Gonta-Ganti Aturan, Jalan Ninja Raih Kekuasaan

gonta-ganti aturan

Gonta-ganti undang-undang oleh elite politik sejatinya menunjukkan ciri khas sistem kapitalisme-demokrasi.

Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang usia calon gubernur dan wakilnya minimal 30 tahun dihitung saat penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, Mahkamah Agung (MA) memiliki keputusan yang berbeda, yaitu batas usia bagi calon gubernur dan wakilnya minimal 30 tahun dihitung pada saat pelantikan. Perbedaan keputusan itu memicu perselisihan antaranggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena pemerintah dan sebagian anggota DPR lebih cenderung mengikuti keputusan MA dan menolak keputusan MK. Pemerintah dan DPR pun sepakat untuk merevisi Undang-Undang Pilkada agar sesuai dengan keputusan MA. (CNN Indonesia, 22-08-2024)

Ketidakpatuhan pemerintah dan DPR terhadap keputusan MK adalah bentuk keangkuhan terhadap kekuasaan. Sikap itu pun menuai respons dari masyarakat. Tepat pada jadwal pengesahan RUU Pilkada, di situlah masyarakat melakukan aksi pengepungan di gedung DPR-RI. Bukan hanya di Jakarta, aksi juga dilakukan di sejumlah daerah di tanah air, seperti Sumatra Barat, Yogyakarta, Semarang, Makasar, dan Bandung. Tujuannya hanya satu, yaitu menolak RUU Pilkada.

RUU Pilkada dibatalkan tepat pada pukul 10.00 WIB di tengah gejolak aksi masyarakat di gedung DPR. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad bahwa pengesahan Revisi UU Pilkada pada Kamis, 22 Agustus 2024 dibatalkan dan Dasco menekankan bahwa pendaftaran calon kepala daerah akan dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2024 dengan syarat sesuai keputusan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, alasan pembatalan bukan karena adanya desakan dari demonstran, melainkan pimpinan DPR belum mendapatkan kuorum kesepakatan. Sebelum itu, pengesahan RUU Pilkada telah disetujui oleh delapan dari sembilan fraksi DPR, kecuali PDIP. Revisi UU Pilkada pun dilakukan sehari setelah MK mengeluarkan putusannya. (CNBC Indonesia, 22-08-2024)

Gonta-Ganti Aturan Ciri Khas Kapitalisme

Politisi yang ingin terus berkuasa sejatinya akan melakukan cara apa pun demi melanggengkan kekuasaannya atau menjegal orang lain untuk berkuasa. Meskipun harus melanggar konstitusi, mereka tidak peduli, yang penting berkuasa. Inilah yang terjadi di dunia politik Indonesia. Sebagaimana UU Pilkada telah direvisi sesuai keinginan elite politik. Bahkan, dilakukan dalam hitungan jam. Rapat digelar sehari setelah keputusan MK keluar. Melihat reaksi penolakan dari masyarakat maka pengesahan RUU Pilkada pun dibatalkan. Pemerintah akan menempuh jalan layaknya ninja untuk meraih kekuasaan politik, dengan jalan gonta-ganti aturan.

Gonta-ganti undang-undang oleh elite politik sejatinya menunjukkan ciri khas sistem kapitalisme-demokrasi. Sistem ini meletakkan kedaulatan ada di tangan rakyat, artinya rakyatlah yang berhak membuat hukum. Namun secara praktik, pembuatan hukum dilakukan oleh orang-orang yang telah dipilih sebagai wakil rakyat. Hukum yang dibuat sarat dengan kepentingan. Kepentingan siapa? tentu saja kepentingan elite politik. Seperti yang terjadi pada UU Pilkada, dulu tidak ada satu pun rakyat yang keberatan penetapan batas usia untuk calon gubernur dan wakilnya minimal 30 tahun dan tidak ada yang masalah batas usia itu dihitung sejak kapan. Semua memahami jika ingin mencalonkan diri untuk menjadi gubernur dan wakilnya maka usia minimal 30 tahun saat mendaftar, tetapi sekarang demi kepentingan politik dan nafsu berkuasa, batas usia jadi masalah hingga mencoba mengakali UU Pilkada. Makin hari kapitalisme makin menampakkan wajah aslinya yang buruk.

Dalam demokrasi kapitalisme, hukum dibuat oleh manusia. Sebagaimana sifat dasar manusia adalah lemah, terbatas, dan serba kurang. Hukum yang berasal dari makhluk yang lemah akan menghasilkan hukum yang lemah pula. Hukum yang tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan, cenderung menimbulkan masalah baru. Wajar, hukum akan senantiasa gonta-ganti sesuai kepentingan dan manfaat yang akan diperoleh. Inilah kecacatan hukum yang lahir dari demokrasi kapitalisme.

Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan dalam Islam memiliki tujuan untuk menegakkan agama Allah Swt. dengan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Maka dari itu, penting bagi kita memilih pemimpin sesuai dengan syariat Islam. Dalam Islam, pemimpin daerah disebut wali yang memiliki kriteria sesuai hukum syarak. Dikutip dari buku karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani yang berjudul Struktur Negara Khilafah bahwa para wali adalah penguasa dan mereka harus memenuhi syarat sebagaimana penguasa, yaitu laki-laki, muslim, balig, berakal, adil, dan memiliki kemampuan. Tidak akan ada perdebatan masalah usia yang penting sudah balig. Jadi, semua laki-laki muslim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin daerah asalkan memenuhi kriteria syarak.

Amanah penguasa tidaklah mudah, sebagaimana Rasulullah saw. telah mengangkat para wali untuk memimpin berbagai negeri. Beliau menetapkan bagi mereka hak memutuskan persengketaan. Rasulullah saw. memilih para wali dari orang-orang yang memiliki kemampuan dan kecakapan sehingga layak memegang urusan pemerintahan, orang yang memiliki ilmu dan dikenal ketakwaannya. Beliau memilih dari kalangan orang-orang yang dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam urusan yang menjadi wilayah kekuasaannya dan dapat menenangkan hati rakyat dengan keimanan dan keagungan negara Islam. Sulaiman bin Buraidah menuturkan riwayat dari bapaknya yang berkata:
"Rasulullah saw. itu, jika mengangkat seorang amir pasukan atau datasemen, senantiasa berpesan, khususnya kepada mereka, agar bertakwa kepada Allah, dan kepada kaum muslim yang ikut bersamanya agar berbuat baik." (HR. Muslim)

Jelaslah sudah bahwa Indonesia hari ini butuh pemimpin yang beriman, bertakwa, adil, dan bijaksana bukan pemimpin yang hanya bernafsu pada kekuasaan tapi tidak punya kemampuan dalam memimpin. Namun, perlu disadari bahwa pemimpin yang bertakwa tidak lahir dari sistem kufur, melainkan lahir dari sistem Islam.

Wallahualam bissawab []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Puput Ariantika Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Demonstrasi Para Pelajar, Sinyal Kebangkitan Pemuda?
Next
Ekonomi Mengekang, Kasih Ibu Menghilang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram