Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang mudah marah dan lambat meridai. (HR. Ahmad)
Oleh. Mariyam Sundari
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Manusia dianugerahkan oleh Allah Swt. untuk bisa berbicara. Adapun cara berkata-kata dalam Islam sudah tentu ada aturannya, seperti muslim yang satu harus berkata lemah lembut terhadap muslim yang lainnya. Tidak boleh berkata keji, kotor, menyakiti, apalagi perkataan yang sia-sia.
Namun, manusia mempunyai beberapa naluri salah satunya adalah mempertahankan diri atau eksistensi diri (gharizatul baqa). Jadi, ketika manusia perasaannya diusik, kebanyakan yang bermain adalah hawa nafsu untuk mengedepankan ego, sehingga kemarahan yang ditimbulkan. Termasuk seorang ibu ketika melihat anaknya tidak patuh atau melakukan kesalahan, tanpa sadar sering mengatakan ungkapan buruk yang tidak wajar. Allah Swt. berfirman yang artinya,
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (TQS. Ali Imran: 159)
Dari firman Allah ini, jelas memerintahkan kepada manusia untuk bersikap lemah lembut terhadap saudaranya, terlebih pada keluarga. Baik itu, kedua orang tua, suami, istri, termasuk anak-anak. https://narasipost.com/motivasi/12/2020/marah-tidak-akan-menyelesaikan-masalah/
Namun, sungguh disayangkan, saat ini justru kebanyakan orang tua mau berperilaku baik kepada orang lain, tetapi terhadap keluarga terutama anak-anak, mereka berperilaku buruk. Juga masih banyak orang tua yang melontarkan perkataan yang dapat menyakiti hati anak, misal berupa hujatan, cemoohan, menyudutkan, dan lain sebagainya. Tak terkecuali seorang ibu yang dikatakan lebih dekat kepada anaknya dibandingkan ayah yang waktunya banyak di luar rumah untuk bekerja.
Kemarahan
Sebagai manusia memang tak luput dari salah dan kemarahan. Tapi, marah juga harus bisa dikendalikan. Bahkan kemarahan sudah digambarkan sebagai hal keburukan. Dalam sebuah riwayat dari Abu Said al-Khudri, bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang mudah marah dan lambat meridai.” (HR. Ahmad)
Rasulullah saw. sendiri pernah marah, tetapi kemarahan beliau bukan karena menyangkut hal pribadi, melainkan atas kepentingan agama semata. Lantas, bagaimana Rasulullah bisa marah, padahal beliau sendiri melarang umatnya marah?
Tidak dimungkiri seorang nabi utusan Allah, juga manusia yang tidak lepas dari kemarahan. Namun, kemarahannya karena disebabkan suatu hal tertentu. Tapi dapat dipastikan semua itu bermuara dalam satu sebab. Tidak lain, hal tersebut menyangkut kepentingan agama, bukan hal pribadinya sendiri. https://narasipost.com/family/09/2021/menjaga-kesehatan-mental-keluarga-muslim/
Dalam hal ini, memang seharusnya Rasulullah saw. marah dengan tujuan untuk memberikan penekanan kepada umat, bahwa sesuatu yang dilakukan itu tidak boleh dilakukan. Jadi, dalam perihal kepentingan agama, Rasulullah sangat tegas supaya umatnya tidak melanggar syariat yang sudah digariskan oleh Islam.
Oleh karena itu, Rasulullah saw. sudah memberikan teladan yang baik kepada umat supaya bisa menahan amarahnya kecuali dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan agama, jika dihinakan, dilecehkan, dan dilanggar syariat-Nya. Namun, faktanya saat ini, banyak manusia yang marah sampai membabi buta hanya karena masalah pribadinya yang diusik. Bahkan, menjadi dendam sampai melakukan tindakan kriminal pembunuhan dan lain sebagainya. Allah Swt. sudah memberikan petunjuk kepada manusia yang mampu menahan amarahnya dengan pahala surga yang luas. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya,
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (TQS. Ali Imran: 133-134)
Hati-Hati Saat Marah
Jika seseorang dalam kondisi marah biasanya akan membawa dampak pada perkataan yang buruk. Apalagi marahnya karena tidak suka atas perilaku orang-orang di sekitar termasuk orang terdekat. Dan ternyata, perkataan kita sebagai manusia apalagi seorang ibu di saat marah itu cepat sekali diijabah oleh Allah Swt.
Seperti yang tercatat dalam kisah Islam yang terkenal yaitu kisah Juraij Al-Abid. Banyak sekali yang menceritakan tentang riwayatnya, termasuk di media sosial, salah satunya sumbarprov. Menurut riwayat, beliau adalah seorang ahli ibadah yang sangat saleh berasal dari kalangan Bani Israil, yang mulanya adalah seorang pedagang. Kemudian, aktivitas sebagai pedagang ditinggalkannya, ia cenderung lebih memilih untuk taat dalam beribadah dengan cara membangun tempat ibadah untuk dirinya.
Juraij yang membuat ibunya menjadi kesal, dikarenakan si ibu yang mendatangi tempat Juraij ibadah selama tiga hari, dengan harapan supaya ia bisa melihat putranya dan mendengarkan perkataan Juraij yang akan disimaknya.
Namun, setiap kali datang ke tempat ibadah putranya itu, ia selalu pulang dengan tangan hampa dan kecewa, dikarenakan Juraij sibuk dan tetap meneruskan ibadahnya menghadap Allah, dengan khusyuk. Akhirnya si ibu marah kemudian mengatakan kalimat doa untuk putranya yaitu mendoakan supaya Juraij tidak akan wafat sebelum bisa melihat wajah perempuan penghibur (tukang zina). Kemudian Allah Swt. mengabulkan doa ibunya.
Lalu, benar-benar datang kepada Juraij seorang perempuan pezina yang tujuannya untuk menggoda ibadah dan imannya. Dengan cara menuduh bahwa Juraij merupakan ayah dari anak yang dikandung oleh perempuan itu. Karena merasa tidak melakukan apa-apa atau berzina, Juraij pun meminta waktu sampai anak yang dikandung perempuan tersebut lahir.
Akhirnya, setelah lahir keajaiban pun terjadi, atas izin Allah, bayi yang masih merah itu berbicara dan mengatakan, kalau ayahnya bukanlah Juraij melainkan orang lain yaitu seorang penggembala di sekitar tempatnya waktu itu. Dan Allah, benar-benar menjawab doa ibu juga menyelamatkan Juraij dari tuduhan fitnah perempuan pezina atas dasar kesalehannya.
Dari kisah ini, dapat kita ambil hikmah bahwa seorang anak mempunyai tanggung jawab dengan cara patuh dan taat pada perintah orang tua terutama ibu, selagi perintah mereka tidak bertentangan dengan syariat. Supaya tidak membuat orang tua kesal hingga mengungkapkan kata-kata buruk sebagai doa yang siap diijabah oleh Allah Swt. Karena Allah, berfirman yang artinya,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia serta hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (TQS. Al-Isra: 23)
Doa Baik Ketika Marah Diijabah
Lantas, adakah seorang ibu ketika marah, ia tetap mendoakan kebaikan bagi putranya? Jawabnya ada. Seperti kisah Syekh Sudais yang populer di kalangan umat Islam. Banyak sekali para penulis yang menceritakan kisahnya terutama di media sosial, salah satunya Sindonews. Nama lengkap Syekh Sudais yaitu, Syeikh Abdurrahman bin Abdul Aziz As-Sudais. Beliau diamanahkan untuk menjadi Imam Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi. Jabatan sebagai Imam yang mulia tersebut ia raih karena mendapatkan doa dari ibunya pada saat ia masih kecil.
Namun, doa yang terbaik itu diucapkan oleh si ibu ketika dalam keadaan marah, karena pada saat ibunya sedang sibuk menyiapkan hidangan berupa makanan dan minuman untuk para tamu yang akan berkunjung. Sembari menunggu kedatangan tamu, tiba-tiba Syekh Sudais kecil menggenggam tanah dengan tangan mungilnya, kemudian ditaburkannya tanah itu pada hidangan yang sudah disajikan buat tamu.
Ketika melihat kelakuan anaknya yang nakal, sang ibu pun menjadi marah besar, sambil mengucapkan kata-kata berupa doa yang dapat diartikan, “Pergilah kamu, biar kamu jadi imam di Haramain”. Entah itu sebuah kutukan atau doa, yang pastinya sang ibu tersebut memang sangat menginginkan putranya menjadi orang yang bermanfaat bagi umat.
Perlu diketahui, terkait informasi yang didapatkan dari media bahwa memang dalam kesehariannya, Ibunda Syekh Sudais yang kerap sekali memanggil anaknya dengan sebutan atau kalimat mulia yaitu, “Ya Abdurrahman, ya hafizal Qur’an, ya imamal Masjidil Haram”. Jadi, lewat panggilan yang baik itulah menjadi doa keseharian yang kerap diucapkan ibunya Syekh Sudais. Khatimah Perkataan merupakan anugerah dari Yang Kuasa. Namun, kita harus tetap hati-hati dalam melontarkan kata-kata terutama pada saat marah. Apalagi terhadap putra-putri sebagai harapan masa depan, karena Allah, akan cepat mengabulkan doa dari perkataan apa pun yang kita ucapkan, apalagi yang keluar dari mulut seorang ibu. Oleh sebab itu, kita harus tetap menanamkan dan melatih perkataan setiap hari dengan sebaik-baiknya terutama terhadap anak-anak.
Dengan begitu, ucapan yang dilontarkan saat marah akan tetap mengucapkan perkataan doa terbaik, yang sama diucapkan ketika dalam keadaan tidak marah. Jadilah seorang ibu yang sukses dalam mengurus dan membina anak-anak. Dengan selalu mendoakan mereka kebaikan, baik di saat marah ataupun tidak. Demi mencetak generasi masa depan yang gemilang. Wallahu a'lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Ujian seorang ibu untuk tetap mendoakan yang baik ketika diuji kesabarannya oleh tingkah laku anak. Tulisan yang mengingatkan agar memiliki sabar yang panjang.
Susah memang saat marah ke anak, tapi harus berkata yang baik.
Kasihan jika anak mendapat doa buruk dari orang tuanya... kalau kata nussa.. "berkata baik atau diam"..
Masyaallah naskah ini benar-benar nasehat yang luar biasa, mengingatkan kita bagaimana pentingnya menahan marah dan tetap melontarkan kata2 yang baik saat marah. Jazakillah khairan mba Mariyam. Sukses dunia akhirat.
Berkata baik saat sedang marah adalah perkara yang memang tidak semua orang mampu. Apalagi ibu yang sedang stres karena banyak hal, akan mudah melampiaskan marahnya pada anak-anaknya. Syukran nasihatnya, barakalah ...
Jazakumullah khair teman-teman. Moga Allah, menjadikan lisan ini terutama ibu dan muslimah untuk selalu berkata kebaikan, terutama kepada putra-putri generasi penerus Islam. Amiin ....
Masyaallah, alhamdulillah telah mendapatkan ilmu yang bermanfaat,, doa ibu memang sangat mustajab,, semoga sebagai orangtua kita bisa terus bersabar untuk membersamai anak-anak kita..
Masya Allah. Tulisannya rasa muhasabah. Sebagai ibu, memang lisan kita spesial. Terkhusus buat anak-anak kita. Lebih banyak belajar untuk sabar, kalau pun marah, tidak mengucapkan perkataan buruk.
[…] Baca: berkata-saat-marah-doa-cepat-diijabah/ […]