Pendidikan Tinggi Gratis, Jangan Setengah Hati!

Pendidikan Tinggi Gratis Jangan Setengah Hati

Negara yang memperhatikan pentingnya ilmu, pasti akan menjamin pendidikan bagi semua rakyatnya, termasuk kesejahteraan para pendidik tanpa pandang bulu

Oleh. Nita Savitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Siapa sih, yang tidak ingin kuliah dengan gratis atau mendapat beasiswa? Apalagi dengan kondisi ekonomi yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dasar yang makin tinggi. Itu pun pemenuhannya banyak yang ala kadarnya. Wajar dong, jika pemberian beasiswa di perguruan tinggi yang bergengsi merupakan anugerah yang dicita-citakan sebagian besar remaja masa kini.

Seperti halnya pemberian beasiswa keringanan UKT yang dilakukan oleh ITB (Insitut Teknologi Bandung). Anehnya Guys, para calon dan penerima beasiswa di ITB ini, diharuskan kerja paruh waktu demi mendapat keringanan pembayaran UKT, yang memang sangat membebani ekonomi mereka. Wajarlah, kebijakan ini ditentang oleh para mahasiswa penerima beasiswa, dengan melakukan unjuk rasa selama tiga hari berturut-turut.

Mereka menuntut penghapusan kerja yang dianggap oleh sebagian kalangan pengamat sebagai perbudakan modern dan komersialisasi pendidikan. Walaupun akhirnya, pihak Rektorat ITB mengabulkan keinginan para mahasiswa dengan menyatakan kerja paruh waktu tersebut bersifat pilihan atau sukarela, sehingga kebijakan ini pun masih tetap ada bagi mereka yang masih mau melakukannya. (BBC.com, 29-9-2024).

Padahal, sudah diatur secara jelas dan tegas dalam Permendikbud No.2/2024, yang menyatakan adanya pemberian beasiswa keringanan UKT (Uang Kuliah Tunggal) untuk setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berdasar gaji orang tua para mahasiswa yang terkategori kurang mampu. Maka jika sudah menjadi hak, mestinya tidak ada komitmen apa pun ketika ada kelayakan untuk mendapatkannya.

Komersialisasi Pendidikan

Bukan hal yang rahasia, bahwa biaya pendidikan tinggi di negeri tercinta ini sangat mahal bagi rakyat kecil yang berpenghasilan serba pas-pasan. Terbatas untuk makan, bayar kontrakan, anggaran BBM kendaraan, bayar iuran kesehatan (BPJS) yang dipaksakan untuk dibayar, ditambah biaya pendidikan ala kadarnya. Tentunya menjadi keinginan setiap orang tua dan anak, untuk bisa bersekolah sampai perguruan tinggi. Tidak sebatas pendidikan dasar dan menengah, tetapi hingga perguruan tinggi.

Masalahnya, Guys, pemerintah negeri ini masih menganggap pendidikan tinggi atau kuliah itu sebagai kebutuhan tersier atau mewah. Wajarlah makin minimal subsidi yang diberikan, hingga tidak mencukupi kebutuhan operasional masing-masing Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Akibatnya, tambahan biaya harus dibebankan kepada mahasiswa melalui kenaikan UKT. Adanya beasiswa keringanan UKT yang digulirkan pun, masih ada kekhawatiran akan kembali ditetapkan kerja paruh waktu sebagai kompensasinya.

Inilah bukti pendidikan dianggap sebagai komoditi/barang yang layak dijual demi mendapatkan keuntungan, bukan sebagai kebutuhan asasi yang mestinya mendapat jaminan dari negara. Walhasil, pendidikan tinggi hanya bisa dinikmati bagi mereka yang mampu. Bukan untuk semua lapisan rakyat. Bagi mereka yang mampu dari segi ekonomi, atau yang mujur dan berprestasi memang ada beasiswa. Lalu bagaimana dengan selain mereka tadi? Masih banyak mahasiswa yang relatif biasa dari segi intelektual dan ekonomi, terpaksa harus bekerja atau mengandalkan pinjaman online yang juga ditawarkan oleh beberapa PTN sebagai solusi kenaikan UKT.

Miris, permasalahan kebutuhan pendidikan yang semestinya diatur oleh negara karena memang membutuhkan banyak biaya, diserahkan kepada masing-masing individu untuk menyelesaikannya. Rakyat bebas memilih, melalui jalan halal tetapi berliku dan usaha keras agar berprestasi atau yang haram dan instan dengan pinjol. Keadaan ini, menjadikan negara hanya berpuas diri membuat regulasi, tanpa ada keinginan untuk melayani kebutuhan rakyat hingga terpenuhi secara makruf. Kalaupun negara memberi layanan kepengurusan, banyak ditemui penyelewengan, akibat oknum yang tidak amanah dan sistem kapitalisme yang mengatur setengah hati.

Jaminan Pendidikan dalam Islam

Guys, kita patut bersyukur menjadi seorang muslim. Kenapa? Karena dalam Islam telah mengatur semua urusan kehidupan secara sempurna dan lengkap. Pun, bukti kegemilangan peradaban telah menorehkan karya emasnya dengan mencetak generasi cemerlang.

Negara dengan asas Islam kaffah, akan mengurus kebutuhan rakyatnya secara adil dan makruf menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah saw. Pendidikan menurut Islam, merupakan kebutuhan asasi seperti makan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan. Walhasil pengaturannya menjadi tanggung jawab negara.

Baca: Perbudakan Kampus, Mahasiswa Dipaksa Kerja

Tidak hanya mengatur Guys, tetapi juga memastikan pemenuhannya secara individu per individu, bukan perwakilan segelintir kelompok orang seperti sekarang. Hal ini dipahami dari hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa keberadaan imam/khalifah adalah sebagai pengurus kebutuhan rakyatnya, yang akan bertanggung jawab terhadap urusan mereka.

Rasulullah saw. pun juga telah memberi teladan yang luar biasa sebagai seorang pemimpin Madinah saat terjadinya Perang Badar. Beliau telah membebaskan tawanan perang dengan imbalan para tawanan ini, mau mengajarkan baca tulis kepada penduduk Madinah secara gratis. Indah ‘kan, Guys? Di satu sisi beliau mengampuni pihak musuh, di sisi lain beliau memenuhi kebutuhan rakyat dalam pendidikan.

Sementara Khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan telah menggaji pendidik, imam masjid, dari pos keuangan negara yang disebut baitulmal. Biaya anggaran pendidikan diambil dari pos fai (harta dari futuhat/pembebasan negeri kufur menjadi Islam), kharaj (pajak tanah yang dikelola untuk pertanian di wilayah negeri yang dibebaskan), dan harta kepemilikan umum milik umat (aneka tambang, hutan, laut, dll.).

Anggaran pendidikan ini jarang mengalami kekurangan, Guys, karena SDA yang melimpah dikelola secara murni oleh negara. Adanya pembebasan atau yang dikenal dengan futuhat, senantiasa terus dilakukan sebagai metode negara dalam menyebarkan Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Semua hasilnya tadi, untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Salah satunya pendidikan yang difasilitasi oleh negara demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sejarah mencatat pada masa Kekhilafahan Abbasiyah terjadi kemajuan iptek yang luar biasa. Di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Makmun, beliau mengembangkan apa yang dirintis oleh ayahnya Harun Ar-Rasyid. Sebuah fasilitas umum berupa perpustakaan yang menjadi pusat penelitian dan penerjemahan bagi para ilmuwan yang dikenal dengan nama Baitul Hikmah. Terlahir di masa ini para pelopor iptek yang menjadi dasar ilmu modern. Al-Khawarizmi, peletak dasar aljabar dan algoritma matematika, Ibnu Hayyan dikenal penemu konsep kimia besi dan logam, Ibnu Sina dikenal sebagai Mahaguru Kedokteran dengan karyanya yaitu Al-Qanun fii al-Thibb (The Canon of Medicine). Kalian sudah mengetahuikah buku tersebut telah diterjemahkan dalam lima belas bahasa dunia? Sungguh luar biasa prestasi ilmuwan Islam di masa tersebut.

Khatimah

Jadi intinya, Guys, negara yang memperhatikan pentingnya ilmu, pasti akan menjamin pendidikan bagi semua rakyatnya, termasuk kesejahteraan para pendidik tanpa pandang bulu. Konsep inilah yang telah dipelopori oleh sistem Islam kaffah dalam institusi Khilafah. Teraihnya kegemilangan peradaban dan kemajuan iptek yang terbukti berguna hingga masa sekarang. Inilah, kunci kejayaan Islam yang ditorehkan dengan tinta emas, pembuktiannya pun sudah nyata dikenal mendunia.
Wallahu’alambishawwab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Nita Savitri Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kehancuran Ekonomi Argentina di Balik Gemerlap Sepak Bola
Next
Utang, Alat Penjajahan dalam Kapitalisme
2 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Yuli Sambas
8 days ago

Pendidikan gratis di sistem kapitalis, ibarat mimpi tak bertepi

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram