Bianglala Cinta

Bianglala

Bianglala cinta punya kisah.
Bagi mereka yang resah.
Ataupun tertambat gelisah.
Atau hanya milik manusia susah

Oleh. Choirin Fitri
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Apa? Kamu mau menikah hanya dengan seorang penjual cilok keliling? Apa Bapak tidak salah dengar? Mau ditaruh mana muka Bapak, hah?"

"Kamu sarjana. Seorang guru. Bapakmu ini petinggi desa. Bagaimana pendapat orang kampung kalau tahu putri satu-satunya di keluarga ini menikah dengan seorang penjual cilok? Coba kamu pikir!"

Suara bariton mengiang di telinga Alesha. Menusuk-nusuk gendang telinganya hingga tembus ke hati terdalam. Perih meski tak berdarah.

Kepalanya hanya mampu tertunduk. Buliran bening tanpa diminta meluncur dari sudut matanya yang lentik. Tak ada isak tangis. Dia hanya bisa membisu.

"Bapak bisa mencarikan laki-laki yang lebih mapan dan kaya daripada dia yang masa depannya tidak jelas. Kamu mengerti?"

Tegas. Mengintimidasi. Tak terbantahkan. Laki-laki yang dipanggil Alesha bapak beranjak meninggalkan kamarnya dengan suara pintu dibanting yang cukup memekakkan telinga.

Gadis itu menghela napas dalam. Ia mengempaskan kasar. Rasanya ingin meredam gejolak hati, sayangnya ia merasa rapuh.


Kertas putih terpampang di meja. Pena biru menari-nari mengiringi liukan jemari. Tergores selarik puisi di bawah atap Perpusda Kota Batu.

Langit biru tak berpenyangga
Awan putih bagai domba-domba gagah
Ribuan kisah tercatat di antara jelaga
Di atas tanah dunia yang kian megah

Bianglala berputar syahdu
Mengiringi langkah para perindu
Dalam balutan rasa sendu
Diiringi tatapan-tatapan saling beradu

Bukan cinta namanya jika hanya satu rasa
Bukan cinta namanya jika tak biasa
Bukan cinta namanya jika tanpa asa
Bukan pula cinta namanya jika bukan karena Yang Esa

Bianglala cinta punya kisah
Bagi mereka yang resah
Ataupun tertambat gelisah
Atau hanya milik manusia susah

Duduk termenung menanti
Harapan dan cita menyulam di hati
Hadiri unggahan doa tak berhenti
Sampai nyawa tercerabut, lalu mati

Batu, 9 Juli 2023


"Hayo, lagi ngapain?" Tsabita menepuk punggung seorang gadis berkerudung merah dengan kedua tangannya.

"Mbak, ngagetin aja sih," ucap Alesha. Tangannya sibuk mengemasi buku dan alat tulis yang tadi dipakainya. Tergopoh-gopoh ia memasukkan ke dalam tas merah hati.

"Eits, lihat dulu," sahut Tsabita. Buku bersampul biru muda dengan gambar awan berpindah tangan.

"Cie-cie judulnya, bianglala cinta. Dedek lagi jatuh cinta sama siapa sih? Bagi tahu dong!" Tsabita menggoda adiknya yang kini warna mukanya persis tomat. Merah merona.

"Maaf, ya! Mbak-mbaknya bisa mengecilkan suara? Ini perpustakaan," tegur seorang pegawai perpustakaan pada keduanya.

"Maaf, Mbak!" Keduanya kompak meminta maaf.

Alesha buru-buru mengambil paksa buku diari dari tangan kakak iparnya sambil menjulurkan lidah.

"Bapak belum ngasih izin?"

Alesha menggeleng.

"Sabar ya! Mbak dulu nikah dengan masmu juga penuh drama. Enggak langsung jadi. Ada aja halangannya. Kamu tahu sendiri 'kan?"

Alesha mengangguk sekadarnya.

"Tapi, alhamdulillah kita masih bersama hingga saat ini. Mbak yakin, suatu saat nanti Bapak akan luluh. Banyakin doa aja!"

Alesha hanya mampu mengangguk. Sejak kejadian semalam, rasanya kosa katanya lenyap. Ia lebih banyak diam.

"Bunda, Tante, ayo ke alun-alun! Rania sudah bosan," ucap seorang gadis mungil berusia 4 tahun.

"Iya, sayang. Bunda dan Tante pinjam buku dulu ya," ucap Tsabita sambil mengelus kerudung yang menempel di kepala putrinya.

"Cepetan!"

"Iya."


Saat berjalan menuju parkiran untuk mengambil motor, Alesha teringat kejadian sepekan lalu. Kala itu, ketika ia keluar dari perpusda ada seorang pedagang cilok menarik perhatiannya. Bukan karena dagangannya, tetapi perilakunya yang tak biasa. Jika biasanya pedagang kaki lima hanya duduk-duduk sambil merokok, main HP, atau ngobrol sana-sini, tidak dengan si penjual cilok itu. Pemuda bertopi hitam itu duduk manis sambil membaca buku.

"Mas, cilok pedasnya sepuluh ribu campur ya," ucap Tsabita, "bayarin," menepuk pundak Alesha.

"Iya," sahut si penjual cilok sembari menutup buku bacaannya dan meletakkan di jok motor. Beyond The Inspiration.

"Buku yang menarik," gumam Alesha.

Azan Asar mengalun dari Masjid An-Nur, Alesha menyerahkan uang dan mengambil sekresek cilok dari tangan si penjual. Tak pelak tatapan mata sepersekian detik bertaut. Ada rasa yang tak biasa singgah di hatinya. Dia buru-buru berpaling dan berlalu sambil merapal istigfar.

Selepas salat Asar berjemaah, Rania kembali merajuk. Ia tidak sabar ingin pulang. Niat untuk bermain di alun-alun diurungkan. Ia mengantuk.

Alesha terburu-buru mengambil kunci motor di tasnya. Buku diari jatuh tanpa sepengetahuannya. Terbuka tepat di halaman puisi yang baru ditulisnya.

"Bianglala cinta," rapal si penjual cilok sambil menggenggam sapu ijuk. Dibacanya kata demi kata yang terbuka lebar di depannya. Sadar jika buku itu bukan miliknya, ia mengambil dan berlari mengejar si pemilik buku.

"Mbak, bukunya terjatuh," ucapnya.

Muka tomat Alesha kembali terlihat. Ia malu buku pribadinya dipegang oleh orang yang tidak dikenal. Ia pun berterima kasih.

Tsabita mengenal pemuda penjual cilok yang merangkap sebagai marbot masjid itu. Dia pemuda hijrah binaan suaminya. Tiba-tiba, sebuah ide berkelindan di benaknya.

"Masnya saleh amat! Kalau masih single boleh nih ngelamar adik saya yang masih jomlo ini," ujar Tsabita sembari menyenggol adiknya.

"Insyaallah, segera, Mbak," sahut laki-laki berbaju koko biru muda itu.

Tsabita terbelalak mendengar jawabannya, "Cie, gara-gara cilok jadi cinta lokasi deh kalian! Segera dihalalin ya, Mas!"


Alesha senyum-senyum sendiri mengingat kejadian itu. Apa yang disampaikan si pemuda penjual cilok bukan sekadar lipsing. Semalam pemuda itu menampakkan batang hidungnya di hadapan ayahnya.

Raut muka Alesha berubah. Momen yang membuatnya sempat tersenyum berganti wajah merah marah ayahnya. Ia segera merapal istigfar untuk meredam gejolak rasa di hatinya.


[Dek, bapak kena serangan jantung. Cepat ke IGD RS Karsa Husada!]

Sebuah chat WA dari kakak ipar Alesha membuatnya terbelalak. Ia segera menyajikan gawainya dan berlari menuju parkiran.

"Kok terburu-buru, Bu, ada apa?" Seorang teman Alesha sesama guru menyapa.

"Bapakku kena serangan jantung. Tolong izinkan ke kepala sekolah, aku enggak bisa ikut rapat! Aku pulang duluan. Doakan bapakku juga!"

Alesha bicara sembari menstater motor maticnya. Ia segera membelah jalanan Kota Batu yang cukup padat karena jam kepulangan sekolah.

Saat menuju ruang IGD, tak sengaja matanya menatap pemuda yang ditolak ayahnya sebulan yang lalu. Pemuda itu mengangguk kepala untuk menyapanya sekejap lalu berlalu.

'Kenapa dia di sini?' Hati Alesha berkata. Tanpa perlu jawaban ia segera berpaling. Bukan itu tujuannya ke sana. Ia segera berlari menuju ruang perawatan ayahnya.

"Pak, ini Alesha," ucap Alesha lirih dengan air mata yang coba ia tahan. Jemari lentiknya menggenggam tangan laki-laki yang selama ini melindunginya. Ibu dan kakak iparnya keluar. Hanya satu orang yang boleh di sisi pasien.

"Nduk, maafkan Bapak! Bapak terlalu keras padamu. Rasanya waktu Bapak sempit."

"Bapak tidak boleh bilang begitu. Alesha masih butuh Bapak" Air mata telah membanjiri pelupuk mata Alesha. Genggaman tangannya semakin erat. Diciumnya takzim punggung tangan laki-laki tua itu.

"Bapak sudah menyelidiki pemuda itu sebulan ini. Dia pemuda baik dan saleh. Dia yang menolong dan membawa Bapak ke sini. Bapak berharap dia bisa menggantikan Bapak untuk menjagamu setelah ini."

Suara bapak Alesha terdengar patah-patah. Susah payah ia berucap, "Panggilkan pemuda itu! Bapak akan menikahkanmu sekarang. Bapak berharap bisa menghadap Allah dengan tenang."

Batu, 30 Agustus 2023

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Choirin Fitri Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kegelapan Menyelimuti Dunia Ketiga, Demokrasi Biangnya
Next
Kesaksian Marni
4.2 5 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

17 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

MasyaaAllah, Barakallah Mba Choirin

Erdiya Indrarini
Erdiya Indrarini
1 year ago

MasyaAllah, menyentuh hati.
Kapan yaaa aku bis membuat cerpen

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Kalau gak dimulai pasti jawabannya kapan2. Hehe

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Cerpen ini sweet banget, bikin hatiku jadi merah jambu. Wkwkwkw

Mimy Muthamainnah
Mimy Muthamainnah
1 year ago

Masyaallah...akhir cerita yg membahagiakan sekaligus haru

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

MasyaAllah...Akhirnya Bapak luluh juga. Happy ending jodoh Alesha yang tukang cilok saleh.
So sweet.

Atien
Atien
1 year ago

Masyaallah. Ceritanya keren. Jadi berasa muda lagi.
Barakallah mba @Choirin Fitri

Iha Bunda Khansa
Iha Bunda Khansa
1 year ago

MasyaaAllah..

Kisah ya berakhir bahagia dan...

Barakallahu Mbak Choirin

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Akhirnya nikah juga. Ya orang tua umumnya melihat sisi luar saja. Gak salah memang karena orang tua tak ingin jika anaknya hidup sengsara. Tapi, agama memberikan panduan agar menikah karena agamanya baik. Dengan itu, ia akan bertanggung jawab dan bekerja keras.
Cerpennya sesuai kehidupan sehari-hari. Baarakallah mbak Choirin

Mariyam Sundari
Mariyam Sundari
1 year ago

Keren, mbk Choirin. Barakallah ❤️

Choirin Fitri
Choirin Fitri
1 year ago

Alhamdulillah, jazakumullah khoiron kastiron udah ditayangkan dengan nilai yang baik..

Doakan jadi pelecut untuk terus berkarya..

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Semoga Allah memberikan rezeki dari arah mana saja, niat berumahtangga karena Allah dan mencari ridaNya.

Maftucha
Maftucha
1 year ago

Ada kata yang saya tidak paham seperti "menyajikan gawainya..." maksudnya apa ya mbak?

Siti komariah
Siti komariah
1 year ago

Jika sudah memiliki niat baik karena Allah. Insyaallah akan dipermudah oleh Allah.

Puisinya Keren, Mba. . Ceritanya Happy Ending.

Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 year ago

Di tengah serbuan kata netra ...
Di cerpen ini, kata mata tetap mata.
Tidak diganti dengan netra.
Tetap indah. Tetap bagus.

Barakallah, Mbak Choirin.

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Saya pernah menjumpai fakta yang hampir mirip dengan kisah ini. Ketika seorang sarjana mendapatkan suami yang dipandang tak sepadan dengannya bagi keluarga perempuan tersebut.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram