Indonesia memiliki potensi tenaga surya yang sangat besar. Dengan demikian, sumber energi untuk "kebun matahari" alias PLTS sangat melimpah.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia telah menandatangani perjanjian dengan Arab Saudi untuk membangun "kebun matahari" alias Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Proyek yang hendak dibangun tersebut adalah PLTS Terapung di Waduk Saguling. "Kebun matahari" yang terletak di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat tersebut memiliki kapasitas 60 megawatt. Penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan oleh Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo dan Direktur Utama PT Indo ACWA Tenaga Saguling Rudolf Rinaldo Aritonang. (Detik.com, 21-8-2024)
Sekilas Tentang "Kebun Matahari"
Sebagai negara khatulistiwa, Indonesia memiliki potensi tenaga surya yang sangat besar. Dengan demikian, sumber energi untuk "kebun matahari" alias PLTS sangat melimpah.Total potensi tenaga surya di Indonesia mencapai 3,2 juta megawatt. Namun, baru 675 megawatt yang telah dimanfaatkan.
PLTS mempunyai beberapa jenis berdasarkan letak dan sistemnya. Berdasarkan letaknya, ada tiga jenis PLTS. Pertama, PLTS atap. PLTS ini dipasang di atas bangunan. Misalnya, di atap rumah, kantor, masjid, sekolah, hingga pabrik. Kedua, PLTS ground-mounted. PLTS ini berbasis tanah yang pembangkit pusatnya terhubung ke jaringan publik. Ketiga, PLTS terapung. PLTS jenis ini terapung di atas air, seperti waduk, danau, dan sebagainya.
Adapun jenis PLTS berdasarkan sistemnya dibedakan menjadi tiga. Pertama, PLTS On-Grid, yaitu PLTS yang tidak menggunakan baterai. Karena tidak menggunakan baterai, PLTS ini hanya dapat digunakan saat ada sinar matahari. Oleh karena itu, PLTS jenis ini lebih cocok digunakan untuk bangunan yang beraktivitas pada siang hari.
Kedua, PLTS Off-Grid, yaitu PLTS yang menggunakan baterai. PLTS jenis ini biasanya digunakan di tempat yang belum teraliri listrik. PLTS ini dapat dipasang sesuai kebutuhan. Produksi listrik yang melebihi kebutuhan akan diekspor ke jaringan PLN. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan dari meteran listrik biasa menjadi meteran export import (EXIM).
Ketiga, PLTS hybrid yang menggabungkan penggunaan baterai serta sumber daya lain. Karena didukung oleh baterai, PLTS ini dapat digunakan baik pada siang maupun malam hari. Selain itu, PLTS hybrid tidak membutuhkan izin PLN karena pemasangannya tidak akan mengganggu meteran EXIM. (atonergi.com)
PLTS dan Pengurangan Polusi
Pembangunan PLTS Saguling dilakukan untuk mempercepat proses transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Hal ini dilakukan untuk mengurangi emisi karbon. Melalui pembangunan EBT ini pemerintah berupaya untuk mengurangi jumlah emisi karbon hingga net zero emission (NZE) 2060.
Sebelumnya, PLN juga telah bekerja sama dengan perusahaan energi Masdar dari Uni Emirat Arab untuk membangun PLTS terapung Cirata. PLTS yang berkapasitas 192 megawatt peak tersebut merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara. PLN juga telah membangun enam PLTS lainnya di berbagai daerah dan akan mengembangkannya di tempat lain yang potensial. Pembangunan PLTS ini merupakan salah satu upaya untuk mempercepat transisi energi. Selain PLTS, PLN juga telah membangun 27 EBT lainnya pada 2023, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). (web.pln.co.id, 05-01-2024)
Komersialisasi Energi
Setelah pandemi Covid-19 usai, dunia dihadapkan pada satu masalah baru, yaitu krisis energi. Sebuah negara disebut mengalami krisis energi jika harga energi di wilayahnya tinggi dan bergantung pada impor. Berdasarkan kriteria ini, Indonesia termasuk negara yang mengalami krisis energi.
Harga energi listrik dan BBM di Indonesia selalu mengalami kenaikan. Selain itu, Indonesia juga selalu mengimpor energi. Data dari Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2023 menyebutkan bahwa Indonesia mengekspor minyak ke Singapura, Jepang, dan Korea Selatan sebanyak 21,396 juta barel. Namun, pada tahun yang sama, Indonesia juga mengimpor produk BBM sebanyak 26,897 juta kilo liter (kl). Lucunya, Indonesia justru mengimpor BBM dari Singapura. (cnbcindonesia.com, 03-07-2024)
Kemampuan Indonesia untuk mengekspor minyak ini menunjukkan bahwa sebenarnya negeri ini tidak kekurangan energi. Yang terjadi sebenarnya adalah kesalahan dalam pengelolaan energi. Selama ini pengelolaan energi di Indonesia sebagian besar diserahkan kepada pihak swasta.
Hal itu karena Indonesia terikat dengan General Agreement on Trade in Services (GATS) yang berlaku mulai Januari 1995. Perjanjian ini dibuat untuk memperluas cakupan liberalisasi di sektor jasa, yaitu tidak adanya pembatasan ekspor dan impor. Berdasarkan perjanjian ini, semua barang dianggap sebagai barang komersial sehingga boleh dikelola oleh siapa pun yang memiliki modal. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan energi di Indonesia dipengaruhi oleh sistem kapitalisme.
baca juga : Tarif Pertamix Naik Kesejahteraan Rakyat Makin Turun
Di samping itu, kapitalisme juga menuntut dilakukannya produksi barang dan jasa secara besar-besaran. Keberhasilan pembangunan hanya berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi, kenaikan jumlah produksi barang dan jasa. Selain itu, kapitalisme juga menciptakan budaya konsumerisme. Dua hal inilah yang menyebabkan dilakukannya produksi barang dan jasa secara besar-besaran. Sektor industri inilah yang banyak menghabiskan energi, baik untuk produksi serta distribusi barang dan jasa.
Pembangunan PLTS di Indonesia juga tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat. Saat ini, Indonesia sudah mengalami surplus listrik. Listrik yang dihasilkan dari PLTS tersebut akan diekspor ke negara tetangga, seperti Singapura. Hal ini menunjukkan adanya komersialisasi energi di negeri ini.
Pengelolaan Energi dalam Islam
Yang harus dilakukan adalah mengembalikan pengelolaan energi sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Islam, sumber energi merupakan kepemilikan umum. Sebagai kepemilikan umum, masyarakat dapat memanfaatkan secara langsung atau dikelola oleh pemerintah sebagai wakil rakyat. Hal ini sesuai dengan HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Baihaqi.
المُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٕ الْمَاءِ وَالكَلَإ وَالنَّارِ
Artinya: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.”
Nah, sumber energi merupakan bagian dari api yang dapat digunakan untuk penerangan maupun dimanfaatkan panasnya. Negara dapat melakukan pengelolaan berbagai sumber energi untuk mewakili rakyat. Hasilnya dapat diberikan secara langsung kepada rakyat secara cuma-cuma atau dijual dengan harga yang terjangkau.
Dengan model pengelolaan seperti ini, Indonesia tidak perlu melakukan transisi energi karena sumber energi fosil di Indonesia berlimpah. Saat ini juga telah ditemukan teknologi untuk mengurangi gas karbon pada energi fosil sehingga dapat mengurangi polutan. Selain itu, teknologi untuk memanfaatkan energi fosil juga lebih murah dibandingkan dengan EBT. Misalnya, untuk memanfaatkan energi surya dibutuhkan panel surya yang harganya cukup mahal sehingga memberatkan masyarakat.
Khatimah
Demikianlah, pengelolaan energi dalam Islam. Jika sumber energi yang berlimpah di negeri ini dikelola dengan baik oleh negara, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan energinya, termasuk energi listrik. Oleh karena itu, Indonesia tidak perlu membangun "kebun matahari" yang membutuhkan banyak biaya.
Wallahua’lam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Masya Allah keren naskahnya Mba, menambah wawasan dan bermanfaat. ''Kebun Matahari" Indonesia kaya akan sinar matahari.
[…] https://narasiliterasi.id/opini/08/2024/kebun-matahari-dan-komersialisasi-energi/ […]