Penyanderaan Pilot dan Separatisme Papua

Penyanderaan Pilot

Motif penyanderaan yang dilakukan TPNPB-OPM terhadap pilot Susi Air adalah tuntutan untuk kemerdekaan Papua.

Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Penyanderaan terhadap pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens telah mencapai babak akhir. Setelah hampir 20 bulan terkungkung dalam penyanderaan, Philip akhirnya dibebaskan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pada Sabtu, 21 September lalu. Upaya pembebasan Philip sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, tetapi belum pernah membuahkan hasil. Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom bahkan sempat menyindir pemerintah Indonesia tidak mampu membebaskan sandera. Sebby pun pernah berjanji pihaknya akan membebaskan Philip dengan cara mereka sendiri.

Sebulan sebelum pembebasan Philip, tepatnya Agustus lalu, Sebby mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan proposal berisi mekanisme pembebasan Philip dari penyanderaan serta beberapa syarat yang harus dipenuhi pemerintah Indonesia dan Selandia Baru. TPNPB-OPM pun menunjuk fasilitator untuk pembebasan Philip. (nasional.okezone.com, 18-9-2024)

Dalam operasi pembebasan Philip dari penyanderaan, pemerintah mengakui adanya keterlibatan aktivis HAM dari Finlandia bernama Juha Christensen yang berperan sebagai kolaborator. Sebby pun membenarkan pernyataan tersebut dengan menunjukkan sejumlah foto Juha bersama Egianus Kogoya yang merupakan milisi TPNPB Komando Pertahanan Daerah III. Namun, Sebby mencurigai adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh Egianus.

Kecurigaan Pengkhianatan dalam Penyanderaan

Sebby mengaku berang atas pembebasan pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru itu. Pasalnya, pembebasan Philip dari penyanderaan sama sekali tidak sesuai skenario yang ditulis Komnas TPNPB di dalam proposal yang diajukan ke pemerintah Indonesia. Sebby pun menuduh bahwa Egianus dan kelompoknya telah mengkhianati TPNPB di 35 Komando Wilayah Pertahanan lain serta menerima sejumlah uang dari TNI dan Polri.

Mereka adalah kelompok kriminal yang sandera pilot hanya demi uang. Itu sangat kurang ajar. Jadi, mereka tidak jauh beda dengan pengecut. Egianus menyerahkan diri saja kepada pemerintah Indonesia daripada mengotori nama TPNPB,” ujar Sebby. Meskipun dikhianati, Sebby menegaskan bahwa perjuangan kemerdekaan Papua akan terus dilanjutkan. “Kami masih punya 35 komando pertahanan. Satu komando jadi pengkhianat itu tidak masalah. Kami akan lanjutkan perang,” ujarnya lagi kepada media. (papua60detik.id, 22-9-2024)

Namun, Kepala Satgas Humas Operasi Damai Cartenz Bayu Suseno menampik hal tersebut. Bayu justru menuduh Sebby telah melakukan propaganda karena pemerintah berhasil membebaskan Philip tanpa harus menyetujui isi proposal dari TPNPB. Bayu pun berani menjamin bahwa tidak ada syarat ataupun uang tebusan yang dikeluarkan untuk membebaskan Philip dari penyanderaan.

Kronologi Penyanderaan Pilot Susi Air

Penyanderaan Philip terjadi pada 7 Februari 2023. Pesawat Susi Air yang berjenis pilatus porter itu dilaporkan telah hilang kontak. Burung besi dengan nomor penerbangan SI 9368 yang dipiloti Philip itu seharusnya tiba di Timika pada jam 07.40 WIT. Kemudian, perusahaan menerima emergency locator transmitter (ELT) atau sinyal tanda keadaan darurat jam 09.12 WIT. Pihak Susi Air langsung merespons sinyal darurat dan mengirim pesawat lain untuk memeriksa posisi dan kondisi. Burung besi itu pun ditemukan dalam kondisi terbakar di landasan Lapangan Terbang Distrik Paro.

