Pajak Dinaikkan, Suara Rakyat Diabaikan

pajak dinaikkan suara rakyat diabaikan

Kebijakan pajak dinaikkan adalah sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Inilah watak asli demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Penguasa tidak benar-benar mengurusi urusan rakyat.

Oleh. Ni'matul Afiah Ummu Fatiya
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Sungguh keterlaluan! Pengakuan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyatakan bahwa program MBG merupakan salah satu alasan dinaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% yang akan mulai diberlakukan per 1 Januari 2025. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, untuk program MBG ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran APBN 2025 sebesar Rp71 triliun.

Airlangga juga mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN sebesar satu persen, dari 11% menjadi 12% dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung program prioritas pemerintahan Prabowo pada bidang pangan dan energi. (Beritasatu.com, 16-12-2024)

Tentu saja kebijakan dinaikkan pajak ini mendapat reaksi keras dari masyarakat. Berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga kelompok pencinta budaya Jepang (Wibu) dan Korea (K-popers) melakukan aksi damai di depan Istana Negara. Mereka mengajukan petisi yang telah ditandatangani lebih dari 113.000 orang secara online kepada Sekretariat Negara.

“Responsnya seperti biasa, hanya formalitas saja, secara administratif. Kami hanya menyerahkan surat pengantar dan petisi ini,” ujar Risyad Azhary selaku inisiator petisi tolak pajak pertambahan nilai (PPN) 12% kepada awak media di depan Istana Negara, Kamis (19-12-2024). Risyad mengungkapkan bahwa aksi yang akan dilakukan oleh massa tidak hanya terbatas pada aksi langsung, tetapi juga melibatkan kampanye melalui media sosial.

Pajak Dinaikkan, Kebijakan Tambal Sulam

Kebijakan dinaikkan pajak adalah sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Inilah watak asli demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Penguasa tidak benar-benar mengurusi urusan rakyat. Kebijakan apa pun yang dibuat tidak benar-benar untuk kepentingan rakyat. Program MBG misalnya, seolah-olah ingin mengentaskan masyarakat dari problem stunting dan kurang gizi. Namun, pada satu sisi menaikkan tarif PPN. Padahal, masyarakat kecil selama ini sudah tercekik dengan berbagai pungutan dengan dalih untuk kesejahteraan, seperti pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan, iuran BPJS, bahkan tabungan perumahan (Tapera). Sementara di sisi lain, pemerintah justru memberikan tax amnesty dan tax holiday bagi para konglomerat.


Semestinya, kalau memang benar mau memperbaiki nasib rakyat, harusnya hapuskan semua iuran pajak yang membebani rakyat. Bukan memberikan makan bergizi gratis atau bansos, tetapi ujung-ujungnya semua rakyat harus membayar lebih melalui pungutan pajak. Padahal, memberikan makanan bergizi dan bansos memang sudah seharusnya dilakukan oleh penguasa kepada rakyatnya. Sayangnya, tidak semua masyarakat menikmati program bantuan tersebut.

Baca: Makan Bergizi Gratis

Namun, inilah realitasnya. Dalam sistem demokrasi kapitalisme, pajak merupakan sumber utama pemasukan negara. Pemerintah akan terus menggenjot pemasukan kas negara melalui pajak. Karena itu, tidak mengherankan jika terjadi kenaikan pajak setiap tahun dan pertambahan jenis barang yang dikenai pajak.

Watak Pejabat Populis Otoritarian

Pejabat dalam sistem saat ini memang sulit untuk memosisikan dirinya sebagai pengayom dan pemelihara urusan rakyat. Kedaulatan di tangan rakyat adalah omong kosong belaka. Buktinya, ketika rakyat bersuara mengajukan petisi yang memprotes kebijakan kenaikan PPN tidak ditanggapi secara serius, bahkan diabaikan begitu saja. Kekuasaan di tangan rakyat hanya sebatas teori, faktanya aksi protes rakyat terhadap kenaikan pajak tidak dianggap. Rakyat hanya dianggap seperti sapi perah yang bisa dieksploitasi kapan saja demi menghasilkan pundi-pundi rupiah. Suara rakyat akan diperhatikan dan didengarkan ketika dibutuhkan saja, yakni ketika pemilu dan pilkada. Selebihnya, mereka akan menutup rapat-rapat mata dan telinga dari jeritan pilu masyarakat.

Inilah yang disebut penguasa populis otoritarian. Kebijakan yang dibuat seolah-olah untuk kepentingan rakyat. Padahal di balik itu, mereka sebenarnya memeras rakyat melalui berbagai kebijakan yang dibuat dan dilegalkan dengan undang-undang, termasuk pajak.

Pajak adalah pungutan yang diambil oleh negara dari individu rakyat atau lembaga secara terus-menerus yang bersifat memaksa. Dalam sistem demokrasi kapitalisme, pajak dijadikan sebagai sumber utama pemasukan negara. Hal ini wajar dalam sistem demokrasi, karena sistem yang telah memisahkan agama dari kehidupan tidak mengenal halal haram. Sungguh, ini menzalimi rakyat. Selain zalim, dalam Islam pajak hukumnya adalah haram.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Tidak akan masuk surga pemungut pajak." (HR. Abu Dawud)

Dengan demikian, sudah seharusnya kebijakan memungut pajak yang berasal dari aturan kufur itu ditinggalkan.

Kriteria Pemimpin dalam Islam

Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah. Islam juga telah menetapkan bagaimana kriteria profil penguasa dalam Islam, di antaranya: pertama, ia adalah orang yang bertakwa. Kedua, penguasa juga harus orang yang mencintai dan dicintai oleh rakyatnya. Ketiga, penguasa juga harus memudahkan urusan rakyatnya, bukan mempersulitnya dengan berbagai iuran pajak.

Penguasa atau pejabat sebagai raa’in (penggembala), dalam artian menjaga dan memelihara urusan rakyatnya. Mereka akan memastikan bahwa seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya sehingga seluruh rakyat bisa merasakan kesejahteraan.

Oleh karena itu, penguasa dalam sistem Islam tidak akan membebani rakyat dengan berbagai pungutan pajak dengan dalih apa pun. Terlebih dengan besaran yang terus dinaikkan. Negara memiliki baitulmal atau kas negara. Baitulmal ini memiliki pemasukan tetap yang berasal dari fai dan kharaj serta dari harta kepemilikan umum dan zakat. Semua pemasukan ini akan dikelola untuk membiayai kebutuhan masyarakat.

Dengan aturan yang sedemikian rupa dalam Islam, niscaya akan menjauhkan penguasa dari perbuatan zalim yang menyengsarakan hidup rakyat seperti pungutan pajak. Terlebih ketika hari ini pajak besarannya terus dinaikkan.

Hal ini bisa dilihat dari sosok kepemimpinan Rasulullah dan para khalifah setelahnya. Umar bin Khattab misalnya, merupakan sosok pemimpin yang sangat memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Di antara yang masyhur kisahnya adalah saat patroli malam dan mendapati seorang ibu yang sedang memasak batu. Dengan sigap Umar pergi ke baitulmal, mengambil gandum, memasak sendiri, kemudian menghidangkan makanan itu kepada ibu dan anak-anaknya yang kelaparan itu.

Seperti itulah seharusnya sosok ideal seorang penguasa. Jadi, masihkah kita enggan untuk diatur dengan kepemimpinan Islam yang membawa keberkahan? Atau masihkah berharap pada penguasa yang menerapkan aturan yang menyengsarakan? Wallahulam bissawab. []


Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Ni'matul Afiah Ummu Fatiya Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Perdagangan Bayi Melanggar Syarak, Mengapa Tetap Marak?
Next
Kekerasan di Medan: Krisis Moral dan Kegagalan Sistemis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Pajak Dinaikkan, Suara Rakyat Diabaikan […]

trackback

[…] baca juga: Pajak Dinaikkan, Suara Rakyat Diabaikan […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram