Darurat Indonesia, Pertanda Titik Rawan Negara

Darurat Indonesia pertanda titik rawan negara

Darurat Indonesia sejatinya adalah bentuk dari kesadaran berpolitik rakyat yang tergugah karena rangsangan-rangsangan kebijakan yang membuat rakyat marah.

Oleh. Tutik Haryanti
(Kontributor NarasiLiterasi.id & Pegiat Literasi)

NarasiLiterasi.id-Tagar Darurat Indonesia menggema dan viral di media sosial. Aksi massa turun ke jalan sebagai bentuk penolakan keputusan Baleg (Badan Legislatif) tentang RUU Pilkada yang menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Adanya tagar "Darurat Indonesia" ini pun mendapat respons dari Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, yang menyatakan bahwasanya hal ini tidak masalah sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Hasan juga mengatakan tidak takut bila tagar yang viral menjadi sorotan dunia Internasional. Sungguh miris, negara dalam mode darurat tapi pejabat masih santai menanggapi.

Bagaimana publik tidak geram? Keputusan MK yang baru sehari dikeluarkan, sudah ingin diubah oleh Baleg. Pasalnya, DPR berupaya merevisi UU Pilkada yang akan menguntungkan penguasa dan kelompoknya. Yakni, DPR mengakali putusan MK yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik. (Kompas.com, 22-08-2024)

Lantas, apa tujuan mereka sampai menganulir keputusan MK tersebut? Bagaimana Islam dalam menyikapi undang-undang dan kekuasaan pemimpin?

Darurat Indonesia dan Pelanggaran Konstitusi

Konstitusi adalah undang-undang yang dikeluarkan sebagai aturan untuk menjalankan pemerintahan. Undang-undang ini tentu dibuat sesuai dengan kebutuhan di segala aspek kehidupan. Baik aspek politik, ekonomi, sosial, hukum, pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya, guna mencapai kemaslahatan rakyat.

Namun, pada kenyataannya saat ini banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap konstitusi tersebut. Setiap kebijakan yang sudah diambil oleh konstitusi sering dilanggar sendiri oleh para pejabat negeri.

Hal ini terjadi karena tujuan dari undang-undang dikeluarkan tadi, bukan lagi untuk kemaslahatan rakyat, tetapi diubah untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya saja. Ini yang menimbulkan kemarahan rakyat. Rakyat sudah merasa jengah dengan drama-drama politik oleh rezim ini. Dan hal ini jugalah yang memaksa rakyat mengumumkan "Darurat Indonesia".

Dengan adanya peristiwa tersebut, nyatanya rakyat masih dapat berpikir benar untuk melakukan perubahan. Terbukti, adanya aksi ke jalan untuk menentang penolakan RUU Pilkada yang dibuat Baleg DPR yang kini sudah tidak sejalan dengan pemikiran rakyat. Sebab, rakyat tak lagi dijadikan prioritas utama mereka dalam mengemban tugas negara.

Darurat Pemimpin Amanah

Saat ini tak ada lagi rasa malu dan sungkan bagi para pemangku kebijakan untuk melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas. Mereka secara terang-terangan memanfaatkan kekuasaan demi meraih keuntungan.

Seolah kekuasaan milik dirinya sendiri. Padahal, kekuasaan tersebut diberikan atas kepercayaan rakyat untuk memimpin negeri. Maka, kepentingan rakyatlah yang seharusnya lebih diurusi, bukan malah menindas rakyat. Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah No. 2340 dan 2341)

Ironisnya, kekuasaan menjadikan mereka bertindak sewenang-wenang. Nepotisme merasuki pemikiran sehingga berbagai cara dilakukan, demi melanggengkan tampuk kursi kekuasaan.

Kegagalan Demokrasi Kapitalisme

Sangat wajar mengganti undang-undang dengan semaunya di negara demokrasi kapitalisme. Apalagi memiliki kekuasaan di pemerintahan, hal ini sangat memungkinkan. Sebab, dengan begitu akan lebih mudah untuk mengubah undang-undang demi kepentingan.

Inilah wajah asli demokrasi kapitalisme. Meletakkan kedaulatan hukum di tangan manusia, di mana dalam kehidupannya manusia membuat aturannya sendiri. Di sisi lain, manusia adalah makhluk yang lemah dan terbatas, yang harusnya butuh aturan dari Sang Pencipta.

Baca: https://narasiliterasi.id/opini/08/2024/udara-jakarta-sudah-tidak-ramah/

Tentu saja, aturan yang dibuat pun akan memandang manfaat dan materi yang bakalan dapat diraih. Oleh karenanya, para pemegang kekuasaan cenderung mengesampingkan kepentingan rakyat. Janji-janji manis kepada rakyat sering terlupakan. Padahal, pemimpin (raa'in) memiliki tugas untuk mengurus rakyat dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya kepada Allah Swt.

Terbukti, batilnya demokrasi kapitalisme yang rusak dan merusak telah melahirkan pemimpin zalim yang haus dan rakus kekuasaan. Sementara kekuasaan menjadi angin segar mengambil kesempatan untuk melanggengkan tampuk kursi kekuasaan.

Aturan Islam Membawa Kemaslahatan

Sangat berbeda dengan Islam sebagai ideologi yang berlandaskan dari wahyu Allah Swt. Islam memandang bahwa manusia sangat lemah dan terbatas. Oleh karena itu, membutuhkan aturan langsung dari Sang Pencipta untuk mengatur kehidupannya sehingga membawa kebaikan bagi seluruh alam semesta.

Untuk menjadikan aturan Allah Swt. dapat diterapkan seluruh umat, butuh perjuangan yang sangat berat. Terbukti pada masa Rasulullah saw. bersama para sahabat harus hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mendirikan negara Islam. Semata-mata agar aturan dan hukum Allah Swt. dapat dijalankan dengan sempurna oleh manusia.

Islam menjadikan aturan Allah Swt. sebagai landasan setiap perbuatan, yang merujuk pada hukum syarak.

Oleh karenanya, aturan Islam disandarkan melalui empat pilar, yakni:

Pertama, kedaulatan berada di tangan syarak (di tangan Allah), bukan di tangan manusia. Maka, setiap persoalan dikembalikan kepada hukum Allah.

Kedua, kekuasaan milik umat. Untuk itu khalifah (pemimpin) hanya menjalankan hukum syariat.

Ketiga, wajibnya mengangkat seorang khalifah bagi seluruh kaum muslim.

Keempat, khalifah berhak mengadopsi (tabbani) hukum syarak untuk mengambil keputusan sesuai dengan kemaslahatan umat.

Allah Swt. berfirman,
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Maidah: 50)

Dari dalil di atas menjelaskan bahwa tidak ada hukum yang membawa kebaikan bagi manusia, selain dari hukum yang datangnya dari Allah Swt. Sudah pasti dengan diterapkan hukum Allah di tengah-tengah umat maka tidak akan terjadi lagi kerusakan dan kezaliman.

Khatimah

Darurat Indonesia sejatinya adalah bentuk dari kesadaran berpolitik rakyat yang tergugah karena rangsangan-rangsangan kebijakan yang membuat rakyat marah.

Dengan demikian, sudah semestinya kaum muslim memegang teguh dan memperjuangkan tegaknya syariat Islam, agar negara tidak mengalami kedaruratan. Negara aman, rakyat tenang, hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan.

Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tutik Haryanti Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kenaikan Pungutan Pajak: Negara Bangga Rakyat Menderita?
Next
Detik-Detik Akhir Kekuasaan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram