Kisah Kisruh Minyak Goreng, Kapan Tamatnya?

Kisah Kisruh Minyak Goreng, Kapan Tamatnya?

Minyak goreng terancam langka dikarenakan pemerintah tak kunjung melunasi utang-utangnya kepada pengusaha ritel.

Oleh. Nur Hajrah M. S. 
(Kontributor Narasiliterasi.com)

Narasiliterasi.com-Bicara tentang minyak goreng (migor) memang tidak akan pernah ada habisnya. Hampir setiap tahun permasalahan yang sama terus terulang terjadi, minyak goreng langka misalnya. Bahkan pada 2022 kasus minyak goreng tiba-tiba menghilang di pasaran begitu gempar saat itu. Akibatnya sampai saat ini harga migor tidak pernah kembali normal dan terbilang masih mahal. Belum usai persoalan harga minyak goreng mahal, saat ini minyak goreng justru diberitakan akan kembali mengalami kelangkaan. 

Minyak goreng terancam langka dikarenakan pemerintah tak kunjung melunasi utang-utangnya kepada pengusaha ritel. Diberitakan utang pemerintah mencapai Rp344 miliar. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyayangkan sikap pemerintah tersebut. Untuk itulah, mewakili para pengusaha peritel, Aprindo mengancam menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen. (Suara.com, 20-8-2023)

Asal Muasal Utang Miliaran 

Pada awal 2022 pemerintah meluncurkan program minyak satu harga, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Aturan tersebut mengharuskan para pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium dengan harga Rp14 ribu per liter, padahal harga migor saat itu mencapai Rp17 ribu sampai Rp19 ribu per liter. 

Akibatnya para pelaku usaha menutupi selisih harga tersebut dari Dana Pembiayaan Minyak Goreng Kemasan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Akan tetapi dana tersebut tak kunjung diberikan oleh pemerintah. Dengan demikian harga migor Rp14 ribu pada 2022 bukanlah kemauan pengusaha ritel, melainkan adanya peraturan pemerintah terkait minyak goreng satu harga. Dengan perjanjian pengusaha ritel akan diberikan dana oleh BPDPKS untuk menutupi selisih harga tersebut. 

Namun, pada saat utang belum dibayar, pemerintah justru menghapus Permendag Nomor 3 tahun 2022 dan diganti Permendag Nomor 6 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng. Akibatnya, Permendag Nomor 3 dinyatakan tidak berlaku lagi dan para pengusaha pun tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya, sesuai aturan pemerintah sebelumnya. Itulah mengapa pemerintah belum membayar utang-utangnya.

Roy Nicholas selaku Ketua Umum Aprindo mengatakan bahwa walaupun peraturan lama telah dihapus dan dibatalkan, bukan berarti pemerintah melupakan utang-utangnya. Pemerintah harus tetap membayarnya sesuai dengan perjanjian yang pernah dibuat. Namun, Isy Karim selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag mengatakan bahwa ada pendapat terkait Permendag Nomor 3 yang telah dihapus. Dengan dihapusnya aturan tersebut maka utang terhadap pengusaha ritel pun dihapus alias tidak perlu dibayar. Untuk itulah pemerintah mengambil langkah hati-hati terkait persoalan utang tersebut. (cnnindonesia.com, 15-4-2023)

Lemah dalam Pengawasan Harga hingga Distribusi Minyak Goreng

Beginilah kondisi ketika pemerintah lemah dalam mengawasi harga serta aktivitas produksi dan distribusi minyak goreng. Sebagian besar dari proses produksi hingga distribusi minyak goreng diserahkan kepada pihak swasta. Akibatnya, antara pemerintah dan pihak swasta terkadang saling berbenturan terkait pemenuhan kebutuhan minyak dalam negeri. Di sisi lain, pihak swasta justru lebih memilih untuk menjual produknya ke pihak asing dibandingkan menjualnya di dalam negeri. Alasannya karena dengan melakukan ekspor tentu lebih menguntungkan pelaku usaha.

Kasus pihak pemerintah yang belum membayar utangnya kepada para pelaku usaha atau peritel tentu menjadi catatan mengecewakan bagi peritel. Para pengusaha merasa rugi dan kecewa atas kebijakan pemerintah tersebut. Bagaimana mungkin hanya kerena peraturan lama dihapuskan, perjanjian yang dibuat terkait utang pemerintah pun ikut dihapus atau tak perlu dibayarkan? Bukankah ini salah satu bentuk kebohongan dan penipuan yang begitu merugikan peritel? Kasus tersebut pasti akan menjadi bahan pertimbangan pelaku usaha jika diajak kembali bekerja sama. Dampaknya, masyarakat menjadi korbannya, migor terancam akan kembali langka di pasaran. 

Para mafia minyak goreng pun pasti tidak akan ketinggalan. Mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan terkait pemberitaan ini. Para mafia akan berusaha melakukan ekspor berlebihan. Mereka akan menimbun persediaan yang ada, lalu melakukan pengemasan ulang, dan dijual kembali dengan harga yang tinggi. Tentu ini semua adalah bentuk kecurangan yang begitu merugikan negara dan masyarakat.

Kapitalisme Menyingkirkan Peran Negara

Beginilah realitas perekonomian dalam sistem demokrasi kapitalisme. Demokrasi memberikan kebebasan bagi masyarakatnya dalam hal kepemilikan dan usaha. Jika ia memiliki modal, pemerintah akan memudahkan pengurusannya dengan alasan akan saling memberikan manfaat. Akibatnya, pihak swasta akan makin berpengaruh dan mengesampingkan peran negara. Buktinya pihak swasta berani mengancam bahwa mereka tidak akan memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri. 

Para kapitalis pun tidak akan pernah peduli dengan kondisi masyarakat, karena yang ada di pikiran mereka adalah bagaimana caranya menguasai dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Dengan demikian, tidak heran bahwa berbagai macam cara akan dilakukannya, tidak peduli halal atau haram, apa pun akan dilakukan demi mendapatkan keuntungan.

Adanya mafia pangan merupakan buah atau hasil implementasi dari sistem ekonomi kapitalisme. Itulah mengapa praktik mafia begitu lumrah terjadi dalam sistem kapitalisme. Hukum yang berlaku pun bersifat lemah serta tidak memberikan efek jera bagi para mafia sehingga kasus yang sama pasti terus terulang terjadi. 

Selain itu, walaupun negeri ini terkenal sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, pencapaian itu tidak bisa menutupi bahwa minyak goreng di negeri ini sangat mahal dan sering mengalami kelangkaan. Tidaklah heran mengapa hal ini bisa terjadi. Berdasarkan data yang dilansir dari Sindonews.com, sebanyak 56% lahan kebun sawit yang ada di negeri ini ternyata dikuasai oleh pihak swasta. Sedangkan lahan yang dikelola BUMN hanya sekitar 4% saja. Itulah mengapa pemerintah sering meminta bantuan pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng di dalam negeri.

Demikianlah, kekayaan negeri ini telah dikuasai pihak asing dan swasta sehingga peran negara pun bisa dikesampingkan oleh mereka. Pada akhirnya negara pun tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya tanpa bantuan pihak asing atau swasta. Pemerintah lalu menjadikan impor sebagai senjata utama dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, termasuk minyak goreng. Sungguh miris, produsen minyak sawit terbesar di dunia justru melakukan impor minyak goreng.

Taat Syariat Jadikan Ekonomi Kuat

Ketika ekonomi dalam sistem kapitalisme hadir karena adanya asas manfaat demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, lain halnya sistem ekonomi dalam Islam, yaitu Khilafah. Khilafah tidak menjadikan materi sebagai tujuan utamanya. Segala aspek kehidupan dikerjakan semata-mata hanya ingin mendapatkan rida Allah Swt. Untuk itulah Khilafah benar-benar serius mengurus urusan masyarakat, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, khususnya minyak goreng, hal-hal yang dilakukan Khilafah dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri, adalah:

Pertama, negara akan menjaga stabilitas kebutuhan dalam negeri. Misalnya, membuka lahan di kawasan yang aman dan membantu para petani dalam mengelola lahannya. Adapun kegiatan ekspor hanya dilakukan jika kebutuhan dalam negeri tercukupi dan ada stok yang aman. 

Kedua, proses pendistribusian sejumlah bahan pangan harus benar-benar diawasi oleh negara. Negara harus memastikan bahwa proses tersebut benar-benar sampai ke tangan masyarakat.

Ketiga, negara mengawasi harga bahan pangan, baik itu kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya.

Hanya negara yang taat pada syariat yang mampu menerapkan sistem perekonomian yang sehat dan kuat. Hanya dengan penerapan Islam kaffah yang mampu menamatkan kisah minyak goreng dengan happy ending tanpa ada kisruh pasang surut. Para pemimpinnya pun benar-banar bertanggung jawab dalam mengurus urusan umat, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, "Imam (khalifah) adalah ra'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Ahmad dan Bukhari) 

Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Nur Hajrah MS Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Elegi Sahabat Surga
Next
Program Keluarga Berencana di Tengah Bonus Demografi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram