
Berbagai aksi terus dilakukan masyarakat dan menuntut rezim di seluruh dunia untuk memberikan dukungan kepada Palestina. Akan tetapi, tidak ada satu negara pun yang ingin berkonfrontasi dengan Israel, yang bersekutu erat dengan Amerika Serikat.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)
NarasiLiterasi.Id-Kondisi di Gaza, Palestina, kian mencekam. Sejak meletusnya konflik antara Hamas dan Israel pada 7 Oktober 2023 silam, Israel terus melakukan blokade ketat. Bahkan, pada awal Maret 2025 lalu, Zionis Yahudi itu melakukan blokade total ke wilayah Gaza. Akibatnya, rakyat Gaza mengalami kesulitan untuk mengakses kebutuhan pokok seperti makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan lain sebagainya. Gaza pun kini mengalami kelaparan esktrem dengan jumlah kematian yang akan terus melonjak jika mereka tak segera mendapat bantuan.
Sejauh ini tercatat sebanyak 154 orang, termasuk 89 anak-anak telah wafat akibat malanutrisi. (Aljazeera.com, 30-7-2025). Lalu, 100.000 perempuan dan anak-anak akan menghadapi malanutrisi parah seumur hidup mereka dan sepertiga dari 2,1 juta penduduknya belum makan selama berhari-hari. (npr.org, 29-7-2025)
Minimnya Bantuan Masuk
PBB mengatakan penduduk Gaza membutuhkan 500 hingga 600 truk bantuan per hari, tetapi hanya 269 truk yang bisa masuk ke wilayah Gaza selama beberapa hari terakhir di bulan Juli. Kejinya lagi, saat warga Gaza berdesakan untuk menerima bantuan, Zionis Israel justru melancarkan serangan dan mengakibatkan puluhan warga tewas.
Seperti yang terjadi pada Rabu, 30 Juli 2025 lalu, saat warga Gaza menuju truk bantuan di titik penyeberangan Zikim, Israel justru melancarkan serangan dan menewaskan 51 orang dan 648 orang terluka. Setidaknya, lebih dari 1.000 orang telah tewas dibunuh di dekat lokasi distribusi bantuan AS dan Gaza Humanitarian Foundation (yang juga didukung oleh Israel) dalam kurun waktu Mei hingga Juli 2025. (Aljazeera.com, 30-7-2025)
Meskipun telah sedemikan jelas kekejian Israel terhadap Gaza, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu malah bersikeras berpendapat bahwa tidak ada kelaparan di Gaza dan mereka akan terus berusaha memerangi Hamas. Pernyataan Netanyahu ini justru ditepis oleh sekutunya sendiri, yakni Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan menyatakan bahwa Israel adalah pihak yang harus bertanggung jawab terhadap situasi di Gaza. Trump mengeklaim telah banyak memberikan bantuan kemanusiaan kepada Gaza dan telah membuat negara lain juga bergerak untuk memberikan bantuan.
Genosida di Palestina
Setelah lebih dari 662 hari Israel membombardir Gaza dan menewaskan lebih dari 60.000 jiwa. Artinya, lebih dari 90 orang tewas setiap harinya. Jika diibaratkan, jumlah sebanyak ini setara dengan lebih dari enam gedung Burj Khalifa yang merupakan gedung tertinggi di dunia.
Namun, Israel memang tak pernah peduli seberapa banyak nyawa manusia yang telah mereka bianasakan. Israel tetap membabi buta melakukan serangan dalam kondisi apa pun. Tragedi yang terjadi di Gaza ini bukan sekadar masalah kemanusiaan. Saat ini, sungguh kita tengah menyaksikan genosida yang dilakukan oleh kaum kafir laknatullah. Kondisi ini makin menyesakkan saat dunia hanya bisa diam membisu dan melontarkan pernyataan diplomatik yang tidak berimbas apa pun.
Israel tetap membombardir Gaza dengan menyerang sumber daya yang ada. Israel telah melakukan kejahatan paling keji dan berlindung di bawah ketidakpedulian dunia internasional. Kini, Zionis Yahudi ini menambah strategi perang dengan melakukan penghancuran ketahanan pangan di Gaza. Taktik ini merupakan strategi perang yang dirancang untuk merekayasa demografi dan masa depan suatu negeri.
Mempercepat Kehancuran Gaza
Israel sengaja mengambil taktik ini untuk mempercepat kehancuran Gaza. Strategi ini juga bagian dari langkah untuk melakukan genosida struktural. Betapa tidak, setelah melakukan serangan brutal dengan menghujani bom, kini Israel menambah taktik baru yang lebih berbahaya dengan menyasar inti-inti kelangsungan hidup rakyat Gaza seperti air, makanan, dan sarana-sarana kehidupan lain.
Mematahkan tekad kuat suatu bangsa dengan menghalangi mereka untuk tidak dapat mengakses makanan merupakan kebijakan perang yang menciptakan kerusakan sistematis. Israel tentunya berambisi kuat untuk menghilangkan cahaya harapan di mata penduduk Gaza. kekejian ini bukanlah tindakan yang tak berdasar. Ini merupakan bagian dari rencana jangka panjang Israel untuk menguasai Gaza dengan merekayasa demografi dan ekonominya.
Secara ekonomi, Israel telah menciptakan sebuah skema ketergantungan bangsa Palestina terhadap bantuan luar negeri. Bahkan, ketergantungan terhadap kebutuhan primer ini selalu dijadikan alat negosiasi politik. Tujuannya tentu bukan untuk menciptakan kestabilan dan keamanan, tetapi pemaksaan kondisi politik melalui manipulasi dan penderitaan rakyat Gaza.
Makin menderita warga Gaza, itu merupakan pertanda kemajuan bagi Israel. Oleh karena itu, kaum Yahudi ini akan terus merongrong kondisi Palestina dengan mematahkan semangat rakyatnya dan berusaha memaksa mereka untuk menerima syarat-syarat yang diajukan Israel.
Retorika Penguasa Muslim
Makin hari perang di Palestina benar-benar berada di luar ambang batas kemanusiaan. Persoalan ini telah mengusik rakyat global untuk menyerukan pertolongan. Berbagai aksi terus dilakukan masyarakat dan menuntut rezim di seluruh dunia untuk memberikan dukungan kepada Gaza. Akan tetapi, tidak ada satu negara pun yang ingin berkonfrontasi dengan Israel yang bersekutu erat dengan Amerika Serikat. Akhirnya, tak ada yang bisa dilakukan oleh rezim mana pun kecuali hanya menyatakan dukungan yang bersifat simbolik dan retorika pengecaman lewat lisan.
PBB sebagai organisasi perdamaian dunia pun hanya bisa beretorika dengan menyerukan gencatan senjata dan penyeruan pembukaan blokade agar bantuan kemanusiaan bisa masuk. Tekanan domestik di berbagai wilayah terhadap rezim setempat telah mendorong mereka untuk menyerukan gencatan senjata. Seruan itu bukanlah untuk menciptakan kedamaian dan kesejahteraan, tetapi untuk menjaga legitimasi, stabilisasi, dan kontinuitas rezim-rezim itu.
Sebatas Kecaman
Mesir sebagai wilayah yang langsung berbatasan dengan jalur Gaza pun hanya bisa mengecam tanpa berani bertindak tegas. Penyebabnya Mesir telah mengikat perjanjian damai dengan Israel pada 1979. Perjanjian damai yang dianggap sebagai landasan tatanan regional serta menjadi fondasi mesranya hubungan Mesir dan AS. Tak dimungkiri, Mesir sangat bergantung pada sokongan dana miliaran dolar yang terus digelontorkan AS ke Negeri Piramida itu.
Konflik Israel dan Palestina juga mendorong masyarakat Arab bertanya pada rezim mereka yang notabene mau mengeluarkan dana yang besar untuk persenjataan, tetapi tidak ada satu pun bantuan peluru yang mereka kirim ke Gaza untuk melawan Israel. Tuntutan masyarakat ini tentunya membuat rezim Arab tidak nyaman karena mereka sendiri pun telah menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.
Pemimpin negeri-negeri muslim pada umumnya dan di wilayah Arab pada khususnya, sesungguhnya terlibat dalam usaha untuk menekan perjuangan rakyat Gaza dan ingin menormalisasi keberadaan Israel. Oleh karena itu, solusi dua negara pun diembuskan. Lebih jauh lagi, pendudukan Israel atas Palestina justru dijadikan alat tawar-menawar untuk mendapatkan konsesi dari Amerika di bidang ekonomi, keamanan, energi, dan perjanjian-perjanjian komersial yang lain. Banyak negara di dunia ini yang memiliki perjanjian dengan Amerika.
Pangkal Masalah
Saat Kekhilafahan Ustmani terlibat dalam Perang Dunia I dan keluar sebagai pihak yang kalah telah membuat Inggris menguasai wilayah Palestina. Kemudian, lewat Deklarasi Balfour, Inggris memberikan sebagian wilayah ini kepada kaum Yahudi untuk dijadikan ‘rumah nasional’. Namun, dengan alasan utama bahwa tanah Palestina merupakan tanah leluhur mereka yang dulunya disebut negeri Kanaan dan merupakan negeri yang dijanjikan Tuhan mereka. Israel pun berusaha merampas tanah kaum muslimin. Mereka terus melakukan serangan hingga kini. Israel berdalih bahwa invasi ke Gaza memiliki empat tujuan, yaitu menghancurkan Hamas, membebaskan sandera, menghilangkan ancaman Gaza, dan mengembalikan kependudukan warga Yahudi di bagian utara Israel.
Biang keladi konflik ini adalah perampasan tanah kaum muslimin oleh kaum Yahudi. Israel yang merupakan anak haram Inggris dan besar atas asuhan Amerika selalu bertindak pongah dan sesuka hati dalam memperlakukan warga Gaza, entah itu merampas hak, harta, kehormatan, bahkan nyawa. Sekali lagi, persoalan ini bukan hanya sebatas tragedi kemanusiaan, tetapi genosida terstruktur oleh Israel dengan dukungan Amerika. Oleh karena itu, solusi satu-satunya atas permasalahan ini adalah mengusir pendudukan Israel dari bumi Palestina. Adapun solusi dua negara yang digaungkan oleh berbagai negara dunia termasuk Indonesia ialah solusi semu yang mustahil untuk menyelesaikan konflik ini. Solusi dua negara justru menjadi anomali dunia terhadap keberadaan penjajah, juga bukan merupakan solusi tuntas sebab Palestina adalah tanah kharajiyah yang menjadi hak bagi semua umat Islam.
Pengusiran Yahudi dari bumi Palestina merupakan solusi final dan menjadi sebuah keharusan. Akan tetapi, pengusiran Israel tidak akan dapat dilakukan oleh kelompok kaum muslim ataupun negara dengan sekat nasionalisme sebagaimana hari ini. Pengusiran kaum Yahudi hanya bisa diimbangi dengan kekuatan sebuah negara, yakni negara yang tidak tunduk kepada kafir Barat dan antek-anteknya. Negara yang mampu menciptakan kesatuan umat Islam dan memobilisasi tentara kaum muslim. Negara itu ialah Khilafah.
Khilafah Solusi Tuntas
Khilafah akan menyatukan seluruh negeri kaum muslim, memobilisasi tentara, menyediakan persenjataan, dan berbagai hal yang bisa membangun kekuatan utuk mengusir kaum kafir penjajah dari tanah milik umat Islam. Kesatuan kaum muslim adalah perkara yang diwajibkan Allah. Bahkan, umat Islam diibaratkan seperti satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasakan sakit, maka bagian tubuh yang lain juga akan merasakan sakitnya. Oleh karenanya, derita warga Gaza adalah derita umat Islam. Tidak boleh bagi umat untuk Islam berdiam diri, mengabaikan persoalan yang terjadi di Gaza, ikut menormalisasi konflik antara Israel dan Palestina, atau bahkan menyetujui solusi dua negara sebab ini semua bertentangan dengan syariat Islam.
Bagi kaum muslim, masalah ini jelas bukan sekadar masalah kemanusiaan, melainkan masalah keimanan. Palestina merupakan simbol kemuliaan umat Islam karena di dalamnya terdapat salah satu dari tiga masjid suci, yaitu Masjid Al-Aqsa dan merupakan bagian dari negeri Syam yang diberkahi Allah. Namun, kemuliaan umat Islam itu kini telah dikoyak secara brutal oleh kaum Yahudi. Mereka menginjak-injak kehormatan para muslimah, membunuh keji warga dan anak-anak yang tak berdosa, padahal hilangnya dunia ini jauh lebih ringan daripada nyawa seorang muslim. Rasulullah saw. bersabda:
“Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan pembuhunan seorang kaum muslim.” (HR. An-Nasai)
Oleh karena itu, Khilafah akan melindungi kemuliaan, kehormatan, dan nyawa warganya dengan mengerahkan segenap daya dan upaya yang dimiliki. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anfal ayat 60:
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰخَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يُوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ
Artinya: “Dan siapkanlah kekuatan apa saja untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, yang dengan persiapan itu, kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang tidak kamu ketahui, sedang Allah mengetahui.”
Saat Khilafah tegak, jangankan membunuh, kaum kafir bahkan tidak akan berani untuk menyentuh kaum muslimin. Kaum kafir sangat gentar dan takut terhadap kekuatan yang dimiliki oleh Khilafah. Berita tegaknya Khilafah ibarat denting kematian bagi para penjajah kafir. Maka, mereka selalu berupaya untuk menjegal kebangkitan Khilafah dengan menyibukkan kaum muslimin lewat masalah-masalah nasionalisme. Di belahan bumi lain, kaum kafir melakukan penyiksaan, pembunuhan, dan melakukan genosida, lalu berlindung di bawah kekuatan Amerika. Nestapa kaum muslimin ini hanya akan bisa dihentikan dengan penegakan Khilafah.
Khatimah
Solusi final dari permasalahan Palestina adalah menegakkan Khilafah, bukan dengan retorika kemanusiaan sebagaimana yang digaungkan oleh para pemimpin negeri muslim hari ini. Khalifah akan memimpin pasukan kaum muslim untuk mengusir Yahudi dari Palestina dan mengembalikannya ke pangkuan kaum muslimin.
Langkah paling konkret yang bisa kita lakukan saat ini adalah makin gencar berdakwah menyerukan tegaknya Khilafah Islamiah dan membangun kesadaran umat akan pentingnya keberadaan Khilafah. Umat tak boleh lagi berdiam diri atas kekejian yang dilakukan oleh kafir penjajah sebab kelak di akhirat Allah akan meminta pertanggungjawaban kita atas nasib saudara-saudara kita. Keseriusan kita berdakwah menyerukan tegaknya Khilafah merupakan wujud ketakwaan terhadap Allah Swt. dan wujud cinta terhadap sesama kaum muslim.
Wallahu’alam. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com


















