Industri manufaktur di alam kapitalisme siap gulung tikar karena faktor perlambatan ekonomi akibat inflasi dan ketatnya suku bunga.
Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Industri manufaktur RI dikabarkan pernah mendominasi hingga 20% sepatu olahraga dunia. Hari ini dominasi itu tak berlaku lagi karena hanya menyisakan 2%. Menteri Koperasi dan Usaha, Kecil, Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki, dalam detikfinance.com (12-10-2024) mengungkapkan bahwa Indonesia pernah mengalami fase industrialisasi besar-besaran di era tahun 90-an dengan mengundang investasi asing dan relokasi industri manufaktur. Indonesia hanya bertugas mencari tenaga kerja, sementara bahan baku dan teknologi berasal dari luar. Ini termasuk pabrik-pabrik sepatu olahraga bermerek di dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir terjadi penutupan pabrik sepatu besar-besaran. Mulai dari PT Sepatu Bata Tbk (BATA) yang melakukan PHK 233 pekerja sehingga berpengaruh pada penghentian pabrik sepatu di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Sebelumnya pabrik sepatu Adidas juga melakukan PHK di tahun 2023 kepada 1400 karyawannya. PT Dean Shoes juga melakukan hal yang sama terhadap 2538 karyawan (cnbcindonesia.com, 14-5-2024). Kondisi ini jelas berpengaruh pada anjloknya industri manufaktur dalam negeri.
Sebab Kemerosotan Industri Manufaktur
Kemerosotan industri di Indonesia menurut Menkop UKM sesuatu yang wajar karena merupakan sunset industri. Teten lebih meyakini jika Indonesia fokus pada hilirisasi sumber daya dalam negeri akan tercipta banyak lapangan kerja berkualitas bagi masyarakat dan mendorong industrialisasi tetap berlanjut.
Di sisi lain, perlambatan ekonomi global juga dianggap sebagai salah satu faktor yang menurunkan produktivitas sepatu nasional. Produksi sepatu yang dihasilkan di Indonesia diekspor ke berbagai wilayah dunia seperti AS dan Eropa. Sementara menurut data Bank Dunia dan IMF, AS dan Eropa mengalami perlambatan ekonomi karena tingginya inflasi, ketatnya suku bunga, hingga adanya perang Rusia-Ukraina. Kondisi ini menyebabkan penyerapan produk sepatu berkurang.
Pandemi Covid-19 juga digadang-gadang menjadi salah satu sebab merosotnya industri sepatu karena daya beli masyarakat yang menurun. Masyarakat lebih memilih membeli kebutuhan dasar daripada memperbaiki penampilan. Hal ini dikuatkan dengan data BPS yang menunjukkan data rata-rata konsumsi pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya hanya tumbuh 2,82% dalam waktu empat tahun terakhir. (cnbcindonesia.com, 14-5-2024)
Persaingan Industri Manufaktur di Alam Kapitalisme
Industri manufaktur setidaknya harus didukung tiga faktor yaitu bahan baku, sumber daya, dan teknologi. Kondisi alam yang beragam menjadikan tidak semua negara memiliki bahan baku yang bisa digunakan untuk melakukan industri. Sementara sumber daya yang lemah, hanya mengandalkan otot bukan keahlian juga akan bernilai rendah dan dikalahkan dengan teknologi yang berkembang.
Di dunia saat ini, penguasaan teknologi industri didominasi negara-negara besar dan maju. Sementara negara-negara berkembang hanya bermodal sumber daya yang lemah dan tanpa keahlian. Jika dalam negara itu terdapat bahan sekalipun, maka kebanyakan tidak mampu mengolahnya karena keterbatasan tenaga ahli dan teknologi. Di sinilah industri yang digawangi negara besar masuk. Mereka menguasai industri dengan sumber daya diambil dari negara berkembang dengan gaji pas-pasan, bahkan eksploitasi bahan baku dengan harga murah agar mampu menekan biaya produksi.
Tak cukup dengan itu, sumber daya yang harus bekerja itu juga menjadi pangsa pasar dari hasil industri. Gaji dari bekerja di pabrik-pabrik ini digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi yang terkadang harganya lebih mahal dari gaji yang didapatkan. Di sinilah persaingan industri tetap akan dimenangkan oleh negara produsen yaitu negara-negara besar dan maju yang memiliki teknologi yang mumpuni.
Sementara negara berkembang akan ditinggalkan seiring dengan ditemukan bahan baku lain yang lebih murah dan mudah dieksploitasi, atau sumber daya yang lebih murah dan terampil. Alhasil, industri di negara berkembang tinggal tunggu waktu gulung tikar.
Baca juga: Banjir Produk Impor Cina, Industri Tekstil Dalam Negeri Merana
Industri di alam kapitalisme juga berbasis industri konsumtif. Sementara industri strategis hanya dikuasai negara besar dan maju. Negara berkembang tidak akan diizinkan memiliki industri strategis yang akan membuat negara itu tumbuh dan berkembang menjadi negara kuat. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Jerman ketika industri beratnya beralih menjadi industri manufaktur demi melemahkan Jerman agar tidak menjadi negara adidaya. Perkembangan industri tidak bisa dipisahkan dengan perpolitikan yang mendominasi dunia.
Manufaktur dalam Islam
Manusia secara fitrah dilengkapi dengan akal. Allah juga telah menyediakan bahan baku di alam yang harus diolah untuk memenuhi kebutuhan karena tidak semua kebutuhan manusia disediakan Allah dengan siap pakai. Manusia membutuhkan kreativitas akal untuk mengolah bahan baku di alam menjadi barang siap pakai. Dalam Islam mengajarkan manusia untuk memproduksi barang sebagaimana dalam firman Allah surah An-Nahl ayat 80, “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawanya) di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu tertentu”
Dalam ayat ini mengenalkan konsep industri sederhana yang mengubah kulit-kulit binatang menjadi berbagai perkakas termasuk pakaian dan kemah-kemah. Allah mengajarkan pada manusia untuk memikirkan bahan yang ada di alam yang bisa diubah bentuk menjadi barang siap pakai.
Prinsip Manufaktur dalam Islam
Dalam kitab Ajhizah Daulah al-Khilafah yang dikeluarkan Hizbut Tahrir disampaikan bahwa industri di dalam negara Islam berpijak pada politik perang. Ini dikarenakan Daulah Islam memiliki kewajiban menyebarkan Islam ke seluruh alam dengan dakwah dan jihad. Jihad memerlukan persenjataan, peralatan berat, dan industri lain yang mendukung. Maka, Daulah harus memenuhi kebutuhan persenjataan secara mandiri tanpa tergantung kepada negara-negara besar yang lain. Daulah Islam juga harus memiliki industri peralatan berat yang dibutuhkan dalam berbagai kehidupan sehingga mampu menopang kemajuan negara. Pembangunan industri manufaktur tetap berbasis politik perang karena dalam peperangan tetap dibutuhkan logistik yang memadai, seperti makanan, sepatu, pakaian, dan kebutuhan -kebutuhan lainnya. Maka jika dibutuhkan untuk menyuplai perang, industri-industri ini bisa menyesuaikan dengan kebutuhan perang.
Industri pakaian bisa menyediakan pakaian-pakaian yang digunakan untuk seragam tentara. Industri makanan segera bertransformasi menjadi industri makanan yang menyediakan untuk perang baik para tentara maupun negara yang ditaklukkan. Industri sepatu juga tidak hanya memenuhi fesyen saja tetapi juga bisa segera memenuhi kebutuhan sepatu untuk berperang. Demikianlah politik industri Daulah Islam yang dibangun berdasarkan politik perang.
Daulah Islam juga akan melakukan riset dan penelitian, membuka pusat-pusat kajian, mendirikan laboratorium untuk mengajarkan sains industrial engineering, baik teori maupun terapan, seperti industri eksplorasi, penambangan, pengolahan dan kimia. Semua ini dilakukan untuk mengembangkan industri yang berhubungan dengan peralatan, pertahanan dan keamanan, elektronik, satelit, dan lain-lain.
Dengan kebijakan politik industri ini, tidak hanya menyerap tenaga kerja maksimal, tetapi sekaligus memenuhi kebutuhan dasar dan perang Daulah Islam.
Jejak Industri dalam Islam
Sejak zaman Nabi menjadi pemimpin negara Islam Madinah, industri persenjataan telah dikembangkan. Pada saat itu jenis alutsista yang berkembang masih sangat sederhana berupa pedang, tombak, panah, perisai, manjanik (alat pelontar batu), dan dababah (sejenis tank). Ketika menaklukkan benteng Thaif, Rasulullah menggunakan dababah dan manjanik yang diproduksi olah kaum muslim sendiri dengan bahan baku yang tersedia.
Pada masa Daulah Abbasiyah di bawah kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid, kaum muslim sudah mampu membuat jam sebagai penunjuk waktu. Jam itu pernah dihadiahkan kepada Charlement Raja Eropa saat itu. Ketika jam itu mengeluarkan bunyi, permaisuri raja mengira jam tersebut dihuni jin Efrit.
Pada masa kekhilafahan Bani Utsmaniyah, Muhammad Al-Fatih membiayai ilmuwan penemu alutsista untuk mengembangkan penemuannya. Awalnya ilmuwan tersebut mengajukan hasil penemuannya pada Raja Eropa tetapi tidak direspons. Dengan dukungan dari Muhammad Al-Fatih ilmuwan tersebut berhasil membuat meriam raksasa dengan berat 700 ton, dengan berat mesiu 12.000 rithl. Meriam ini harus ditarik dengan 100 kerbau, dibantu 100 orang yang gagah perkasa. Jarak lontarannya bisa sejauh 1 mil dengan kedalaman 6 kaki. Suara ledakannya terdengar hingga jarak 13 mil. Sungguh kecanggihan yang luar biasa pada masa itu. Pada akhirnya meriam inilah yang mengantarkan Muhammad Al-Fatih sebagai pemimpin pasukan terbaik dengan menaklukkan benteng Konstatinopel.
Khatimah
Demikianlah perbandingan pengembangan industri pada sistem kapitalisme dan dalam sistem Islam. Industri dalam kapitalisme mengembangkan industri konsumtif, sementara industri strategis hanya dikuasai negara besar dan maju. Sementara dalam Islam, negara harus membangun industrinya dengan basis politik perang. Pandangan ini yang akan menjadikan negara Islam menjadi negara kuat, bermartabat, dan menjadi negara adidaya dunia. Wallahualambisawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Keren bahasannya. Ditunggu tulisan2 lainnya
Alhamdulillah nangkring di Nali. Jazakillah khoir mom Dan seluruh tim NP
Maa sya Allah..industri manufaktur bisa dibangun dalam sistem Islam dengan kekuatan ideologi sebagai landasannya. Dan titik kritisnya dibangun berdasarkan politik jihad. Sehingga hubungan deng
Maa sya Allah Tabarakallah keren naskahnya. Menyadarkan bahwa tehnologi dan industri bisa dibangun dalam sistem Islam. Dan landasannya berpijak pada politik jihad dan dakwah.
Kalau sistem kapitalis landasannya keuntungan dan imperialisme.
Industri hilirisasi pun bermasalah karena yang mengolah tetap swasta. Sebagai contoh nikel ternyata banyak diolah perusahaan Cina. Intinya jika negara jtidak memberikan proteksi, industri manufsktur tetap sempoyongan. Barokallohu, mba. Jadi serasa ngulang lagi materi kitabnya.
He he nggih mbak betul. Matur nuwun sudah mampir
Industri manufaktur dalam negeri pasti tak mampu bertahan lama di sistem buatan manusia. Hal itu terjadi karena lemahnya peran negara. Barakallah mba @Netty
Aamiin... Wa fiik baarakallahu mbak. Matur nuwun sudah mampir
[…] Baca: Industri Manufaktur RI Anjlok, Ekonomi Rakyat Merosot […]
Jazakillah khoir tim NaLi