Tawuran Pelajar, Kapan Bubar?

Tawuran Pelajar Kapan Bubar?

Kriminalitas dalam wujud tawuran, saat ini telah menjadi fenomena sosial yang terus berulang dengan kadar kejahatan yang makin mengerikan.

Oleh. Ratty S Leman
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Akhir-akhir ini tawuran pelajar dan pemuda kian marak di berbagai kota. Masyarakat miris dibuatnya. Bagaimana sebaiknya harus menjaga anak-anak kita agar jangan sampai terpengaruh dan menjadi korban sasaran mereka?

Polrestabes Semarang dan Pemerintah Kota Semarang menyepakati sejumlah langkah yang bakal ditempuh guna mencegah maraknya aksi tawuran antar geng belakangan ini. Diketahui, gangster merupakan sebutan untuk kelompok berandalan di Kota Semarang. Mereka biasanya saling tantang lewat media sosial lalu tawuran menggunakan senjata tajam. Anggotanya banyak yang masih di bawah umur. "Yang meningkat bukan hanya ranah kenakalan remaja, tetapi berbau kriminal. Tentu menjadi PR di Semarang untuk bisa mencegah kejadian seperti itu," kata Kapolrestabes Semarang, Irwan Anwar di Mapolrestabes Semarang. (DetikJateng, 20/9/2024)

Kriminalitas yang dilakukan oleh pelajar dan pemuda, termasuk di antaranya tawuran terus-menerus terjadi, bahkan terus berulang-ulang seolah menjadi tradisi dan makin mengerikan. Berita terkini, tidak hanya di kota-kota besar semacam Bandung, Semarang, dan Medan, tetapi juga di kota kecil seperti Boyolali dan Bogor.

Tawuran, Buah dari Sistem Kapitalisme

Kriminalitas pelajar dan pemuda makin hari makin sadis. Hal ini terjadi akibat penerapan sistem kehidupan kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak generasi. Kehidupan sekuler telah membentuk pola pikir yang sekuler dan pola sikap liberal dalam diri pemuda. Orientasi kehidupannya semata-mata hanya mencari kesenangan duniawi saja. Mereka menyalurkan emosinya melalui tawuran. Naluri mempertahankan dirinya (gharizatu baqa) dalam bentuk tawuran, tentu saja adalah sikap yang salah. Mungkin naluri mereka menyadari kesalahan itu, tetapi mereka sendiri tidak paham mengapa harus ikut terseret dan terlibat dalam kelompok yang salah pergaulan. Lingkungan telah rusak sehingga mereka terbawa rusak.

Kriminalitas dalam wujud tawuran, saat ini telah menjadi fenomena sosial yang terus berulang dengan kadar kejahatan yang makin mengerikan. Kasus ini telah terjadi di mana-mana dan telah memakan banyak korban. Mengapa hal ini tidak bisa ditumpas secara tuntas? Jawabannya antara lain akibat tidak diterapkannya sistem pergaulan yang benar dan jauhnya mereka dari ajaran Islam. Hanya aturan di dalam Islam yang mampu membentuk generasi berkepribadian mulia.

Baca juga: Proyek Moderasi Makin Gencar, Generasi Kian Ambyar

Ada banyak faktor pemicu tawuran pelajar ini, di antaranya lemahnya kontrol diri, krisis identitas, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi/hidup, lingkungan rusak (termasuk pengaruh media, kegagalan pendidikan), lemahnya hukum dan penegakannya. Hal ini adalah buah akibat penerapan sistem sekulerisme kapitalisme yang tidak memanusiakan manusia, merusak pemikiran dan budaya, menjadikan negara abai terhadap tugas membentuk generasi berperadaban mulia, dan malah menyia-nyiakan potensi besar pemudanya.

Pemuda dan pelajar yang seharusnya hidupnya produktif, dipenuhi oleh aktivitas yang sia-sia. Pemuda yang sering membuat onar ini tentu saja meresahkan masyarakat. Lingkungan menjadi tidak kondusif dan aman. Masyarakat dihinggapi rasa ketakutan akan keselamatan jiwanya. Terbentuknya pemuda yang sekuler dan liberal (bebas nilai) telah membuat lingkungan tidak aman.

Tawuran tidak lepas dari disfungsi peran keluarga. Orang tua yang berperan sebagai pendidik anak harus memiliki kepribadian yang islami. Saat ini orang tua banyak yang abai terhadap peran tersebut. Mendidik generasi penerus adalah kewajiban mereka. Sebagai orang tua tugas mereka tidak hanya fokus sibuk mencari nafkah. Fungsi keluarga harus berjalan sesuai koridor syariat Islam.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme telah menciptakan kemiskinan secara struktural. Keadaan ini memaksa para ibu terpaksa bekerja membantu ekonomi keluarga. Banyak pula orangtua yang tidak memahami peran dan tanggungjawabnya. Orangtua merasa tugasnya hanya membesarkan badan anak tetapi tidak dengan jiwanya.

Media juga seharusnya mengedepankan pentingnya edukasi. Beberapa media saat ini justru mengarahkan potensi besar pemuda pada hal-hal negatif. Potensi besar pemuda tersalurkan pada kerusakan, bukan kebangkitan.

Saat ini negara telah abai terhadap pembentukan kepribadian mulia generasi mudanya. Kebijakan-kebijakan terkait generasi jauh dari kebijakan yang manusiawi. Negara telah menyia-nyiakan potensi bonus demografi pemudanya.

Islam Mampu Membentuk Generasi Mulia

Islam memiliki sistem pendidikan yang akan menghasilkan generasi berkepribadian mulia, yang akan mampu mencegahnya menjadi pelaku kriminalitas. Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun kebijakan negara, yang akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda.

Begitu pula dengan dukungan sistem yang lain (sistem pergaulan, sistem sosial, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pertahanan dan keamanan) maka akan lahir generasi hebat, yang mengarahkan potensinya untuk berkarya dalam kebaikan, mengkaji Islam dan mendakwahkannya, serta terlibat dalam perjuangan membangun peradaban Islam yang mulia.

Daulah Islam akan membangun sistem yang menguatkan fungsi keluarga dengan menerapkan aturan yang menjamin kesejahteraan dan sistem lain yang menguatkan fungsi kontrol masyarakat. Daulah Islam juga sudah menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga, sehingga terwujud keluarga yang harmonis yang senantiasa memberikan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga dan memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitar.

Tak inginkah kita hidup dalam lingkungan masyarakat yang tenang, aman, tenteram, dan damai? Hal ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Maqashid syariah akan menjaga agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Maqashid syariah adalah tujuan atau maksud dari hukum Islam yang ditetapkan oleh Allah. Konsep ini menjadi landasan dalam mengatur manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dengan demikian kita akan hidup bahagia dan sejahtera dalam naungan Islam.

Wallahu'alam bishawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Ratty S Leman Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Represifitas Aparat, Mampukah Demokrasi Mengenyahkannya ?
Next
Sekolah Gratis di Kapitalisme, Mimpi!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram