Saat itu, tidak ada perasaan takut dan maklumat terhadap hantu. Orang tua kami tidak pernah menakut-nakuti anak-anaknya dengan hantu, cerita-cerita seram atau semacamnya.
Oleh. Maya Rohmah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pada awal tahun 90-an, aku tinggal di pedalaman Sumatra Utara. Waktu itu, aku masih duduk di bangku sekolah dasar.
Aku tinggal di sana bersama papa, mama, kakak lelaki, dan dua adik perempuan. Tetapi papa jarang sekali berada di rumah. Entah bekerja di ibu kota provinsi atau bercocok tanam jauh di dalam hutan.
Letak rumahku sangatlah jauh dari ibu kota provinsi. Jalannya masih belum mengenal aspal. Letak kantor pos dan pasar ada di kecamatan. Kalau mau mengirim atau menerima surat dari famili di Pulau Jawa, harus bersabar menjemputnya ke kantor kecamatan. Kalau belum ada surat juga, coba lagi sepekan kemudian. Maklumlah, saat itu belum ada telepon genggam.
Sarana transportasi pun sangat terbatas. Pasarnya hanya berlangsung pada hari Rabu. Jika ada mobil truk atau mobil bak terbuka melintas, anak-anak kecil bersorak-sorai saking jarangnya melihat. Sementara motor dan sepeda angin, dimiliki oleh orang kaya saja.
Penduduknya juga masih jarang. Biasanya satu pemukiman terdiri dari tiga hingga sepuluh rumah. Lalu kamu akan melintasi hutan sepanjang satu hingga dua kilometer, barulah ada pemukiman lagi. Terus seperti itu.
Kebetulan rumah yang kami tempati tidak ada "teman" rumah lainnya. Rumahku berdampingan dengan pabrik pembuatan batu bata merah. Jika siang, ramai dengan pekerja yang bekerja di situ. Jika malam, pabrik batu bata itu sunyi. Jika malam, suara gemercik air deras di sungai yang berada di belakang rumah, terdengar jelas. Tentu saja ditingkahi suara serangga dari hutan.
Suatu malam, pintu rumah diketuk. Aku terperanjat. Langsung kupasang telinga, khawatir salah dengar.
"Siapa malam-malam begini?" batinku. "Sedangkan Papa baru saja pergi kurang dari seminggu. Tidak mungkin Papa pulang begitu cepat."
Kuraih lampu petromaks yang ada di ruang tengah. Saat itu jaringan listrik belum masuk desa. Aku menengok mama di kamarnya. Beliau tertidur dengan adik bayi yang tengah disusuinya. Adikku yang besar tidur di ranjang yang sama.
Aku melempar pandang pada kakak lelakiku. Dia pun masih SD. Umurnya hanya selisih satu tahun denganku. Selarut ini dia masih berkutat dengan sesuatu, entah apa. Kujawil bahunya, minta diantar membuka pintu. Menghadapi orang asing.
Ternyata, orang yang di luar adalah sepasang suami istri. Keduanya minta diantar melintasi hutan hingga ke pemukiman terdekat. Aku dan kakakku menyanggupi. Kedua pasutri itu berbekal obor, sedangkan aku dan kakakku berbekal lampu petromaks. Kami berjalan menyusuri hutan lebat. Setelah sampai, aku dan kakakku diberi uang. Senyum kami merekah.
Setelahnya, kami berdua kembali berjalan pulang menyisir hutan belantara. Saat itu, tidak ada perasaan takut dan maklumat terhadap hantu. Orang tua kami tidak pernah menakut-nakuti anak-anaknya dengan hantu, cerita-cerita seram atau semacamnya. Kami lebih waspada terhadap orang jahat. Soalnya, aku pernah mengalaminya saat masih TK dulu. Ada laki-laki asing yang masuk ke dalam rumah saat papa tidak ada. Laki-laki itu hendak merudapaksa mama. Bahkan, posisinya sudah tarik-menarik daun pintu kamar dengan mama, aku, dan kakak. Syukurlah, Allah masih melindungi.
"Nanti, uang yang kami pegang dirampok, bagaimana?" pikirku polos saat itu.
Demi berjaga dari kemungkinan adanya orang jahat, lampu petromaks kami matikan, berjalan menyusuri hutan, berpegangan tangan dalam diam. Kedua mulut kami komat-kamit membaca Al-Qur'an surah Al Ikhlas, An Nas, Al Falak, dan Ayat Kursi. Kata Papa, kalau membaca "3 qul" dan Ayat Kursi", kamu akan senantiasa berada dalam perlindungan Allah Swt.
اِنَّمَا ذٰلِكُمُ الشَّيْطٰنُ يُخَوِّفُ اَوْلِيَاۤءَهٗۖ فَلَا تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Yang artinya, "Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya. Oleh karenanya, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu termasuk orang-orang yang beriman."
Takutlah hanya kepada Allah. Bukan kepada setan dan teman-teman setianya. Demikian papa mengutip surah Ali Imran ayat 175.
Waktu terasa berjalan amat lambat. Kaki kecil kami tak banyak membantu meski sudah berusaha melangkah lebar-lebar.
Namun, semua pasti ada ujungnya. Alhamdulillah, aku dan kakakku tiba di rumah dengan selamat. Ada Allah yang menjaga dan mengawasi kami.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
MasyaAllah...ikut tegang. Apakah ini true story mbak Maya. Kalau aku memang asli dari desa, meskipun di pulau jawa sekitar tahun 90 desa di pesisir pantai selatan juga masih sepi .
Yg menegangkan itu ketika mereka berhasil selamat dr orang yg maksa masuk rumah untuk berbuat kejahatan. Gak mau bayangin
Iya, itu juga menegangkan.
Di desa lain lagi.
Baru ada kakak dan aku yang masih kecil. Mungkin usia 4 tahun, usia mulai bisa mengingat.
Iya, Mbak Isty. Kisah nyata kami kakak beradik.
Baca story mbak Maya, jadi ingat pernah nonton ada seorang janda yang tinggal dekat kuburan dan gak ada tetangga. Tapi beliaunya juga biasa aja, gak merasa takut sama sekali. Kampung saya dulu juga sangat sepi kalau malam. Sekarang udah rame sih.
Mungkin beliau sama kayak saya pas kecil, gak punya maklumat apa pun soal hantu.
Merasakan suasananya. Pengalaman berharga pastinya. Ada tegangnya juga saat ada orang jahat masuk rumah. Ada herannya juga, kok bisa-bisanya sepasang suami istri minta antar melintasi hutan. Seru bingit storynya Mbak Maya
Barokallah
Setelah saya pikirkan kemudian (setelah dewasa), mungkin keduanya orang yang baru tinggal di pedalaman
atau ... makhluk yang Allah datangkan untuk memberi kami sedikit rezeki guna menyambung hidup.
Kisah yang menegangkan mbak.
Pengalaman mbak Maya pasti banyak ya, berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya. Bisa jadi satu buku genre story.
Doakan ya, Bu.
Pengalaman sih banyak tetapi kepandaian meraciknya ke dalam tulisan, itu yang masih menjadi sebuah misteri.
MasyaAllah tabarakallah mb Mau, keren storynya..deg-degan pas cerita saat jalankembali pulang bersama Abang.. Alhamdulillah cerita berakhir dengan sehat selamat..
Wah iya banget tuh Teh Maya kehi6 di sebrang memang ya penuh hutan dan berliku-liku naik turun gunung. Jadi ingat pertama kali nyebrang ke Sumatra bis masuk jurang gara-gara menghindari mobil truk di tikungan tajam. Untung bis yang kami tumpangi nyamgsang di pohon.
Keren teh Maya naskahnya
alhamdulillah kembali pulang dengan selamat. Ikut tegang baca kisahnya Mbak Maya.
Bersambung kak mbak? Hehe,, ceritanya seru
Kah maksudnya
Keren, ceritanya ngalir banget. Pelajarannya pun dapat. Kalau kata bapakku dulu, kalau kita takut sama mereka (setan), mereka malah senang dan menakut-nakuti kita.
Ya Allah, itu bagaimana ceritanya, sampai pencuri tarik menarik pintu dengan Mama Mba Maya. Pasti sangat menegangkan dan menakutkan.