Hijrah Bareng Hajrah

Di sisi lain aku juga takut mati karena belum juga bersyahadat. Aku takut mati di saat belum masuk Islam, karena aku tau tempatku di mana jika aku mati belum masuk Islam.

 

Oleh. Nur Hijrah MS
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Jadi nama asliku Marlinda Songgo, setelah hijrah namaku ditambahkan Nur Hajrah. Ingin sekali nama ini tercantum lengkap di KTP, ijazah, atau data-data lainnya. Namun, pengurusannya susah teman-teman, harus disidang dan lain-lain, belum lagi butuh biaya dalam pengurusannya. Jadi, Nur Hajrah MS aku gunakan sebagai nama penaku. Dan teman-teman bisa panggil aku Linda, Nur, atau Hajrah.

Aku asli suku Toraja, yang lahir dan besar di Kutai, Kalimantan Timur. Aku kelahiran 10 April 1995, (sudah tua ya)

"Enggak masih imut kok say."

dan Alhamdulillah status masih jomlo fisabilillah alias belum menikah. Aktivitasku saat ini selain sebagai aktivis dakwah, aku juga seorang karyawati di salah satu perusahaan nikel di Sulawesi Tengah.

"Lo, kok sudah di Sulawesi Tengah aja nih, Lind? Tadi katanya lahir dan besar di Kalimantan Timur?”

Iya teman-teman, waktu aku SD sempat pindah rumah, bahkan pindah sampai lintas pulau.

Teman-teman, kalian masih ingat enggak pemberitaan yang pernah heboh sekitar 2005 atau 2006? (maaf jika salah), pemberitaan tentang lapisan ozon menipis akibat pemanasan global. Nah, dampaknya banyak perusahaan kayu yang gulung tikar di Kalimantan saat itu dan terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran, termasuk bapakku pun ikut di PHK.

Dan di 2006 inilah keluargaku memutuskan untuk pindah di Kolaka, Sulawesi Tenggara dan menetap di daerah itu sampai saat ini.

Singkat cerita, setelah tamat SMA aku melanjutkan kuliah di salah satu universitas swasta yang ada di Toraja, Sulawesi Selatan. Tamat kuliah memutuskan mencari kerja di Morowali, Sulawesi Tengah dan saat ini berdomisili di Morowali.

Awal Mula Tertarik dengan Islam

 "Lind, bagaimana kok bisa masuk Islam?"

"Awal mula bisa masuk Islam itu bagaimana, Lind?"

"Lind, aku masih enggak sangka lo, kok bisa? Ceritanya bagaimana?"

 Ya, itu semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang masih sering ditanyakan sampai saat ini.

Apalagi buat teman-teman yang sudah lama kenal aku, mereka sampai kaget enggak menyangka aku bisa hijrah. Wajar sih mereka kaget, karena mereka begitu tahu bagaimana aktifnya aku dalam kegiatan agama sebelumnya, baik itu di bangku pendidikan maupun di gereja, di lingkungan sosial, juga keluarga.

Bahkan saat aku kuliah sering kali aku ditegur bos tempat aku bekerja, karena sering minta izin untuk ikuti kegiatan di gereja. Aku bahkan rela ditambah jam kerja tanpa dibayar asal bisa mendapatkan izin.

Di dalam grup ini ada beberapa teman kerjaku waktu di toko, mereka tahu sekali bagaimana aku saat itu.

 "Jadi, waktu kuliah kamu sambil kerja ya, Lind?"

Iya, teman-teman, benar sekali. Aku kerja di toko handphone dan Alhamdulillahnya Allah pertemukan dengan bos muslim yang baik. Beliau memang cerewet dan tegas, tetapi semua celotehannya untuk kebaikan para karyawannya. Bisa dikatakan nilai-nilai tentang Islam aku bisa tahu dari beliau dengan melihat aktivitasnya sehari-hari.

Nah, kembali ke topik di atas,

 "Kok bisa?"

Sebenarnya, aku juga bingung teman-teman mau jawab apa ketika dihadapkan pertanyaan-pertanyaan tadi. Karena menurut aku, setiap kali aku flashback ternyata Allah itu telah memperkenalkanku dengan Islam sejak aku kecil.