Baca juga : demokrasi-kian-ringkih-inilah-kondisi-darurat-negeri/

Pesawat yang membawa lima penumpang dan beberapa barang itu diduga dirusak oleh kelompok TPNPB-OPM pimpinan Egianus Kogoya. Dugaan ini timbul setelah Sebby mengaku akan bertanggung jawab terhadap sabotase pesawat Susi Air. Sebby juga mengeklaim telah melakukan penyanderaan terhadap sang pilot dan tidak akan membebaskannya sebelum pemerintah Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, dan Eropa bertanggung jawab. Sebby menuding negara-negara itu telah membantu TNI dan Polri melawan rakyat Papua selama 60 tahun ini.

Sebby pun menegaskan bahwa penyanderaan dilakukan untuk mendesak PBB, Amerika, Eropa, dan Australia untuk bersuara. Penyanderaan juga dilakukan sebagai jaminan untuk tuntutan kemerdekaan Papua dan meminta militer Indonesia angkat kaki dari Bumi Cenderawasih itu.

Penyanderaan dan Tuntutan Papua Merdeka

Motif penyanderaan yang dilakukan TPNPB terhadap pilot Susi Air adalah tuntutan untuk kemerdekaan Papua. Semangat separatisme Papua memang telah bergejolak sejak lama, yakni sejak 1963. OPM sendiri dibentuk oleh opsir Belanda yang terus menanamkan ide pada rakyat Papua untuk melepaskan diri dari Indonesia.

Semangat separatisme ini sebenarnya juga didukung oleh Inggris dan Amerika. Sejak 2013, kantor perwakilan OPM di Oxford, Inggris telah resmi berdiri. Selanjutnya, Amerika Serikat juga mengeluarkan rancangan UU Foreign Relation Authoeization Act (FRAA) yang berisi referensi khusus untuk Papua. UU FRAA ini akan menjadi pintu awal bagi Amerika untuk memuluskan langkah diplomasi dan operasi politik guna meyakinkan Indonesia agar mau melepas Papua atau paling tidak memberikan otonomi khusus bagi Papua untuk mengurus wilayahnya sendiri.

Keterlibatan Asing dalam Gerakan Separatisme

Dalam teori intelijen, kerusuhan yang ditimbulkan oleh OPM bertujuan untuk menciptakan suasana chaos serta memantik perseteruan dengan TNI dan Polri. Selanjutnya pemberitaan media pun akan diarahkan kepada skenario pelanggaran HAM. Skenario ini sebenarnya pernah dilakukan Amerika kepada gerakan Kosovo merdeka agar lepas dari Serbia. Ya, isu-isu HAM memang menjadi “jualan politik” Amerika untuk mendukung gerakan separatisme di berbagai belahan dunia.

Sejatinya, dukungan asing terhadap kemerdekaan Papua sudah berlangsung lama. Asing pun terus mendorong Papua untuk lepas dari Indonesia. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga para penjajah Barat berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan dari Papua.

Kemiskinan di Papua

Ada hal yang cukup mengiris hati dari tragedi penyanderaan Philip. Sebelum dibebaskan, Philip sempat meminta dua hal kepada pemerintah, yakni kelengkapan dokumen dan pengiriman bahan makanan karena orang-orang di tempat itu sulit untuk mendapatkan makanan. Permintaan Philip ini harusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah Indonesia. Bagaimana bisa Papua yang merupakan pulau terkaya di Indonesia, justru menjadi wilayah dengan kemiskinan ekstrem hingga warganya pun kesulitan untuk mendapat bahan makanan.

Potret kemiskinan yang sangat parah di Papua adalah masalah krusial yang terus memicu terjadinya konflik. Kondisi ini yang memantik kemarahan rakyat Papua dan menumbuhkan semangat separatisme di tengah-tengah mereka. Ide kemerdekaan Papua seolah menjadi solusi final atas keteledoran pemerintah Indonesia dalam mengurusi mereka. Rakyat Papua merasa sanggup untuk membangun wilayahnya tanpa campur tangan dari pemerintah Indonesia.

Kapitalisme Biang Kemiskinan di Papua

Sayangnya, masyarakat Papua belum menyadari bahwa keterpurukan yang mereka alami disebabkan penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini telah melegalkan perampokan SDA dengan dalih investasi. Berbagai SDA yang ada di Papua, mulai dari emas, bauksit, batu bara, besi, tembaga, nikel, hasil hutan, minyak, dan gas bumi semuanya dikuasai oleh asing dan swasta secara legal. Rakyat Papua bahkan tidak bisa menikmati kekayaan alamnya, padahal semua itu adalah milik mereka.

Jika Papua menuntut melepaskan diri dari Indonesia, sungguh tidak akan ada perubahan yang didapatkan selama masih menjadikan kapitalisme sebagai sistem hidup. Mirisnya lagi, jika Papua benar-benar terpisah dari Indonesia, hal itu justru menjadi jalan tol bagi asing untuk makin menguatkan cengkeramannya. Asing justru akan makin leluasa mengobok-obok setiap jengkal wilayah Papua. Selama ini, Papua memang dikenal sebagai negeri yang menjadi tanah rebutan bangsa-bangsa di dunia karena kekayaan alamnya yang luar biasa. Papua tetap akan menjadi negeri terjajah berbalut kemerdekaan semu di bawah kapitalisme.

Islam Solusi Hakiki untuk Papua

Islam memiliki solusi hakiki untuk menyelesaikan konflik di Papua, yakni dengan menerapkan sistem Islam dalam seluruh lini kehidupan. Dengan penerapan hukum syarak, kesejahteraan akan terwujud. Islam menetapkan bahwa segala bentuk kekayaan alam adalah milik umat dan tidak boleh diprivatisasi.

Hadis dari Abyadh  bin Hammal:

Dari Abdyadh bin Hammal, ia pernah mendatangi Rasulullah dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepadanya. Rasulullah pun memberikan tambang tersebut kepada Abyadh bin Hammal. Ketika Abyadh pergi, ada seseorang di majelis itu berkata, ‘Tahukah apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberi dia sesuatu yang seperti air mengalir.’ Ibnu Mutawakkil berkata, ‘Lalu Rasulullah menarik kembali pemberian tambang garam itu dari dirinya.’” (HR. Abu Dawud)

Dari hadis di atas, jelaslah bahwa segala sesuatu yang zatnya seperti air mengalir mustahil dan tidak boleh dimiliki seorang individu. Oleh karena itu, Khilafah akan mengelola berbagai SDA dan memaksimalkan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Hasil pengelolaan SDA akan dikembalikan kepada umat dalam bentuk sarana dan prasarana yang dapat menunjang aktivitas masyarakat, seperti sekolah, rumah sakit, pembangunan jalan, pembangunan gedung yang menjadi kebutuhan umat, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain.

Khilafah Menjamin Kesejahteraan

Khilafah akan menjamin kebutuhan primer seluruh warganya, yakni kebutuhan yang berkaitan dengan pangan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Rakyat tidak perlu bersusah payah untuk sekadar memenuhi kebutuhan perutnya. Para pencari nafkah akan didorong untuk melaksanakan kewajibannya. Negara pun akan menciptakan iklim ekonomi yang kondusif untuk mereka, menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai, atau bahkan memberikan modal usaha kepada rakyatnya yang ingin berwirausaha.

Di lain sisi, gerakan separatisme tidak akan tumbuh subur dalam Islam. Seluruh negeri justru akan bersatu untuk menerapkan Islam serta merasakan kemakmuran dan kesejahteraan. Ini adalah kondisi yang sangat mustahil diwujudkan oleh kapitalisme.

Khatimah

Tragedi penyanderaan yang dialami pilot Susi Air adalah upaya TPNPB untuk menuntut kemerdekaan Papua. Konflik berkepanjangan yang terjadi di Papua terjadi karena penerapan sistem kapitalisme. Kapitalisme telah menyebabkan kondisi Papua sangat parah karena kekayaan alam mereka habis dikeruk serta dikuasai oleh asing dan swasta.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam akan menetapkan bahwa SDA adalah milik umat. Hasil pengelolaannya akan dikembalikan sepenuhnya kepada umat. Islam juga meniscayakan kesatuan seluruh negeri di bawah panji Islam dan hanya akan berhukum kepada hukum yang satu serta menetapkan aturan yang satu, yakni syariat Islam.

Wallahua'lam bishawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Arum Indah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Repatriasi Artefak, Menghapus Jejak Penjajahan?
Next
Pendidikan Gratis hingga SMA/SMK, Mungkinkah?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] baca: Penyanderaan Pilot dan Separatis Papua […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram