"TPPO di sistem kapitalisme demokrasi sekuler makin ditindak bukannya tuntas terberantas, yang ada makin meluas."
Oleh. Yuliyati Sambas
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), kasusnya kini makin berakibat buruk. Kejahatan yang terjadi melintasi negara ini kini terjadi berulang dan menyasar ke banyak wilayah di Nusantara. Salah satu yang sedang ramai diberitakan adalah TPPO yang menimpa 11 warga Kabupaten Sukabumi. Viralnya kasus ini sampai menyedot perhatian banyak pihak tak terkecuali para anggota dewan.
Media Antara.com (16-09-2024) mewartakan pengakuan seorang Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono. Dirinya mengaku sedih dan kaget dengan kasus penyekapan 11 warga Sukabumi Jawa Barat di Myawaddy, Myanmar.
Ia menuturkan kejadian tersebut terkategori TPPO yang berulang. Minimnya edukasi dari negara juga pembelaan terhadap pekerja migran menjadi satu hal yang ia soroti. Selain itu, dugaan adanya keterlibatan aparat tertentu dalam persoalan ini sangat mungkin ada.
Informasinya, 11 warga Sukabumi tersebut berasal dari Desa Kebonpedes dan Jambenenggang, Kecamatan Kebonpedes. Sebagian lainnya warga Desa Cipurut dan Cireunghas, Kecamatan Cireunghas.
Awalnya mereka dijanjikan bekerja di Thailand menjadi customer service bisnis investasi kripto. Gaji yang akan didapat senilai Rp35 juta per bulannya. Malangnya mereka justru dipekerjakan menjadi operator bisnis scamming online di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar.
TPPO Mengganas
Tentu bukan isapan jempol, ketika salah seorang bapak dewan yang terhormat menyampaikan sebuah pernyataan. Basis ucapan dia adalah data dan sumber yang kredibel. Betul, TPPO memang sangat mengkhawatirkan. Lebih miris lagi, kasus yang mencederai sisi kemanusiaan ini terjadi berulang.
Apa yang dikatakan bapak dewan juga benar bahwa orang-orang yang menjadi korban TPPO adalah mereka yang tidak mendapat cukup informasi terkait hak dan kewajiban sebagai pekerja migran. Ini butuh peran negara untuk mengedukasi masyarakat.
Bahwa ada Departemen Tenaga Kerja RI sebagai lembaga resmi untuk menyalurkan setiap tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun luar negeri. Negara juga yang semestinya merapikan pintu-pintu arus pekerja ke luar negeri itu hanya melalui jalur legal. Berantas semua yang di luar itu!
Mencari Penghidupan ke Negeri Orang
Hal yang perlu dicatat, yakni alasan keberangkatan anak-anak bangsa ke negeri orang. Mereka bahkan kami sebagai warga negara, merasakan kesempitan mendapat penghidupan layak di negeri sendiri.
Pekerjaan sangat susah didapat. Jika pun ada, persyaratan yang banyak menjadi kendala yang sangat menyulitkan. Mulai dari usia, pendidikan, pengalaman kerja, skill, bahkan di beberapa tempat penampilan fisik pun menjadi kriteria.
Jika memilih berwirausaha, modal menjadi ganjalan. Pada faktanya, kami harus siap berhadap-hadapan langsung dengan pengusaha kelas kakap. Manalah tahan. Usaha kecil ala UMKM dengan modal seuprit dan jejaring sempit harus berlomba dengan usaha para kapitalis skala nasional terlebih transnasional.
Lebih disayangkan lagi, pemerintah justru menggelar karpet merah agar mereka nyaman membuka usaha di negeri ini. Alasannya demi investasi dan pembangunan negeri. Dada kami sesak mendengarnya.
Sulitnya Kehidupan hingga Keterlibatan Aparat
Kehidupan sekarang makin serba sulit. Harga-harga kebutuhan pokok kian melambung. Urusan pangan, sandang, terlebih papan demikian sulit kami penuhi. Tak jauh berbeda ketika kami akan menyekolahkan anak-anak kami atau saat keluarga sakit, semua butuh dipenuhi dengan lembaran rupiah yang tak sedikit.
Oleh karena itu, ketika ada tawaran kerja yang mudah persyaratannya dan gajinya besar, wajarlah jika sebagian dari kami tergiur. Meski berisiko, mereka tetap kuat pendirian untuk mengadu nasib ke negeri seberang. Risiko jauh dari sanak keluarga, ancaman keselamatan diri, bahkan beberapa ada yang sampai ditipu dan diperas.
Di sisi lain, kita pun tak bisa menutup mata bahwa ada sindikat yang sangat rapi dan terstruktur dalam TPPO ini. Sulitnya hidup ditambah lemahnya penegakan hukum menjadikan kasus penipuan berkedok PT/agen pencari kerja ke luar negeri menjamur tak terkendali.
Sebagaimana dugaan bapak dewan, kondisi di atas diperburuk dengan adanya aparat yang turut bermain. Ini sangat menyakitkan bagi kami. Sebagai rakyat, kami berhak mendapat perlindungan dari negara. Penguasa sebagai representasi negara tentu berkewajiban menjaga keselamatan, alih-alih justru melibatkan diri dalam sindikat kejahatan TPPO.
Risiko Hidup di Sistem Kapitalisme Demokrasi Sekuler
Namun, kami sadar risiko hidup di sistem kapitalisme demokrasi sekuler. Di sistem ini negara hanya memerankan diri sebagai regulator. Sayangnya, regulasi yang dibuat lebih memihak pada korporat, bukan rakyat.
Kebutuhan sandang, pangan, papan, lahan pekerjaan, dan iklim usaha tak diperhatikan secara semestinya oleh negara. Begitu pun dengan pendidikan, kesehatan hingga keamanan. Semua diserahkan kepada swasta dengan mekanisme jual-beli berbasis untung-rugi tentunya.
Asas sekuler menjadikan individu-individu masyarakat maupun penguasa tak terbina untuk takut pada Sang Pencipta. Budaya saling tipu, pemerasan, kejahatan marak tak terkendali, TPPO salah satunya.
Adapun untuk duduk di singgasana kekuasaan di sistem politik demokrasi itu sangat mahal. Tidak mengherankan, jika sudah menjabat yang terpikirkan bukannya mengurus rakyat, tetapi memikirkan bagaimana cara agar modal yang dahulu dikeluarkan segera tergantikan. Seraya mereka mencari celah bagaimana agar kursi kekuasaan tak berpindah ke pihak lain.
Lelah dan serba sempit dirasakan, jika terus hidup di sistem kapitalisme demokrasi sekuler. Kejahatan TPPO makin ditindak bukannya tuntas terberantas, yang ada makin meluas.
Berantas TPPO sebelum Kasus Berulang
Sangat berbeda dengan suasana masyarakat yang mendapat pengurusan penguasa yang taat syariat. Syariat mengamanatkan penguasa adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap semua urusan rakyatnya. Ia diangkat untuk mengurusi rakyat menggunakan syariat Islam semata. Kesejahteraan, keadilan, penjagaan adalah prioritasnya.
Jika amanah tersebut tak dilaksanakan dengan segenap tanggung jawab, mereka sadar dan yakin bahwa pembalasan teramat pedih menanti mereka di yaumulakhir kelak. Motivasi ruhiyah ini menjadi kekuatan dahsyat bagi setiap aparat negara dalam melaksanakan amanah kepemimpinan yang mereka emban.
Rasulullah Muhammad saw. bersabda: “Pemimpin (khalifah) adalah raa’in, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Penguasa tersebut hanya ada dalam sistem yang sahih. Sistem yang diwariskan Baginda Rasulullah saw. yakni Daulah Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwah. Sistem pemerintahan ini satu-satunya yang haqqul yakin akan mampu memberantas tuntas TPPO bahkan sebelum kasus tersebut muncul.
Mekanisme Syariat Berantas Tuntas TPPO
Syariat Islam kaffah akan memberantas TPPO dengan beberapa mekanisme.
Pertama, negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Ini dilakukan dengan memberi kesempatan kerja yang luas bagi setiap laki-laki dewasa. Tanpa harus tergiur iming-iming gaji besar ke luar negeri, masyarakat sudah merasa tercukupi dengan mencari penghidupan di dalam negeri. Kesejahteraan akan mencegah terjadinya TPPO.
Baca : https://narasiliterasi.id/opini/09/2023/kegelapan-menyelimuti-dunia-ketiga-demokrasi-biangnya/
Kedua, pendidikan berbasis Islam akan diselenggarakan oleh negara sebagai bentuk pembinaan rakyat agar menjalani kehidupan sesuai dengan aturan-Nya. Individu-individu masyarakat pun akan senantiasa cinta pada kebaikan serta benci pada keburukan dan kejahatan. Baik dan buruk standarnya syariat Islam. Penipuan, pemerasan, dan semisalnya yang menyertai TPPO adalah haram dan mustahil berkembang.
Ketiga, penerapan sistem hukum Islam yang tegas dan berwibawa bersifat zawajir (pencegah kejahatan) dan jawabir (penebus atas dosa pelaku). Jika pun dengan semua mekanisme pencegahan TPPO muncul, sistem sanksi Islam dengan tegas menindaknya.
Keempat , sistem politik luar negeri yang dianut berlandaskan syiar dan dakwah Islam. Pemberangkatan pekerja ke luar negeri dibolehkan dalam Islam dengan memberikan bekal pendidikan, keterampilan, dan keimanan yang kukuh. TPPO yang terjadi bersamaan dengan minimnya pendidikan, kemampuan, dan informasi dari korban dapat ditekan seminimal mungkin.
Khatimah
Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai sistem politik dan pemerintahan Islam akan mencegah terjadinya TPPO. Itu karena sebelum tindak kriminal tersebut muncul, aspek-aspek yang menjadi pencetusnya sudah ditiadakan.
Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com