Saat aku tinggal di Kalimantan, lingkungan tempat tinggalku dan juga di sekolah itu mayoritas Islam. Di saat teman mainku belajar mengaji, aku pun ikut dan melihat dari jauh. Tanpa disadari aku mulai banyak hapal doa-doa dalam Islam dan beberapa surah pendek.

Namun, setelah keluargaku pindah, nilai-nilai tentang Islam tidak lagi aku dapatkan. Walaupun tempat tinggalku yang baru juga masih mayoritas Islam, nilai-nilai agama Islam tidak pernah aku dapatkan dan aku pun sudah tidak tertarik sama sekali untuk mengetahuinya. Saat aku bekerja di lingkungan orang muslim pun, tetap saja itu tidak membuatku tertarik lagi untuk mengetahui tentang Islam.

Saat itu aku begitu bangga dengan agama yang aku anut. Bahkan saat kuliah, aku begitu benci melihat orang yang bercadar dan tidak suka melihat laki-laki yang menjalankan sunah Rasulullah seperti memelihara janggut dan memakai celana cingkrang, aku tidak suka melihat mereka. Apalagi jika mereka berkeliaran di Toraja, karena Toraja itu adalah daerah minoritas muslim.

Jadi bisa dikatakan aku mulai tertarik dengan Islam itu melalui proses berpikir yang panjang dan secara bertahap.

Contohnya saja, pernah suatu ketika saat aku lagi ibadah di gereja dan aku risi melihat pasangan yang belum halal duduk bersamaan saat ibadah. Dan aku risi melihat mereka yang datang beribadah memakai pakaian yang kurang pantas menurut aku. Tanpa aku sadari dalam hati bergumam,

"Tuhan, andai saja Kristen bisa pakai jilbab saat beribadah aku mau ya Tuhan. Seperti orang Islam Tuhan, pakaian mereka sopan-sopan saat beribadah."

Saat aku kuliah karena jauh dari keluarga, aku juga sering berpindah-pindah gereja untuk beribadah. Mencari gereja yang betul-betul menjalankan perintah Tuhan dan bisa membuatku nyaman saat beribadah. Tidak pernah terlintas di pikiranku untuk mengenal agama lain karena saat itu aku begitu cinta dengan agamaku sebelumnya, tetapi begitu sulit mendapatkan gereja yang bisa membuatku nyaman saat beribadah. Ya, mungkin saja saat itu ghariza at-tadayyunku(naluri beragama) sedang berjalan ya teman-teman.

Singkat cerita pada Agustus 2017 aku memutuskan untuk merantau ke Morowali, Sulawesi Tengah dan alhamdulilah 4 Desember 2017, bisa lolos dan mulai bekerja. Aku bekerja sebagai operator hoist crane (overhead). Hoist cranetermasuk alat berat (pesawat angkat) yang dioperasikan di atas ketinggian. Namun, siapa sangka, di atas ketinggian, di dalam alat berat ini nur Islam menghampiriku.

...

Awal masuk kerja aku masih tetap semangat menjalankan ibadahku saat itu, bahkan masih sering minta izin duluan untuk pulang agar tidak ketinggalan ibadah atau kegiatan di gereja. Di saat aku masih semangat-semangatnya menjalankan keimananku sebagai seorang Nasrani, ternyata aku mulai kagum melihat teman kerja yang salat di atas crane.

"Muslim ini enak sebenarnya ya, mereka bisa salat di mana saja ketika panggilan ibadah mereka memanggil. Sedangkan kami tunggu hari Minggu, itu pun kalau tidak tabrakan dengan jadwal shift kerja."

Ya, begitulah kira-kira awal mula aku tertarik dengan Islam teman-teman, tetapi saat itu aku masih bangga dan begitu cinta dengan imanku yang dulu.

Nah, kita masuk di sesi yang menegangkan.

Imanku Mulai Goyah

Teman-teman, dulu waktu aku masih aktif dalam pelayanan di gereja, tepatnya di awal 2018, aku diberikan amanah bagaimana caranya agar semakin banyak menarik jiwa-jiwa baru masuk ke gereja tempat aku ibadah saat itu. Jiwa-jiwa baru di sini itu, baik dari kalangan Nasrani tapi beda komunitas dan lebih baik lagi jika dari agama lain. Nah, itu tugas aku dulu.

Hingga suatu ketika di awal 2018 juga, aku ketemu teman muslim di tempat kerja, dan dia menjadi targetku biar dia masuk Kristen. Singkat cerita, Ramadan 1439 H (Mei 2018) pun tiba. Di pertengahan puasa aku mulai cari cara agar temanku ini masuk Kristen.

Di suatu malam, saat aku giliran shift malam kerja, sambil berjalan kaki menuju tempat kerja aku coba-coba searchingdi Google, dua kalimat pertanyaan ini.

 "Apa kelemahan Islam?" dan

 "Dosa seorang mualaf?"

(secara iman Kristen ya teman-teman)

Coba tebak teman-teman apa yang dimunculkan Google saat itu?

Betul sekali teman-teman, apa yang aku cari tidak mendapatkan jawaban. Justru berbanding terbalik dengan apa yang aku pikirkan.

"Apa kelemahan Islam?",

Yang muncul saat itu malah penjelasan terkait akidah Islam. (Kalau teman-teman cari di Google pertanyaan itu sekarang yang muncul pasti, "Kelemahan umat Islam".

Itu kelemahan umatnya ya teman-teman atau biasa disebut "muslimnya" atau orang-orangnya, bukan Islamnya atau ajarannya. Jadi kita harus bisa bedakan antara Islam dan muslim, ok teman-teman!

Baik lanjut ya,

Apa yang dimunculkan Google saat itu enggak aku terima dong ya, ‘kan aku mau cari kelemahan Islam, kok malah disuguhkan pelajaran tentang Islam.

Ok, lanjut searching pertanyaan kedua,

"Dosa seorang mualaf?" (secara iman Kristen). Nah, maksud aku cari tahu ini, karena aku sedih ketika ada yang beragama Kristen berpindah agama.

Lo, yang muncul malah bikin aku tambah kesal teman-teman. Teman-teman tahu tidak apa yang ditampilkan Google saat itu?

"Keutungan dan keistimewaan menjadi seorang mualaf"

Itu yang muncul teman-teman. Semua pertanyaanku di luar ekspektasiku, jadi wajarkan aku kesal. Ya, mungkin inilah bagian dari hidayah Allah.

Walaupun kesal aku tetap scroll beranda pencarian Google saat itu, berharap ada jawaban yang aku dapatkan.

Namun tetap saja tidak ada jawaban yang aku dapatkan, justru aku malah tertarik membaca salah satu artikel. Artikel ini mengisahkan tentang seorang wanita yang juga seorang mualaf dan dia juga dulu seorang aktivis gereja.

Artikel ini benar-benar mengajakku menggunakan akal sehat untuk berpikir. Aku terus membaca artikel itu hingga aku dihadapkan pada satu ayat Bibel, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."

 Entah kenapa saat itu, setelah membaca ayat Bibel ini aku seperti ditampar keras. Tiba-tiba saja aku mengartikan ayat ini dalam versi yang lain bukan versi yang aku pahami selama ini.

"Lind baru sadar? Ke mana saja selama ini?"

Kata-kata ini terngiang-ngiang dipikiranku dan untuk pertama kalinya terlintas dipikiranku, “Apa benar Allah itu adalah Tuhan? Dan Islam adalah agama yang benar?”

 Di malam pertengahan Ramadan itulah iman Nasraniku mulai goyah dan di malam itu juga aku langsung SMS temanku,

"Aku mau masuk Islam"

Temanku kaget dong ya, kok tiba-tiba. Temanku sarankan untuk cari tahu dulu tentang Islam jangan nanti malah mempermainkan agama.

Saat itu aku juga sempat berpikir,

"Tuhan aku sepertinya sudah berdosa, kenapa tiba-tiba aku kepikiran mau masuk Islam?"

Aku berdoa mohon ampun dan kembali berusaha semakin aktif dalam pelayanan gereja, berusaha sebisa mungkin tidak cari tahu tentang Islam. Tetapi, semakin aku berusaha menghindar, hati kecilku semakin memberontak ingin mengenal Islam.

Di awal Juli, aku lupa bagaimana bisa ketemu dengan video ceramah Dr. Zakir Naik, aku rasa teman-teman pasti tahu siapa beliau. Dan mulai saat itu iman Nasraniku benar-benar goyah, aku mulai tertarik mencari tahu tentang Islam.

Aku berusaha mencari tahu sendiri, karena aku enggak mau jika benar-benar suatu hari nanti aku masuk Islam orang-orang di sekitarku terutama teman-teman muslimku yang akan disalahkan. Untuk itulah aku berusaha mencari tahu sendiri. Baik itu lewat artikel-artikel maupun video-video ceramah di YouTube.

Saat itu aku lebih sering dengar ceramah dari Dr. Zakir Naik, suka dengar Vertizone TV dan sangat suka mengikuti kisah atau ceramah dari alm. Koh Steven Indrawibowo (founder Mualaf Center Indonesia) dan juga Ust. Felix Siauw.

Bisa teman-teman bayangkan bagaimana pemikiranku dan konsep keimananku waktu itu berhasil mereka obok-obok, berhasil mereka ubah apalagi terkait tentang akidah.

Dulunya aku berpikir, bahwa agama hanyalah urusan individu dengan Tuhannya, agama hanya mengajarkan bagaimana caranya menjadi manusia yang baik, penuh kasih sayang dan menjadi saluran berkat, turuti perintah-Nya dan jauhi segala larangan-Nya, ya hanya sebatas itu.

Tetapi dalam Islam ternyata jauh berbeda teman-teman, setidaknya kita harus tahu dulu mengapa kita harus beriman dan iman apa yang harus kita yakini.

Untuk itulah dalam Islam kita harus tahu jawaban dari tiga pertanyaan mendasar ini:

  1. Dari mana asal manusia?
  2. Untuk apa manusia hidup?
  3. Ke mana manusia setelah mati?

Pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah aku dapatkan di agamaku sebelumnya.

Jangankan tiga pertanyaan ini, bertanya tentang konsep trinitas saja dianggap berdosa karena dianggap tidak mengimani. Intinya kita cukup beriman tanpa harus banyak tanya. Dan hal ini tentu saja tidak akan memuaskan akal bagi mereka yang berpikir dong, ya  teman-teman.

Setelah mencari tahu tentang Islam perasaanku saat itu benar-benar berkecamuk. Aku merasa itu adalah galau terberat dalam hidupku, khususnya di awal Agustus.

Aku galau berat teman-teman, aku dihadapkan dua pilihan yang cukup membuatku bingung, yang mana harus aku pilih.

Awal Agustus 2018

Pilihan pertama, adalah identitas yang aku bawa sejak aku dari kandungan dan sebagai tempat awal mula aku mengenal Tuhan.

Sedangkan pilihan kedua, sangat menarik perhatianku dan membuatku semakin penasaran. Di sisi lain ia juga memuaskan akalku dan juga menenteramkan jiwaku.

Aku tidak bisa menghentikannya, semakin aku berusaha menghentikannya justru semakin membuatku gelisah.

Aku galau berat, aku jadi bingung pada Tuhan yang mana aku harus berdoa. Saat itu aku hanya bisa berkata dalam hati,

"Tuhan aku tahu Engkau itu ada, tolong aku Tuhan untuk keluar dari persoalan ini, jika aku di jalan yang salah segera sadarkan aku, namun jika aku sudah di jalan yang benar Tuhan tolong buat aku semakin ingin mengenalnya (Islam) walaupun berat konsekuensi yang akan kuhadapi."

Hingga di suatu malam (Senin, 6 Agustus), di saat aku sedang bekerja, aku sudah tidak bisa menahan kegundahanku, air mataku terus saja mengalir ada sesuatu yang sangat kurindukan ingin aku lakukan, tetapi aku tidak bisa melakukannya. Karena menurutku itulah satu-satunya cara yang bisa membuatku tenang.

Hal yang kurindukan saat itu adalah aku ingin salat dan berhijab teman-teman.

Nah, kita masuk di puncak -puncak adegan menegangkan teman-teman.

Dan di suatu malam, tepatnya pada Kamis, 9 Agustus 2018, di atas ketinggian kurang lebih 20 meter dari permukaan tanah, di dalam alat berat (hoist crane) tepatnya di crane 01. Keputusanku sudah bulat, dengan sadar dan tanpa paksaan.

 Bismillahirrahmanirrahim aku memutuskan ingin masuk Islam.

Masyaallah ...

Bagaimana teman-teman, terasa enggak berdebar-debarnya atau suasananya, saat baca bagian yang ini? hehehe.

"Masyaallah alhamdulilah perjuangan yang penuh makna. Semangat luar biasa".

Di masa-masa ini aku mulai belajar gerakan salat, walaupun masih beragama Kristen aku sering salat secara sembunyi-sembunyi. Dengan bermodal sarung dan selimut kedua benda inilah yang aku gunakan saat salat.

Aku juga pernah salat maaf, di kamar mandi karena saat itu aku sangat gelisah. Aku ingin salat biar hatiku tenang, tetapi kondisinya saat itu lagi ada teman kosku. Pada akhirnya aku memutuskan untuk salat di kamar mandi. Dan entah kenapa saat itu aku masih sangat hafal Al-Fatihah, padahal sudah sekian tahun aku tidak pernah mengucapkannya. Al-Fatihah dan Allahu Akbar, hanya itu modalku saat mengerjakan salat.

Aku juga mulai mencari tahu sendiri bagaimana caranya bisa masuk Islam, termasuk menghubungi Mualaf Center Indonesia. Di MCI aku dibimbing kak Liana, karena jarak kami berjauhan (beliau di Yogyakarta) dan saat itu belum ada cabang MCI yang terdekat dari tempatku. Jadi kak Liana hanya bisa memantauku via telepon.

Aku sudah tidak ragu dengan keputusanku, hanya saja aku masih takut terhadap konsekuensi yang akan kuhadapi ke depannya.

Bingung bagaimana cara menyampaikannya ke orang tua, karena aku berprinsip saat itu, diizinkan atau tidak aku akan tetap memilih masuk Islam, tetapi aku harus kasih tahu orang tua terlebih dahulu.

Itulah mengapa aku suka nonton channel YouTube Vertizone TV, karena di situ banyak kisah-kisah para mualaf. Aku belajar dari kisah-kisah mereka, dengan harapan aku bisa menyusun langkah-langkah apa yang harus aku ambil agar segera bersyahadat dan pasca bersyahadat.

Banyak kisah mualaf yang aku dengar, tetapi hanya kisah alm. Koh Aheng yang membuatku berani dan memutuskan untuk segera memberi tahu orang tua dan segera bersyahadat. Kisah Koh Aheng aku dengar sekitar awal November.

Perjalanan menuju syahadat pada Desember 2018 dan bagaimana cara menyampaikan ke orang tua cukup panjang ceritanya teman-teman.

Intinya saat itu aku memakai cara dengan mengirim surat. Dan saat itu aku sudah mendapat perlindungan dari Lembaga Sosial Kerukunan Pekerja Muslim (LSKPM).

Mengapa aku bisa kenal dengan lembaga ini? Karena saat itu kak Liana menyuruh untuk mencari lembaga atau komunitas yang bisa membantuku untuk bersyahadat dan bisa melindungiku saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Ok, lanjut ya teman-teman,

Setelah mengirim surat pada 8 Desember 2018, ternyata surat itu dibaca dua hari kemudian. Bisa bayangkan teman-teman bagaimana kondisi dan suasana hatiku dalam dua hari itu?

Pokoknya pikiranku kacau balau, kakiku rasanya seperti tidak berpijak di tanah. Di sisi lain aku juga takut mati karena belum juga bersyahadat. Aku takut mati di saat belum masuk Islam, karena aku tau tempatku di mana jika aku mati belum masuk Islam.

Oh iya, aku lupa perlihatkan. Ini adalah hoist crane teman-teman. Di sinilah aku banyak berpikir dan mencari tahu tentang Islam. Dia adalah saksi bisuku di saat aku memutuskan untuk memeluk Islam.

Baik lanjut ya,

Setelah berdiskusi dengan pihak LSKPM, diputuskanlah 12 Desember 2018 aku akan disyahadatkan.

Namun saat itu batal teman-teman.

"Kenapa bisa batal, Lind?"

Karena tiba-tiba bapak dan omku sudah datang menjemput. Padahal saat itu aku sedang siap-siap menuju masjid, pas aku keluar dari kos ternyata bapak dan om sudah ada di depan kos.

Aku sangat ketakutan saat itu, aku tidak bisa berbuat apa-apa dan sangat susah menghubungi pihak LSKPM. Pihak LSKPM pun saat itu belum tahu alamatku.

Setibanya di rumah, aku hanya bisa pasrah, aku tidak peduli lagi dengan kondisiku, yang aku pikirkan bagaimana caranya aku segera bersyahadat. Saat tiba, mama sudah menunggu di depan rumah, matanya sembab dan begitu lemas. Aku langsung menghampiri dan memeluknya, namun mamaku menolak untuk dipeluk dan berkata,

"Kenapa pulang, pergi sana, tidak ada mamamu di sini, tidak ada anakku seperti kamu”

Seketika duniaku rasanya hancur teman-teman, kata-kata itu bagaikan bom Nagasaki dan Hiroshima yang dijatuhkan padaku. Aku bahkan siap disiksa fisik maupun nonfisik, asal jangan tidak dianggap anak, karena aku memang sangat sayang sekali sama mama aku.

Setiap ingat kata-kata itu bawaannya sedih teman-teman, saat mengetik ini pun aku sambil menangis.

Saat di rumah, mama sulit untuk diajak komunikasi, bahkan mama tidak mau makan sama sekali. Malam itu aku kembali diinterogasi oleh keluarga yang datang ke rumah. Aku hanya bisa terdiam, tidak mampu untuk membela diri, aku hanya bisa berkata, "Tidak ada yang memaksaku untuk masuk Islam, itu murni keinginanku sendiri dan akal sehatku masih ada."

Mengapa aku mengatakan akal sehatku masih ada? Karena saat itu keluargaku sangat yakin aku terkena santet atau diguna-guna, bahkan omku sendiri menduga aku telah dicuci otaknya.

Banyak hinaan aku dapatkan saat itu, hamil di luar nikahlah, dicuci otaklah, ikut aliran sesatlah, mempermainkan agama, dan lain-lain.

Singkat cerita, aku selalu berusaha mencari peluang untuk bisa bicara empat mata dengan mama, aku tidak peduli dengan yang lain, yang penting bisa luluhkan hati mama saja dulu. Setelah berhasil meyakinkan mama bahwa aku mau masuk Islam karena keinginan sendiri dan tidak sedang hamil di luar nikah atau diguna-guna, Alhamdulillah dengan berat hati mama mengizinkan aku masuk Islam dan mengizinkan aku kembali ke Morowali.

Malam itu terasa sangat panjang buatku, walaupun sudah mendapat izin dari mama, aku tidak tega melihatnya terus menangis dan tidak mau makan. Mama belum ikhlas melepasku, ia masih berusaha membuatkanku ramuan, karena mama yakin aku kena guna-guna.

Singkat cerita, aku kembali ke Morowali dan kembali menghubungi pihak LSKPM untuk menyegerakan aku diislamkan. Dan Alhamdulillah, setelah melalui proses yang sangat panjang, tepat seperti hari dan tanggal hari ini tetapi bulan yang berbeda, aku disyahadatkan yaitu pada Rabu, 19 Desember 2018. Sesuai dengan harapanku, bisa masuk Islam sebelum Natal tiba.

Aku sangat bersyukur dan bahagia sekali saat itu teman-teman. Akhirnya aku bisa masuk Islam, aku bisa memeluk agama yang aku yakini. Agama yang bisa memuaskan akalku, menenteramkan jiwaku dan sesuai dengan fitrahku.

Namun persoalan tidak selesai sampai di situ teman-teman. Justru aku dihadapkan dengan tantangan yang baru,

Aku dijauhi teman-teman dan sahabat-sahabatku sebelumnya. Selalu mendapat teror, dicaci maki keluarga sendiri, bahkan difitnah saudara seakidah sendiri.

Ya, kurang lebih seperti itu inti-inti kisah hijrahku teman-teman. Jika mau diceritakan secara detail mungkin butuh waktu yang panjang. Oh iya, sampai detik ini aku tidak pernah menyesali sudah memilih agama ini teman-teman. Dan tentu saja itu semua tidak terlepas dari izin Allah yang telah memberikan hidayah-Nya. Allah Maha Membolak-balikkan hati dan cahaya Islam pun berhasil merobohkan keimananku yang lalu, keimanan yang dulu begitu aku banggakan. Namun, setelah bisa merasakan nikmatnya iman ini, sungguh aku merasa sangat beruntung Allah mengizinkan aku dan menjadi salah satu orang terpilih untuk merasakan nur Islam.

Jadi teman-teman harus bersyukur sudah merasakan nikmatnya iman ini sejak dari kandungan.

Pernah ada teman muslim bertanya, "Lind, kok bisa kamu keluar dari Kristen? Padahal aku saja jika dengar lagu rohani rasanya nyaman, tenang sekali rasanya jika dengar lagu rohani."

Iya teman-teman, itu adalah hal yang bisa terjadi jika kita beriman hanya berdasarkan kenyamanan atau ketenangan, dalam arti lain memakai perasaan.

Hati-hati teman, jangan pakai perasaan dalam urusan akidah atau beragama, nanti mudah baper dan mudah goyah jika menemukan kenyamanan atau ketenangan yang lain. Beragama pakai akal, sebagaimana firman Allah yang artinya, "Dan (Al-Qur'an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran”. (TQS. Ibrahim : 52)

Jadi kita patut bersyukur dan merasa menjadi manusia paling beruntung karena Allah tempatkan kita pada keimanan ini. Tidak usah mencari ketenangan lain. Islam itu sudah agama yang paling sempurna dan paripurna.

Jadi itu saja teman-teman dari saya, semoga kita selalu istikamah dalam keimanan ini. Aamiin Allahumma Aamiin.

Wallahu a’lam

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Nur Hajrah MS Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
The Two Adams
Next
Tip Menjadi Penulis Produktif
4.2 5 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

9 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

MasyaAllah, Barakallah mbak Hajrah. Cerita yang sangat bagus, semangat. Peluk dari saudari Muslimah di Surabaya. Love you because Allah.
True story ini bagus buat di bukukan.

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Kisah hijrah, kisah yang selalu akan membawa hikmah. Semoga istikamah mbak Hajrah

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Kemarin saat sharing, saya ikutan baca kisahnya dari awal sampai selesai. Luar biasa kisah hijrahnya mbak Nur Hajrah ini. Begitu konsisten dengan keislamannya meski awalnya ditentang keluarga. Barakallah ...

Sherly
Sherly
1 year ago

Masyaallah ..
Pasti banyak hikmah yang bisa diambil dari kisah hidupnya.
Barakallah, mbak..

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Kisah hijrah mbak Nur penuh kerikil dan hikmah. Masyaallah semoga mbak Nur istikamah.

R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

alhamdulillah... syukur ya mbak Linda... bisa menjadi seorang hamba Nya...

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
1 year ago

Masyaallah begitu luar biasa perjuangan Mbak Nur Hajrah dalam merengkuh cahaya iman. Pasti sangat tidak mudah, terlebih dengan pertentangan dalam keluarga. Semoga mbak Hajrah istikamah dalam keislamannya

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

MasyaAllah wa tabarakallah untuk mbak Hajrah. Semoga kita semua istikamah di jalan Islam dan pulang dalam husnul khatimah. Aamin

Sultan
Sultan
1 year ago

MasyaaAllah...
Semoga menjadi nur islam, untuk semua.

Aamiin

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram