Di Kamboja sendiri, industri scammer telah berkembang pesat. Mereka menawarkan lowongan kerja secara terang-terangan sebagai penipu di platform-platform online dan merekrut pekerja dari luar negeri.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id,-Minimnya lapangan kerja di Indonesia, membuat masyarakat harus mengais pekerjaan di negeri tetangga. Hidup terus berjalan di tengah kesulitan ekonomi hari ini membuat masyarakat mati akal. Masyarakat menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, termasuk bekerja sebagai penipu online atau scammer di Kamboja. Ada 123 ribu lebih WNI yang tercatat pergi ke Kamboja hingga September 2024. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 32 persen dari tahun lalu. Pada tahun 2023 ada 1.761 kasus WNI yang harus diselesaikan oleh KBRI Phnom Penh, 77 persen di antaranya adalah kasus penipuan online. (Liputan6.com, 16-12-2024)
Normalisasi sebagai Penipu Online
Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu RI) melalui Direktur Perlindungan WNI dan BHI Judha Nugraha mengatakan terjadi lonjakan besar pada jumlah WNI di Kamboja yang terlibat dalam kasus penipuan online dan industri penipuan online telah dinormalisasi sebagai mata pencaharian baru. Dulu untuk merekrut pekerja dari luar negeri harus dengan iming-iming gaji besar, syarat, dan pekerjaan mudah, seperti customer service atau marketing. Namun, setelah sampai di Kamboja, maka dipaksa untuk melakukan scam atau penipuan.
Di Kamboja sendiri, industri scammer telah berkembang pesat. Mereka menawarkan lowongan kerja secara terang-terangan sebagai penipu di platform-platform online dan merekrut pekerja dari luar negeri. Bahkan, seorang WNI yang akan pergi ke Kamboja telah mengetahui dia akan bekerja sebagai penipu online di sana.
Ada beberapa faktor yang menjadikan penipu online sebagai solusi untuk melanjutkan kehidupan, di antaranya:
Pertama, kemiskinan dan sulitnya ekonomi. Kemiskinan membuat seseorang tidak bisa berpikir jernih tentang baik dan buruk, halal dan haram sehingga mereka akan melakukan apa saja, termasuk penipuan, yang penting perut bisa terisi dan hidup bisa dilanjutkan.
Kedua, minimnya lapangan kerja dan gaji yang rendah. Di tengah kebutuhan hidup yang terus meningkat, lapangan kerja sulit untuk didapat, jika pun ada, gaji yang ditawarkan sangat sedikit. Langkah praktis nan cepat adalah menjadi penipu online.
Ketiga, utang dan tekanan finansial. Impitan ekonomi dan gaya hidup membuat masyarakat gemar berutang dan sulit membayarnya. Bahkan, ada semboyan, “Jika tidak berutang, tidak akan punya.” Jika utang telah menumpuk, pekerjaan apa pun siap dilakukan, termasuk sebagai penipu online di negeri tetangga.
Jika ditarik kesimpulan, faktor utamanya adalah kesulitan ekonomi yang membuat seseorang mengambil langkah praktis, yaitu bekerja sebagai penipu online hingga pada akhirnya dinormalisasi sebagai jenis pekerjaan.
Kapitalisme Akar Masalah
Penipu online dianggap sebagai profesi baru dalam sistem kapitalisme yang diterapkan dunia saat ini termasuk Indonesia. Negara telah gagal dalam menyejahterakan rakyat karena tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang layak bagi rakyatnya. Negara malah membuka keran investasi besar-besaran bagi asing, tetapi abai pada rakyatnya sendiri. Rakyat malah difasilitasi untuk bekerja ke luar negeri dan tidak pula dipastikan jenis pekerjaan yang akan dilakukan hingga banyak rakyat Indonesia terjebak pada kasus penipuan online di Kamboja.
Baca juga: https://narasiliterasi.id/world-news/10/2024/setelah-badai-milton-terbitlah-badai-penipuan/
Kejam nian negara ini, kekayaan berlimpah ruah diberikan pada asing. Rakyat dibiarkan menjadi budak di negeri orang. Janji-janji dari para penguasa saat kampanye untuk menciptakan lapangan kerja hanya retorika penenang sesaat agar memperoleh suara. Jelas sudah betapa kapitalisme hanya menjadikan negara sebatas regulator bukan pengurus rakyat. Alih-alih berpikir untuk kesejahteraan rakyat, negara malah membuat rakyat makin menderita.
Tergadai Akidah
Dalam kapitalisme terdapat paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Untuk mendapatkan dunia, maka tinggalkan agama. Agama tidak boleh turut campur dalam kehidupan dunia sehingga kaum muslim harus pandai-pandai menjaga akidahnya dalam sistem kapitalisme saat ini. Namun, di tengah gempuran ekonomi yang kian sulit, akidah pun ikut tergadai. Standar halal haram turut diabaikan demi mendapatkan pekerjaan, meskipun harus menjadi penipu online di negeri tetangga, Kamboja.
Islam Menjamin Kesejahteraan
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai pengurus rakyat. Setiap kebutuhan pokok wajib dipenuhi oleh negara. Dalam Islam, laki-laki memiliki kewajiban nafkah sehingga dalam melaksanakan kewajiban ini negara turut andil dalam menyediakan lapangan kerja, seperti berdagang, bertani, atau yang lainnya. Jika tidak punya modal untuk berdagang, negara akan memberikan modal. Jika ingin bertani, negara akan memberikan lahan untuk ditanami. Hal ini mudah untuk dilaksanakan oleh negara karena negara Islam punya aturan terkait kepemilikan lahan. Jika selama tiga tahun lahan ditelantarkan oleh pemiliknya, negara berhak mengambilnya dan diberikan kepada seseorang yang ingin menghidupkannya.
Selain negara melakukan perannya dengan baik, individu dalam Islam juga memiliki ketakwaan, sesulit apa pun kehidupan, mereka akan tetap berpegang teguh pada syariat Islam. Maka, menjadi scammer tidak ada dalam kamus hidup kaum muslim. Bekerja sebagai penipu adalah yang dilarang oleh syariat.
Sebagaimana firman Allah Swt., “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)
Setelah pencegahan dilakukan, Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas terhadap aktivitas penipuan. Bagi siapa pun yang menipu akan dihukum dengan hukuman takzir yang ditetapkan oleh khalifah sesuai kadar kejahatannya. Apakah penipuan disertai pembunuhan atau disertai penghilangan anggota tubuh yang lain, semua tergantung keputusan khalifah. Hukuman bisa sama dengan hukuman untuk hudud atau jinayat, yaitu bisa berupa dibunuh, dicambuk, atau dipotong kedua tangan dan kakinya. Namun, perlu diketahui bahwa hukum Islam dilaksanakan sebagai pencegah sekaligus penghapus dosa bagi pelakunya.
Khatimah
Pekerjaan sebagai penipu tidak akan pernah dinormalisasi dalam Islam, walaupun kehidupan yang dijalani penuh penderitaan. Oleh karena itu, negara Islam akan senantiasa menjauhkan hal-hal yang berbau keharaman dan menjamin kesejahteraan. Namun, kesejahteraan itu tidak akan dirasakan kecuali dengan kembali mewujudkan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah Islamiah. Wallahu’alam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com