Bekasi Kota Terbesar Kedua, Banggakah?

Terpilihnya Kota Bekasi menjadi kota terbesar kedua se-Indonesia merupakan fakta yang menarik. Pergeseran posisi kota terbesar kedua, dari Kota Surabaya menjadi Kota Bekasi karena dipengaruhi oleh pola urbanisasi masyarakat Indonesia yang makin besar ke kota ini.

Oleh. Mahganipatra
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id- Kota Bekasi memiliki julukan Kota Patriot, penamaan ini merujuk pada akar sejarah Kota Bekasi dalam melawan penjajahan di masa lalu. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, Kota Bekasi juga dikenal sebagai kawasan sentra industri terbesar se-Asia yang menjadi tujuan bagi kaum perkotaan mengadu nasib.

Dengan luas wilayah kurang lebih 210,49 km², Kota Bekasi terus berbenah dengan menggenjot pembangunan infrastruktur serta berbagai fasilitas pendukung lainnya agar perkembangannya makin pesat. Tak heran jika baru-baru ini Kota Bekasi juga dinobatkan menjadi kota terbesar kedua di Indonesia dan salah satu kota metropolitan di Jawa Barat.

Fakta Kota Bekasi

Dilansir dari radarbekasi.id (17/08/2024), terpilihnya Kota Bekasi menjadi kota terbesar kedua se-Indonesia menggantikan Kota Surabaya. Menurut Dosen Pasca Sarjana STIE Mulia Pratama Nur Imam Saifuloh, merupakan hal yang wajar dan cukup realistis karena Kota Bekasi memiliki posisi strategis sebagai kota satelit DKI Jakarta.

Hal ini pula yang mendorong masyarakat lebih tertarik untuk datang dan menggemukkan kota metropolitan ini. Jika posisi ini dimanfaatkan lebih baik, dapat menjadi energi positif untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Dalam teori pertumbuhan ekonomi kapitalisme, bertambahnya populasi penduduk akan berdampak pada meningkatnya permintaan konsumen terhadap kebutuhan barang dan jasa. Kebutuhan ini akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produksi dari para produsen agar dapat memenuhi permintaan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk ikut serta berperan dalam meningkatkan daya beli masyarakat dengan menjaga distribusinya agar tidak terhambat. Namun faktanya, apakah realitas pertumbuhan ekonomi serta pembangunan Kota Bekasi benar-benar berdampak pada kesejahteraan warga Kota Bekasi?

Ironi Kota Bekasi

Terpilihnya Kota Bekasi menjadi kota terbesar ke-2 se-Indonesia merupakan fakta yang menarik. Pergeseran posisi kota terbesar kedua, dari Kota Surabaya menjadi Kota Bekasi karena dipengaruhi oleh pola urbanisasi masyarakat Indonesia yang makin besar ke kota ini. Apalagi posisi strategis Kota Bekasi sebagai kota sentra industri dan kota satelit DKI Jakarta.

Menjadikan kota ini bagaikan magnet penarik bagi sebagian masyarakat, terutama penduduk desa untuk pindah ke Kota Bekasi. Mereka mengira Kota Bekasi akan menyediakan banyak lapangan kerja sehingga mudah memperoleh penghasilan. Dengan berbagai fasilitas yang lengkap terutama di bidang pendidikan, rekreasi, pemukiman, kesehatan, dan lain-lain.

Kaum urban ini berpikir dan berasumsi bahwa Kota Bekasi bisa menjadi tempat menggantungkan harapan. Dengan keahlian yang dimiliki, mereka berharap akan mendapatkan kesejahteraan dengan tingkat upah yang lebih tinggi.

Namun, ironisnya justru kemiskinan ekstrem yang dialami kota ini. Pada bulan Juli, kemiskinan Kota Bekasi menjadi sorotan pemerintah pusat. Hal ini disampaikan oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Bekasi Gani pada acara apel, 1 Juli tahun 2024 bahwa Mendagri telah meminta Penjabat (Pj) Kota Bekasi untuk melakukan evaluasi dalam membenahi PR kemiskinan ekstrem di Kota Bekasi (RRI.co.id ,17 /07/2024).

Antara Bangga dan Realitas Bekasi

Selain kemiskinan, ternyata angka kriminalitas juga meningkat pesat di kota ini. Terutama dalam masalah pencurian motor yang membuat marak di tengah-tengah masyarakat (RRI.co.id , 25/08/2024). Inilah realitas kota Bekasi, ternyata pertambahan jumlah penduduk justru tidak sebanding dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

Meskipun saat ini Kota Bekasi terpilih sebagai kota terbesar kedua se-Indonesia, patutkah kita ikut berbangga dengan realitas masyarakat yang ada saat ini?

Realitas masyarakat yang mengalami kemiskinan ekstrem saat ini, menjadi bukti bahwa kota ini masih belum mampu memenuhi kesejahteraan masyarakat secara ekonomi. Demikian pula dengan laporan peningkatan PRDB (produk regional domestik bruto) Kota Bekasi, peningkatan pertumbuhan ekonominya tidak mewakili kondisi masyarakatnya secara keseluruhan.

PRDB hanya menggambarkan jumlah total unit usaha yang terdata oleh pemerintah serta jumlah kebutuhan produksi barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat satu wilayah, bukan ditilik dari kemampuan daya serap ekonomi dan daya beli masyarakat per kepala keluarga.

Dengan kata lain, keberhasilan percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi telah gagal karena banyaknya jumlah penduduk justru melahirkan ketimpangan sosial akibat minimnya lapangan kerja yang tersedia. Hal ini menjadi salah satu indikasi munculnya kemiskinan ekstrem yang berdampak pada masalah sosial, yakni peningkatan angka kriminalitas di tengah-tengah masyarakat.

Baca : pencitraan-di-balik-kegaduhan/

Kegagalan Sistem Kapitalisme

Kemiskinan ekstrem dan kriminalitas yang tinggi di Kota Bekasi menjadi salah satu bukti kegagalan sistem ekonomi kapitalisme sekuler. Sistem ini hanya mengukur tingkat keberhasilan ekonomi dengan standar yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi dianggap akan berhasil jika menghitung tingkat produksi barang atau jasa oleh para produsen pemodal melalui penyediaan barang dan jasa sebagai sarana memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam paradigma sistem ekonomi kapitalisme, ketersediaan sumber daya (barang atau jasa) semata-mata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, bukan kebutuhan tiap-tiap individu masyarakat.

Dalam sistem ini, peningkatkan produksi hanya bertujuan untuk pengembangan dan perencanaan ekonomi saja. Alhasil ketika pemerintah fokus mendorong masyarakat untuk meningkatkan produksi demi menyediakan barang atau jasa, semata-mata untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Pemerintah telah membebaskan pada setiap individu masyarakat yang memiliki modal untuk terus memproduksi barang dan jasa. Sekaligus membebaskan mereka untuk bekerja dan memproduksinya, memiliki demi menguasainya dengan jaminan kebebasan dalam kepemilikan.

Sementara bagi mereka yang lemah dan tidak memiliki kemampuan, maka konsekuensinya tidak mendapatkan apa pun. Mereka dibatasi dalam kepemilikan karena tidak memiliki modal dan harus puas menjadi konsumen.

Bahkan terkadang harus rela dibatasi untuk akses dalam menikmatinya karena tidak memiliki penghasilan akibat minimnya lapangan kerja. Pada akhirnya, dalam sistem ekonomi kapitalisme terjadi ketimpangan kesejahteraan bagi individu-individu di masyarakat.

Tentu Ini sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam pertumbuhan ekonomi dinilai bukan dari total pendapatan daerah atau rata-rata penghasilan yang didasarkan pada pendapatan daerah (PRDB). Namun, keberhasilan pertumbuhan ekonomi didasarkan pada kemampuan distribusi negara untuk memenuhi kebutuhan per individu warga masyarakat.

Islam Solusi yang Ideal

Dalam sistem Islam, kemampuan menyediakan kebutuhan per kepala keluarga akan sangat diperhatikan oleh para pemimpin. Hal serupa dilakukan Khalifah Umar bin Khattab ketika meninjau kondisi rakyatnya. Seorang khalifah (pemimpin) akan memperhatikan kondisi setiap individu di dalam keluarganya dengan memastikan seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi.

Misalnya cara menyediakan kebutuhan masyarakat per individu, dalam sistem Islam terdapat mekanisme tersendiri, di antaranya:
Pertama, dalam hal kepemilikan. Dalam sistem Islam kafah (Khilafah), kepemilikan harta dibatasi dalam tiga kategori, yaitu;
(1) Kepemilikan umum,
(2) Kepemilikan negara, dan
(3) Kepemilikan individu.

Kedua, dalam masalah produksi barang dan jasa. Dalam sistem Islam, hukum asal industri adalah kepemilikan yang bersifat individu. Setiap warga negara siapa pun boleh memproduksi barang atau jasa dengan memberikan akses yang sama kepada masyarakat. Bahkan negara akan memfasilitasinya. Setiap individu masyarakat pada dasarnya memiliki kesempatan untuk memiliki industri selama barang dan jasa tersebut tidak terkategori industri dalam kepemilikan yang bersifat umum maupun kepemilikan negara.

Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah saw. yang meminta dibuatkan cincin dan mimbar kepada seseorang yang memiliki industri sebagai milik pribadi (individu). Di masa Rasulullah saw., masyarakat saat itu banyak yang memiliki industri dan Rasulullah mendiamkannya. Ini berarti Rasulullah telah menetapkan bahwa hukum industri adalah kepemilikan individu.

Hanya saja, hukum industri ini juga terikat berdasarkan hasil produksinya. Bisa jadi hukum kepemilikan individu akan berubah ketika hasil produksi industri tersebut berubah sifatnya menjadi industri barang-barang yang termasuk kepemilikan umum.

Contohnya; (1) Barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas, (2) Sumber daya alam yang sifat alamiahnya menghalangi untuk dimiliki oleh individu secara individu, dan (3) Harta benda yang merupakan fasilitas umum yang sangat dibutuhkan dan dapat menyebabkan perselisihan di antara masyarakat ketika mencarinya.

Khatimah

Dalil tidak bolehnya kepemilikan umum dimiliki oleh individu adalah apa yang diriwayatkan dari Abyadh bin Hammal bahwa dia telah meminta izin kepada Rasulullah saw. untuk mengelola tambang garam yang terdapat di daerah Ma'rib. Setelah dia pergi, ada seorang yang bertanya;

أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ؟ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ، قَالَ : فَانْتَزَعَ مِنْهُ»

Artinya: “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan udara mengalir.” Rasulullah kemudian bersabda: “Tariklah tambang tersebut darinya. ” (HR Tirmidzi, Abu Daud, Thabarani)

Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mahganipatra Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Utang IMF Lunas, Tumbalnya Tak Kalah Mengerikan?
Next
Marriage is (not) Scary
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 month ago

Islam mengatur mana harta yang dimiliki oleh individu, masyarakat, dan negara.
Jadi, tidak akan ada istilah si kecil dimangsa si kuat.
Sehingga kesejahteraan akan merata di semua wilayah.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram