Wabah kolera makin menambah penderitaan rakyat Sudan di tengah krisis pangan dan bayangan kelaparan yang kian mengintai
Oleh. Rastias
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Wabah kolera mengguncang Sudan hingga telah menembus 15.000 kasus, serta telah menewaskan lebih dari 500 warganya. Wabah kolera tersebut mulai terlihat sejak Agustus 2024.(antaranews.com, 28-9-2024)
Dikutip dari World Health Organization (WHO), kolera merupakan infeksi yang mudah menular dan dapat menyebabkan diare akut, dehidrasi yang bisa fatal akibatnya jika tidak segera diobati. Dari makanan dan air yang terkontaminasi bakteri Vibrio cholerae, wabah kolera menyebar dan menular ke orang lain. Dari kebanyakan orang yang terinfeksi bakteri ini, mereka tidak memperlihatkan gejala apa pun selama 1-10 hari.
Kesehatan masyarakat secara global masih terancam dengan penyakit ini, terutama di daerah-daerah dengan kesenjangan pembangunan yang signifikan. Wabah kolera di seluruh dunia diperkirakan ada 1,3 juta—4 juta kasus, sedangkan orang yang meninggal mencapai 21 ribu-143 ribu per tahun.
Penyebab Wabah Kolera di Sudan
Wabah Kolera untuk pertama kalinya terjadi sejak konflik antara angkatan bersenjata Sudan dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pada pertengahan April 2023. Konflik politik dan sosial yang dihadapi Sudan berdampak besar pada kehidupan masyarakat, termasuk pada layanan kesehatan. Buruknya sistem layanan kesehatan akibat perang menjadi andil dalam munculnya wabah kolera.
Situasi ini diperburuk dengan datangnya hujan musiman dan banjir yang melanda, serta kondisi kamp-kamp pengungsian yang padat. Oleh karena itu, kondisi ini bagaikan badai yang memicu penyebaran kolera secara cepat. Penyebaran kolera erat kaitannya dengan kurangnya akses terhadap air bersih, fasilitas sanitasi, atau perpindahan penduduk termasuk kamp-kamp pengungsian yang padat. Apalagi, akibat perang lebih dari 9 juta penduduk telah meninggalkan rumah mereka, sementara ancaman kelaparan menghantui karena terjadi gagal panen. Ditambah distribusi bantuan dari luar terhambat akibat perang tersebut.(Kompas.com, 26-9-2924)
Wabah Kolera Menambah Penderitaan Rakyat Sudan
Konflik yang tidak berkesudahan yang terjadi di Sudan telah menyebabkan kehancuran di mana-mana. Selain memakan banyak korban jiwa, perang tersebut juga menghancurkan sistem layanan kesehatan. Rumah sakit di sekitar zona konflik sekitar 70% tidak lagi beroperasi. Pada beberapa bulan terakhir, krisis kemanusiaan di Sudan telah menjadi yang terbesar di dunia. Masyarakatnya gagal panen, distribusi bantuan juga terhambat sehingga bayang-bayang kelaparan mengancam.
Dikutip dari mediaindonesia.com, masyarakat Sudan lebih dari separuh 45 juta jiwa membutuhkan bantuan darurat. Karena beberapa pakar pangan khawatir rakyat Sudan meninggal akibat kelaparan pada akhir tahun ini. Apalagi telah terjadi hujan yang diperkirakan berlanjut hingga September telah menyebabkan kekurangan pangan yang sangat parah.
Bertahan hidup di tengah konflik tidaklah mudah. Namun ibarat kata ‘sudah jatuh, tertimpa tangga pula’, penderitaan masyarakat Sudan terus berlanjut, mulai dari terjadi hujan lebat, banjir, hingga muncul wabah kolera yang mematikan. Lebih dari 25,6 juta orang di Sudan rentan terinfeksi wabah kolera, akibat dari krisis pangan yang terjadi.
Baca juga: Covid-19 XEC Merebak di Eropa Bagaimana Solusinya?
Salah satu faktor yang menyebabkan krisis pangan yaitu hancurnya daerah penghasil pangan di Al-Jazirah dan Sennar sepanjang Sungai Nil Biru. Daerah yang mengalami kelaparan terburuk akibat krisis pangan terjadi di Darfur, khususnya di El-Fasher, satu-satunya wilayah yang masih dikuasai oleh tentara dan sekutu. Selain itu, penduduk Sudan lebih dari 17,3 juta orang saat ini mengalami krisis air minum yang aman.
Islam Tuntaskan Wabah
Rasulullah saw. bersabda,
“ Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala. Hanya ia yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR.Bukhari)
Dari hadis di atas menjelaskan bahwa dalam Islam, negara (Khilafah) bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok publik, baik itu muslim maupun nonmuslim, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan. Tugas tersebut tidak boleh diabaikan sedikit pun oleh negara, karena akan menimbulkan kemudaratan yang jelas hukumnya haram dalam Islam.
Sistem kesehatan Islam memiliki mekanisme preventif, kuratif, dan promotif dalam mengatasi penyakit atau wabah yang menyerang masyarakat. Dalam mekanisme preventif, negara (Khilafah) akan mendorong masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat dan bersih sebagaimana Islam telah menganjurkannya. Misalnya, mengajarkan pola makan, tidur, mengelola emosi, menciptakan lingkungan yang bersih, seks sehat, dan sebagainya.
Dalam mekanisme kuratif, negara (Khilafah) akan menetapkan dan menjalankan berbagai kebijakan. Pertama, negara akan memastikan fasilitas kesehatan tersedia di berbagai wilayah, termasuk tersedia tenaga kesehatan yang kompeten.
Kedua, negara menjamin tidak ada yang menghalangi masyarakat yang ingin mendapat layanan kesehatan seperti pungutan biaya. Semua biaya kesehatan di tanggung oleh negara. Pembiayaan ini bersumber dari pos-pos pendapatan negara, seperti hasil dari pengelolaan SDA, harta ganimah, kharaj, jizyah, dan harta milik negara lainnya.
Ketiga, negara akan melakukan pemisahan orang yang sehat dengan orang yang terkena penyakit atau wabah sehingga tidak terjadi penularan.
Dalam mekanisme promotif yaitu upaya promotif yang berbasis sistem. Artinya aturan-aturan Islam akan diterapkan secara menyeluruh (kaffah) di seluruh lini kehidupan. Pertama, sistem ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Kedua, sistem sosial Islam, mencegah semua perbuatan maksiat yang dilakukan oleh masyarakat. Ketiga, sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam sehingga mampu mencetak generasi berakhlak dan beradab. Keempat, sistem sanksi Islam yang tegas sehingga bisa membuat pelakunya jera dan mencegah orang lain melakukan perbuatan yang menyimpang tersebut. Kemudian sampai mengatur pada masalah makan yaitu sehat, halal, dan tayib, dan sebagainya.
Khatimah
Ketika Islam diterapkan secara menyeluruh (kaffah), memungkinkan bagi kita hidup sejahtera, mendapat layanan kesehatan secara gratis bahkan dengan layanan terbaik. Terwujud pula masyarakat yang memiliki kontrol emosi yang baik, pola makan dan hidup sehat. Semua permasalahan hidup bisa diatasi. Berbeda dengan paradigma kapitalisme yang selalu mempertimbangkan untung dan rugi dalam setiap kebijakannya.
Wallahu’alam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com