengurusi rakyatnya.

Peran Negara dalam Sistem Kapitalis

Sejatinya, negara dalam sistem kapitalisme tak ubahnya pemalak rakyat. Negara menjerat rakyat dengan berbagai pungutan yang memberatkan. Negara tidak pernah peduli dengan nasib rakyatnya, meski mereka harus banting tulang dan bersusah payah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, mereka masih dibebani dengan pungutan pajak.

baca juga: Pajak Dinaikkan, Suara Rakyat Diabaikan

Seharusnya tugas utama pemerintah adalah memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan rakyat, bukan sebaliknya. Sumber daya alam yang melimpah lebih efektif digunakan sebagai sumber pemasukan negara. Pemasukan yang diperoleh dari sumber daya alam akan lebih menyejahterakan rakyat. Sayangnya, negeri ini salah dalam mengelola sumber daya alam. Hampir semua kekayaan alam kita pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta atau asing. Padahal, jika kekayaan alam dikelola mandiri oleh negara, hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dan kemaslahatan umat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.

Kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam ini merupakan akibat dari paradigma kapitalisme. Pada sistem kapitalisme regulasi yang diterapkan bermuara pada kepentingan pemilik modal dan mengabaikan kepentingan rakyat.

Islam, Solusi Terbaik dalam Menyejahterakan Rakyat

Jika dalam sistem ekonomi kapitalis menciptakan kesengsaraan bagi rakyat, lain halnya dengan sistem ekonomi Islam yang menawarkan solusi lebih adil dan menyejahterakan. Sebab, negara mengambil peran penuh dalam pengurusan rakyat karena dalam Islam, negara memiliki peran sebagai ra'in atau pengurus rakyat.

Sebagaimana sabda Rasulullah:
"Imam atau khalifah adalah pengurus atau ra'in, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusan rakyatnya" (HR. Bukhari).

Negara bertanggung jawab memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, baik primer maupun sekunder, serta memastikan setiap individu masyarakat terjamin kesejahteraannya.

Negara menetapkan sistem ekonomi Islam dalam bidang perindustrian, perdagangan, dan pertanian, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang luas. Dengan demikian, masyarakat khususnya laki-laki (kepala keluarga) dapat bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.

Sedangkan pendidikan, kesehatan, keamanan, serta layanan fasilitas publik lainnya juga disediakan oleh negara, seperti transportasi, listrik, gas, dan minyak, yang dapat dinikmati oleh masyarakat secara murah, bahkan gratis dan berkualitas. Dengan demikian, kesejahteraan akan terwujud pada setiap lapisan masyarakat.

Dari segi kepemilikan, Islam dengan jelas menetapkan bahwa sumber daya alam menjadi kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umat. Berdasarkan buku Sistem Keuangan karya ulama besar Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam Islam dijelaskan bahwa negara memiliki berbagai pos pendapatan.

Sumber Pemasukan Negara Khilafah

Pemasukan negara Khilafah ada tiga: fai, kharaj, kepemilikan umum, dan zakat. Sedangkan bagian fa'i dan kharaj terdiri dari ghanimah, kharaj, jizyah, fai, status tanah, dan dhoribah. Bagian kepemilikan umum meliputi migas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, dan padang rumput.

Pajak bukan termasuk sumber pendapatan wajib bagi negara. Pajak hanya akan dipungut dalam kondisi tertentu ketika baitulmal dalam keadaan kosong. Pungutan ini hanya akan diambil dari masyarakat yang memiliki kemampuan finansial, bukan dari seluruh masyarakat. Negara juga memberikan batasan kapan pajak akan dipungut. Hal ini dilakukan agar rakyat tidak terbebani secara berlebihan.

Penutup

Dengan demikian, negara Khilafah tidak akan menetapkan target pajak tahunan. Negara Khilafah juga tidak akan memungut pajak seperti yang terjadi hari ini. Meskipun dalam Islam ada pemasukan yang berasal dari pajak, penerapannya tidak seperti dalam negara kapitalisme saat ini. Dengan begitu, pemungutan pajak dalam Islam tidak membebani dan menimbulkan kezaliman serta kesengsaraan bagi rakyat.

Wallahu a'lam bishawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Dewi Sartika Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Penipu Online Dinormalisasi, Akidah Tergadai
Next
Suriah Harus Mencampakkan Sekularisme
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Novianti
Novianti
3 months ago

Pajak adalah cara instan dari negara yang bobrok untuk tetap bertahan. Mestinya tangani dulu korupsi, efisiensi anggaran, ptoyek tidak penting dihentikan.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram