Sensor pendeteksi gas ini hanya akan dijadikan proyek oleh pemerintah dan setiap proyek berpeluang terjadi korupsi.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Sensor pendeteksi gas akan dipasang di pabrik-pabrik sekitar Jakarta Selatan. Kebijakan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Panjaitan yang mengatakan bahwa sensor pendeteksi gas berfungsi untuk mengetahui jenis gas apa yang dilepaskan oleh pabrik. Pemasangan sensor ini dinilai sangat penting demi menekan polusi udara di Jakarta. Rendahnya indeks kualitas udara menimbulkan efek buruk bagi kesehatan masyarakat, seperti penyakit ISPA. Demi mengatasi hal itu, pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan Rp38 triliun untuk biaya pengobatan masyarakat. Pemerintah juga berencana mendorong percepatan implementasi pengetahuan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur (CNN Indonesia, 16 Agustus 2024).
Selain dari pemasangan sensor pendeteksi gas, pemerintah juga berencana menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten karena dianggap sebagai penyebab terbesar polusi udara di Jakarta. Pemerintah merasa bertanggung jawab atas kualitas udara yang buruk dan kesehatan masyarakat. Namun, pemerintah juga menekankan kepada masyarakat bahwa tanggung jawab itu bukan hanya di pundak pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Masyarakat boleh memberikan masukan, tetapi juga diminta untuk tidak memicu kerusuhan terhadap buruknya kualitas udara akibat limbah gas pabrik di sekitar Jakarta (Liputan6.com, 16 Agustus 2024).
Penggunaan sensor pendeteksi gas di pabrik-pabrik, apakah mampu mengatasi polusi udara? Pasalnya sensor itu hanya sebagai pendeteksi gas saja bukan alat untuk mengurangi polusi udara. Walaupun pemerintah mengatakan melalui sensor itu dapat diketahui jenis gas berbahaya seperti dioksin dan zat berbahaya lainnya. Namun, kebijakan itu tidak disertai dengan sanksi hukum ketika zat berbahaya itu terdeteksi berasal dari suatu pabrik.
Penyebab Polusi Udara di Jakarta
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa polusi udara di Jakarta bukanlah berasal dari PLTU Suralaya, melainkan berasal dari kendaraan bermotor. Sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar, diikuti dengan sektor industri energi sebesar 31%, manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%. Emisi karbon monoksida (CO) terbesar disumbangkan oleh sektor transportasi sebesar 96,36% atau 28.317 ton per tahun. Emisi sulfur dioksida (SİO²) terbesar berasal dari industri manufaktur sebesar 2.631 ton per tahun atau mencapai 61,9% (CNBC Indonesia, 16 September 2023).
Dari data KLHK, jelaslah bahwa penyebab terbesar polusi udara di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Namun, pemerintah tetap menganggap bahwa PLTU Suralaya menjadi faktor utama penyebab polusi udara di Jakarta, sehingga wacana penutupan PLTU terus digaungkan. Walaupun menurut analisis KLHK, PLTU Suralaya tidak berkontribusi dalam polusi udara di Jakarta karena arah angin bergerak ke Selat Sunda bukan ke arah Jakarta.
Sensor Bukan Solusi
Polusi udara di Indonesia merupakan masalah serius, khususnya wilayah Jakarta. Pemerintah berharap dengan penggunaan sensor pendeteksi gas ini di pabrik-pabrik dapat menekan polusi udara. Selain itu langkah pemerintah adalah mengganti penggunaan BBM menjadi rendah sulfur dan akan dilaksanakan pada awal September 2024 nanti. Meski belum bisa diterapkan secara nasional, pemerintah akan mulai menjualnya di SPBU Jakarta dan sekitarnya.
Solusi-solusi yang diberikan oleh pemerintah sebenarnya sarat dengan kepentingan dan tidak akan membawa perubahan. Solusi yang ditawarkan pemerintah demi menekan polusi udara akan menimbulkan masalah baru. Misalnya, kebijakan pemasangan sensor pendeteksi gas di pabrik tidak diikuti dengan sanksi hukum. Jika terbukti bahwa pabrik membuang limbah gas berbahaya ke lingkungan maka apa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pabrik tersebut? Apalagi sekarang setiap orang bisa dibayar dan umumnya pemilik pabrik adalah penguasaan atau yang dekat dengan penguasa. Sensor pendeteksi gas ini hanya akan dijadikan proyek oleh pemerintah dan setiap proyek berpeluang terjadi korupsi.
Solusi lain yang diberikan pemerintah yaitu mengganti BBM menjadi rendah sulfur. Rencana ini akan berefek besar bagi rakyat. Lihat saja ketika pemerintah ingin mengganti BBM menjadi kualitas terbaik maka akan diikuti dengan kenaikan harga. Harga BBM naik akan berefek pada kenaikan harga kebutuhan hidup lainnya. Ujung-ujungnya makin sulitlah kehidupan rakyat.
Solusi Kapitalisme
Semua solusi yang diberikan pemerintah bersumber dari cara pandang kapitalisme. Solusi yang dihasilkan dari kapitalisme akan sia-sia karena kapitalisme telah menjadikan pemerintah berfikir dangkal. Bukankah pemerintah telah membuat undang-undang yang mengatur tentang pengolahan limbah? Dengan kata lain pemasangan sensor pendeteksi gas di pabrik-pabrik menunjukkan bahwa undang-undang itu lemah dan tidak mampu mencegah polusi udara yang disebabkan oleh limbah gas dari pabrik. Ditambah lagi pajabat tidak amanah akan mudah dibayar demi kepentingan pabrik.
Perlu diingat bahwa setiap pihak yang terlibat di pabrik memahami setiap proses yang terjadi di pabriknya dan limbah apa saja yang dihasilkannya, termasuk limbah gas. Jika pabrik menghasilkan limbah gas berbahaya maka pabrik harus memprosesnya lebih dulu sebelum dilepas ke udara bebas. Namun, dalam praktiknya banyak oknum pabrik yang nakal, mereka tetap akan membuang limbah gas berbahaya ke lingkungan karena untuk memproses limbah gas menjadi ramah lingkungan butuh biaya administrasi besar yang otomatis menambah beban perusahaan. Belum lagi pihak pabrik harus membayar pejabat setempat demi memuluskan jalan agar pabrik terus beroperasi. Jadi, penggunaan sensor pendeteksi gas yang akan dipasang hanya akan sia-sia dan menghabiskan anggaran negara karena tidak diikuti dengan kesadaran dari semua pihak, baik pihak pemerintah, maupun pihak pabrik.
Pabrik dalam Islam
Islam adalah sistem hidup yang berlandaskan akidah Islam. Dalam Islam industri berjalan di atas tiga koridor, yakni:
Pertama, ketakwaan individu. Setiap pihak yang terlibat dalam pengelolaan pabrik menyadari adanya standar halal dan haram. Pihak mana pun baik dari kalangan pemerintah ataupun pabrik akan berpikir, apakah pabrik yang beroperasi akan memberikan kemudaratan untuk umat atau tidak, bukan sekadar menikmati manfaat bagi dirinya sendiri.
Kedua, adanya analisis lingkungan yang ketat. Dalam hal ini diperlukan penelitian dan kajian khusus dari para ahli dalam hal pembangunan pabrik dan pengelolaan limbah. Dalam Islam pabrik-pabrik dibangun di kawasan tersendiri jauh dari pemukiman penduduk. Proses pengelolaan dalam pabrik sangat memperhatikan limbah yang dihasilkan dan dampaknya terhadap lingkungan. Negara punya kontrol yang ketat.
Ketiga, adanya sanksi yang tegas dari negara jika terdapat pelanggaran. Kehidupan Islam dengan penerapan syariat akan menjadikan kaum muslim menyadari adanya hisab di hari akhir kelak terhadap setiap perbuatannya. Negara akan melakukan analisis secara sungguh-sungguh sebelum memberikan izin kepada pabrik untuk beroperasi. Pemerintah dalam Islam tahu bahwa posisinya sebagai pengurus urusan rakyat.
…اَلْإِمَامُ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…
“Pemimpin adalah pengurus umat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Jelaslah bahwa kehidupan Islam akan membawa ketenangan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk hidup karena adanya kesadaran dari semua pihak untuk menjaga lingkungan. Wallahualam bissawab []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com